Hukum Berwasiat Sebelum Meninggal dan Ganjaran Bagi yang Mengabaikannya

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْراً الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقّاً عَلَى الْمُتَّقِينَ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf , (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 180)

 Qs. Al-Baqarah [2]: 181:

فَمَنۢ بَدَّلَهُۥ بَعْدَمَا سَمِعَهُۥ فَإِنَّمَآ إِثْمُهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Mungkin sunnah ini jarang dipraktekkan kaum Muslimin, yaitu menulis wasiat. Bahkan menulis wasiat tidak hanya ketika sakit saja tetapi kapan saja ketika ia memiliki sesuatu untuk diwasiatkan. 

Misalnya ketika akan berpegian jauh dan dalam waktu yang lama. Bisa juga berwasiat bagi anak-anaknya agar melanjutkan pendidikan ke pesantren atau berwasiat agar istiqamah dalam melaksanakan ibadah yang wajib maupun sunnah, berwasiat untuk menjaga silaturahim, dan lain sebagainya. 

Dengan berwasiat akan mencegah konflik di antara ahli waris yang dapat memicu perpecahan karena berebut warisan. Dengan wasiat, membuat generasi penerus memiliki tanggung jawab menjaga dan melaksanakan wasiat yang memiliki kebaikan-kebaikan bagi masa depannya.

Nabi bersabda:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   : مَنْ مَاتَ عَلَى وَصِيَّةٍ مَاتَ عَلَى سَبِيْلٍ وَسُنَّةٍ وَمَاتَ عَلَى تَقِىٍّ وَشَهَادَةٍ وَمَاتَ مَغْفُوْرًالَهُ.

Rasulullah ﷺ bersabda: Barangsiapa mati setelah berwasiat, maka ia mati dalam agamanya Allah dan sunnah Rasulullah. Dan orang yang mati setelah berwasiat dalam ketaqwaan dan syahid, dan orang yang mati setelah berwasiat diampuni dosanya.  (HR. Ibnu Majah)

Begitu besar ganjaran bagi orang yang berwasiat sebelum ia meninggal. Sementara kecelakaan bagi orang yang meninggalkan wasiat, yaitu orang yang tidak mau berwasiat dan tidak mau menjalankan wasiat.

Orang yang memiliki harta kekayaan melimpah tapi enggan berwasiat kepada anak-anaknya perihal siapa yang akan meneruskan bisnisnya, dan enggan memberi wasiat tentang pembagian harta waris, maka ketika ia meninggal potensi konflik yang terjadi pada anak-anaknya akan sangat besar. 

Dan kecelakaan bagi orang-orang yang telah mendapatkan wasiat, misalnya dari orang tuanya yang sebelum meninggal berwasiat untuk memberikan infak sebagian harta waris kepada masjid dan lainnya, namun ahli waris tidak melaksanakan wasiat tersebut. Maka akan hilang keberkahan rezeki dari hidupnya. Sementara di akhirat ia akan mendapatkan siksa akibat tidak menjalankan wasiat. 

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda :

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :تَرْكُ الْوَصِيَّةِ عَارٌفِى الدُّنْيَاوَنَارٌ وَشِرَارٌفِى الْاَخِرَةِ.

Rasulullah ﷺ bersabda: Meninggalkan wasiat itu menjadi aib di dunia dan neraka serta kesengsaraan di akhirat. (HR. Thabarani)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُرِيْدُ أَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيِّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ

Tidak pantas bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang ingin ia wasiatkan untuk melewati dua malamnya melainkan wasiatnya itu tertulis di sisinya.”

Ibnu Umar radhiallahu ’anhuma berkata,

“Semenjak kudengar sabda beliau ini, tidak pernah lewat satu malam pun, melainkan aku sudah mempunyai wasiat”.

Hukum Berwasiat

Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,

“Wasiat hukumnya mustahab/sunnah. Jika ia mempunyai harta yang banyak, disunnahkan berwasiat dengan sepertiga atau seperempat atau seperlima (dari harta tersebut). Atau berwasiat untuk mewujudkan kebaikan dan amal kebaikan. Hukumnya tidak wajib akan tetapi jika ia berkehendak maka sebaiknya ia bersegera menulisnya.”

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

“Wasiat ditulis jika ia mempunyai sesuatu untuk diwasiatkan adapun jika tidak ada maka tidak diwajibkan baginya”.

Allah Ta’ala berfirman: 

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf , (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 180).

Maka maksudnya adalah wajib meninggalkan harta yang cukup untuk ahli waris ketika meninggal, jika ia memiliki harta dan tidak mewasiatkan kepada yang lain sehingga kerabatnya terlantar.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Maksud “taraka khairan” adalah harta yaitu harta yang cukup banyak menurut adat saat itu, dan wajib baginya berwasiat bagi anak dan kerabatnya dengan baik sesuai dengan keadaannya tanpa berlebihan.”

Imam An-Nawawi menukil perkataan Imam Asy-Syafi’I rahimahullahu, “Dianjurkan agar bergera menulis wasiat, menulisnya ketika sehat dan dpersaksikan. Ia tulis sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika perkaranya berubah maka ia perbarui wasiat tesebut sesuai keadaan.”

Wasiat tidak harus mengenai harta, hutang, klaim dan urusan-urusan dunia, tetapi yang lebih penting berwasiat kepada kerabatnya agar bertakwa dan istiqamah dalam agama.

Karena wasiat takwa adalah wasiat yang paling mulia, wasiat yang menjamin kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi orang yang berpegang teguh kepadanya.

Para ulama memberikan wasiat kepada keluarganya semisal agar jangan menangis berlebihan jika saya meninggal, kubur saya jangan dibangun bangunan dan jangan mengadakan peringatan kematian saya dan lain-lainnya. (C)

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab