ADAKAH PEMBAGIAN RAMADHAN MENJADI TIGA BAGIAN
ADAKAH PEMBAGIAN RAMADHAN MENJADI TIGA BAGIAN
Terdapat dua hadis yang menyebutkan hal ini:
Pertama, hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
أول شهر رمضان رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار
“Awal bulan Ramadan adalah rahmah, pertengahannya maghfirah, dan akhirnya ‘itqun minan nar (pembebasan dari neraka).”
Disebutkan dalam Silsilah Adh-Dhaifah (kumpulan hadis dhaif), “Hadits ini disebutkan oleh Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa, hlm. 172; Ibnu Adi dalam Al-Kamil fid Dhu’afa’, 1:165; Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus, 1/1:10–11; dengan sanad: dari Sallam bin Siwar dari Maslamah bin Shult dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Al-Uqaili mengatakan, ‘Tidak ada bukti dari hadis Az-Zuhri.’ Ibnu Adi mengatakan, ‘Sallam bin Siwar, menurutku dia munkarul hadits (perawi hadis munkar), sedangkan Masmalah bin Shult tidak banyak dikenal.’ Demikian pula komentar Adz-Dzahabi. Sedangkan Maslamah, telah dikomentari Abu Hatim, ‘Matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan),’ sebagaimana yang beliau sebutkan dalam Mizanul I’tidal, 2:179.” (Silsilah Ahadits Dhaifah, no. 1569).
Kedua, hadits dari Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu. Diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah menjelang Ramadan. Di antara isi khotbah beliau,
من فطر صائما على مذقة لبن، أو تمرة، أو شربة من ماء، ومن أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لا يظمأ حتى يدخل الجنة، وهو شهر أوله رحمة، ووسطه مغفرة، وآخره عتق من النار، فاستكثروا فيه من أربع خصال…
“Siapa saja yang memberi buka kepada orang yang puasa dengan seteguk susu, sebiji kurma, atau seteguk air, dan siapa yang mengenyangkan orang puasa maka Allah akan memberi minum dari telaga dengan satu tegukan, yang menyebabkan tidak haus sampai masuk surga. Inilah bulan, yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya maghfirah, dan akhirnya ‘itqun minan nar (pembebasan dari neraka). Perbanyaklah melakukan 4 hal dalam bulan Ramadan..”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Muhamili dalam Al-Amali, jilid 5, no. 50; Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya, no. 1887, dengan komentar dari beliau, “Andaikan sahih, bisa jadi dalil;” Al-Wahidi dalam Al-Wasith, 1:640. Sanad hadits ini dhaif karena adanya perawi Ali bin Zaid bin Jada’an. Orang ini dhaif, sebagaimana keterangan Imam Ahmad dan yang lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah menjelaskan, “Saya tidak menjadikan perawi ini sebagai dalil karena jeleknya hafalannya.” (Silsilah Ahadits Dhaifah, no. 871).
Sumber: https://konsultasisyariah.com/
Komentar
Posting Komentar