Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi: "Tarekat yang benar, tarekat yang diajarkan Nabi Muhammad"

Baca berita [Klik Disini]

Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Imam Masjidil Haram yang pertama non Arab, mengajar di Makkah dan melahirkan ulama-ulama yang berbeda pendapat dan aliran (Asy'ariyah dan non Asy'ariyah)


Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi: "Tarekat yang benar, tarekat yang diajarkan Nabi Muhammad"

Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi pernah mengajar ulama-ulama besar Indonesia (baca klik disini).
Beberapa kali terlibat polemik keagamaan.

Polemik yang melibatkan Ahmad Khatib adalah soal tarekat Naqsabandiyah. Dalam jurnal Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies (Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2018), yang ditulis oleh Ahmad Fauzi Ilyas menerangkan permulaan perdebatan tersebut. Sekali waktu, muridnya yang bernama Syekh Abdullah Ahmad menulis surat kepadanya yang berisi permintaan fatwa terkait tradisi tarekat Naqsabandiyah yang berkembang di Minangkabau.

Kepada muridnya Ahmad Khatib menjelaskan tarekat yang diajarkan Nabi Muhammad adalah tarekat yang berkesesuaian antara syariat dan tarekat. Menurutnya, seperti dikutip Ahmad Fauzi Ilyas, ada sembilan wasiat yang diajarkan para sufi jika hendak menempuh tarekat yang benar, yakni tobat, qana’ah, zuhud, belajar ilmu syariat, menjaga sunah dan adab Nabi, tawakal, ikhlas, uzlah, dan menjaga waktu dalam ketaatan secara total.

“Kesimpulan yang ingin ditekankan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau adalah bahwa tarekat yang benar yaitu tarekat Nabi, sahabat, dan ulama-ulama terdahulu yang mengedepankan syariat dalam tarekat,” tulis Fauzi Ilyas.

Ia menambahkan, hal ini berbeda dengan tarekat Naqsabandiyah yang berkembang di Minangkabau, yakni dengan cara mereduksi makna dan pengalaman dalam bentuk baiat dan wirid yang diajarkan guru tarekat kepada murid dengan mengesampingkan syariat.

M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008) mencatat alasan serangan Ahmad Khatib terhadap tarekat Naqsabandiyah adalah karena ia menilai praktik-praktik itu bid'ah.

“Syekh Ahmad Khatib mengkritik beberapa ajaran dan amalan tarekat Naqsabandiyah (khususnya) sebagai bid’ah dan syirik. Kritik-kritik itu serta merta dijawab dengan risalah apologetic dari Syekh-Syekh Naqsabandiyah,” tulis Fadhlan Mudhafier dalam Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy: Pemikiran dan Perjuangannya (2013).

Perdebatan ini tidak hanya berlaku bagi orang Minangkabau, tapi meluas ke beberapa wilayah lain di Nusantara. Sebagaimana peristiwa pengusiran yang terjadi pada Ahmad Khatib saat mengajar di Masjidil Haram, peristiwa ini juga melibatkan Haji Rasul yang ikut mengkritik tarekat Naqsabandiyah secara tajam.

Perdebatan ini berlangsung lama. Bahkan menurut catatan Fadhlan Mudhafier, syekh-syekh Naqsabadiyah terus melakukan sanggahan terhadap pendapat Ahmad Khatib sampai dekade 1980-an.

Sebagai catatan, menurut Ahmad Fauzi Ilyas dalam “Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dan Polemik Tarekat Naqsabandiyah di Nusantara" yang dimuat dalam Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies (Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2017), secara umum Ahmad Khatib sebenarnya tidak anti terhadap tarekat. Ia hanya mengkritik amalan-amalan yang dilakukan dalam tarekat Naqsabandiyah.

“[Hal itu] terbukti, [karena] ia memberikan [keterangan tentang] tarekat yang diamalkan Nabi Saw, para sahabat, dan ulama-ulama sufi terkenal di abad-abad silam,” pungkasnya.

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Perbedaan Muhammadiyah dengan Wahabi