Allahu Akbar..! Allah berada di langit di atas Arsy


Allahu Akbar..! Allah berada di langit di atas Arsy

Allahu Akbar itu : Allah "lebih besar" atau "maha besar"

Allahu Akbar diucapkan oleh seorang insan yang meyakini Tauhid. Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah yang menyadari betul keagungan makna kalimat tersebut. Di antara 99 Nama-nama yang indah (asmaul husna), adalah al-Kabiir dan al-Mutakabbir. Artinya masing-masing Zat Yang Maha Besar dan Zat Yang Maha Memiliki Keagungan.

Apa sebenarnya di balik terjemahan kalimat 
Allahu Akbar? Mengutip buku 8 Kalimat Al-Thayyibah: Ringan di Lisan, Berat di Timbangan Amal karya M. Fauzi Rachman, terjemahan umumnya adalah 'Allah Mahabesar.' Rachman lebih lanjut memeriksa penerjemahan itu.

Menurut dia, terjemahan yang akurat secara tata bahasa Arab dari kalimat Allahu Akbar adalah 'Allah lebih besar.' Sebab, kata Akbar berbentuk ism al-tafdhil yang berfungsi memperbandingkan sesuatu dalam perserikatan. Akan tetapi, masih ada beberapa soal.

Jika Allahu Akbar diterjemahkan menjadi 'Allah Mahabesar', hal ini memang akan menyalahi kaidah tata bahasa Arab, tetapi bernilai kebenaran karena sesuai dengan akidah agama Islam.

Jika Allahu Akbar diterjemahkan menjadi 'Allah lebih besar', hal ini memang benar berdasarkan kaidah tata bahasa Arab, tetapi justru menyalahi akidah agama Islam.

Sebagai contoh, penerjemahan akbar di mushaf Alquran terbitan Indonesia. Misalnya, surah al-Gafir ayat 57."Lakhalqu as-samaawaati wa al-ardhi  akbaru min khalqi an-naas ...." Artinya, "Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar (akbar) daripada penciptaan manusia, ...."

Kemudian, surah al-Qalam ayat 33. Terjemahannya, "Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar (akbar) jika mereka mengetahui."

Terdapat 15 ayat lagi di dalam Kitabullah yang memuat kata akbar (akbaraakbaru,akbari). Di dalam ayat-ayat itu, akbar diterjemahkan oleh Departemen Agama RI sebagai 'lebih besar', bukan 'Mahabesar.'

Bagaimana akbar menjadi bisa diterjemahkan menjadi 'Mahabesar'? Alasannya, jika salah satu sifat dinisbahkan kepada lafal Allah dan menjadi salah satu nama (ism)-Nya, maka kedudukan sifat itu berubah menjadi bentuk 'maha' atau superlative.

Dalam ayat-ayat Alquran tersebut, tidak ada satu pun yang menunjuk pada sifat Allah. Karena itu, kata-kata tersebut semuanya hanya diterjemahkan menjadi 'lebih besar.'

Ungkapan Allahu Akbar pun tepat diterjemahkan menjadi 'Allah Mahabesar.' Sebab, Allah tidak mungkin dibandingkan dengan satu sesuatu pun. Dalam surah al-Ikhlash ayat keempat sudah jelas. "Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (Allah).” Allah bersifat Al-Mukhalafatu lil Hawaditsi, yakni berbeda daripada makhluk-Nya.




Jika sebagian golongan meyakini Allah ada di atas langit, bersemayam di atas Arsy, di manakah Allah sebelum menciptakan Arsy dan langit?

Untuk pertanyaan ini, ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi dari Abu Raziin Al-Uqailiy bertanya kepada Nabi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَارَسُوْلَ الله أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ ؟ قاَلَ كَانَ فِيْ عَمَاء مَا فَوْقَهُ هَوَاءُ وَ مَا تَحَْهُ هَوَاءُ ثُمَّ خَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى اْلمَاءِ

“Wahai Rasulullah dimana dahulu Rabb kita berada sebelum menciptakan makhluk-Nya? Beliau menjawab, ‘Dia berada di ‘amaa, tidak ada di atas dan bawahnya udara, kemudian dia menciptakan Arsy-Nya di atas air.’

Hadits ini dihasankan oleh At Tirmidzi dan Adz Dzahabi…hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Imam Ahmad, dan Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah…kesemuanya dari jalur Hamad bin Salamah…

Hanya saja, yang mesti jadi catatan adalah hadits ini dilemahkan oleh Syekh Al Albani…menurut beliau penshahihannya tidak benar, disebabkan ada perawi yang majhul (tidak dikenal) yaitu waki' bin hads…Adz Dzahabi sendiri mengatakan bahwa dia tidak dikenal…

Lantas bagaimana kita menyikapinya?

Adalah hak Allah 'Azza wa Jalla untuk memberikan kepada manusia petunjuk mengenai diriNya…ada yang Dia berikan keterangan kepada kita, ada yang Dia rahasiakan…apa-apa yang ada dalam Al Qur'an dan As Sunnah, itulah yang Dia berikan keterangan dan kita wajib berpegang dan mengimaninya…apa-apa yang Dia rahasiakan, maka biarkan sebagaimana adanya…

Pertanyaan ini sama seperti kalau kita mempertanyakan mengenai masalah istiwa'…terhadap permasalahan ini Imam Malik mengatakan "pengertian istiwa diketahui, kaifiyatnya tidak diketahui, mengimaninya wajib, sedang menanyakannya bid'ah"….

"kalau ada yang bertanya dimana? berarti terbatas oleh dimensi tempat dan itu bagian dari alam, Tuhan tidak terbatas oleh dimensi tempat"


Kegagalan pemahaman Ust. Adi Hidayat tentang keberadaan Allah di langit bersemayam di Arsy, simak video berikut:

Simak jawaban atau tanggapan Kecerdasan AI (Atificial Intelegence) berikut :
Sumber video : https://youtu.be/z60i

Apa bukti bahwa Allah berada di atas langit?

Mari kita uji pemahaman geometri tiga dimensi anda. 

Pada koordinat sembarang didalam sebuah bangun ruang tiga dimensi sembarang, dengan acuan sumbu XYZ, kemanakah arah "luar"? 

Hanya ada satu jawaban yang benar, yaitu "semua arah". Tapi mungkin anda bertanya, "Apa kaitannya sama pertanyaan ini apa?" 

Kalau kita definisikan Tuhan sebagai pencipta alam semesta, maka logikanya mustahil Tuhan 'berada' di dalam alam semesta bukan? Keberadaan Tuhan sang pencipta pastilah diluar alam semesta ciptaannya. Sedangkan kalau alam semesta ini adalah sebuah ciptaan, sudah pasti sifatnya finite, memiliki batas, seberapapun besarnya dan seperti apapun sifatnya. 



Maka dengan menggabungkan logika tersebut, fakta arah "luar" pada bangun ruang, dan fakta bahwa bumi berbentuk 'bulat', bukankah pernyataan yang anda tanyakan itu telah terbukti? 

Bagi siapapun di bumi ini, dimanapun dia, Tuhan berada 'diatas', jauh diatas langit planet ini, jauh hingga melampaui batas energetik alam semesta. Karena Tuhan berada diluar sana, diluar jangkauan dan pemahaman manusia, diluar definisi ruang dan waktu yang dipahami manusia. Secara harfiah. 


Bagi seorang muslim, tuhan itu berada tinggi di langit di atas Arsy

Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy pemilik kitab Al Fiqhul Akbar beliau berkata: Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman. 

Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir… 

Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan: Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.

-----

Hal seperti ini WAJIB dan HARUS bersandar pada dalil, karena hal seperti ini adalah perkara ghaib yang tidak kasat mata, yang akal selamanya tak akan mampu mencapainya secara sempurna. 

Wong akal manusia yang konon “luar biasa” hingga kini belum bisa menggambarkan dengan benar banyak hal yang secara sepintas terlihat sepele, semisal: bagaimana bentuk asli udara itu, bagaimana bentu asli listrik itu, bagaimana bentuk nyawa... dan seterusnya. 

Apalagi berkaitan dengan Dzat Yang Maha segalanya, Pencipta alam semesta yang begitu indah dan teratur, yang menghidupkan dan mematikan... dan seterusnya. 

Kalau melihat ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, semuanya mengerucut kepada kesimpulan bahwa Allah itu tempatnya di langit, di atas bukan di bawah, bukan pula menyatu dengan makhluk, bukan pula di mana-mana, namun sekali lagi Allah di atas langit terpisah dari makhluknya. 

Saya bawakan beberapa dalil Al-Qur’an dan dari hadits: 

Dari Al-Quran: 

يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ 

“Para Malaikat itu takut kepada Rabb mereka yang ada di atas mereka” (QS. An Nahl: 50). 

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ 

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” (QS. Fathir: 10). 

Begitu juga dengan ayat Al-Quran yang menyebut bahwa Allah mengangkat Isa kepada-Nya: 

بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ 

“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya” (QS. An Nisa: 158). 

Adapun dari hadits: 

Mungkin hadist ini bisa mewakili sekian banyak jawaban ttg keberadaan Allah. 

جاء في حديث الجارية التي قال لها النبي صلى الله عليه وسلم : أين الله؟ قالت : في السماء. فقال : ( من أنا؟ ) قالت : رسول الله . فقال لصاحبها : ( أعتقها، فإنها مؤمنة ) 

Suatu hari Rasulullah bertanya pada seorang budak gadis "dimana Allah berada?" 

Kemudian budak gadis itu menjawab "Allah di atas langit" 

Kemudian Rasulullah bertanya lagi, "siapakah saya?" 

"Engkau adalah utusan Allah," jawabnya 

Lalu Rasulullah berkata pada tuan budak gadis ini 

"Merdekakanlah ia, sesungguhnya ia adalah beriman." (H.R Muslim) 

Semua dari kita tau bahwasanya budak gadis itu terpelajar sebagaimana budak-budak gadis lainnya, dan ia budak bukan gadis yang merdeka, ia dibawah kekuasaan tuannya. Tapi, ia tau dengan fitrahnya kalau Allah berada di atas langit. 

Sungguh fitrah manusia itu akan menyebutkan kalau Allah di atas langit, bukan berada dimana-mana seperti yang orang-orang katakan. 

Hadist shahih ini juga menegaskan kembali apa yang ada di Alquran surat Thoha 

(( الرحمن على العرش استوى)) 

"Allah Yang Mahapenyayang bersemayam di atas 'arsy."

Simak video berikut ;
Kegagalan aqidah Asyariah tentang keberadaan dan sifat- sifat Allah :



Simak video bantahan Ust. Firanda Andirja
berikut :


Bagaimana memahami konteks kalau Allah SWT juga berada dimana-mana ? 

a. Contoh : 

Kalau anda sudah beristri, dan masih satu, anda akan mengatakan bahwa dia juga ada di mana-mana. 

• Di rumah, 
• di perjanjian leasing, 
• di sertifikat, 
• alias di mana-mana, Bahkan ada joke, ketika seorang kehilangan istrinya di kerumunan pasar, dia meminta tolong seorang gadis cantik untuk ngobrol dengannya. Karena biasanya begitu dia ngobrol dengan gadis cantik, istrinya akan muncul…. 😊 

Guyon…. 

Seriusnya adalah; 

Jangan mencampuradukkan makna leksikal ‘di mana-mana’ dengan makna pragmatis bahwa Tuhan ada ‘di mana-mana’. 

Secara gramatikal ‘ada di mana-mana’ akan bertentangan dengan premis ‘Tuhan ada satu’, tapi tidak secara makna pragmatis. 

b. belum paham ?

Coba contoh lagi : apakah ALLAH maha hadir ? YA 

menembus RUANG DAN WAKTU ? YA DONG 

maha hadirnya seperti apa ? apa datang seperti tuhan server sebelah yang hadir dan menyerupai ? TIDAK 

1. ALLAH jelas BERBEDA dengan makluknya 

QS. 112:4 Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia 

QS 42:11 Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia 

2. Sehingga bagi umat yang bepikir : 

Allah Maha Melihat, Manusia juga melihat. …. Melihatnya Allah dengan melihat nya manusia tentu BEDA. Tapi, nama sifatnya ? sama-sama melihat 

maka :

tentu cara Allah HADIR dan ADA DIMANA-MANA tentu juga BEDA dengan cara hadir manusia 

QS Al-An’aam: 103 Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang penglihatan itu.”

Simak video berikut :
Tanggapan Dr. Rozaimi terhadap pendapat Allah tanpa tempat atau dimana-mana


Referensi :

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Seputar amalan bid'ah yang di mabukkan oleh Ust. Abdul Somad

Kedustaan Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Rahimahullah