Mekkah Banjir, Sejarah Terulang, Bagaimana Nasib Ka’bah?

Mekkah Banjir, Sejarah Terulang, Bagaimana Nasib Ka’bah? 

Kota Mekkah di Arab Saudi adalah tempat istimewa bagi umat muslim. Nama kota ini diabadikan dalam Al-Qur’an, hadis, juga kitab-kitab sejarah. Nabi Muhammad Saw pun lahir dan berjuang membangun komunitas muslim di kota ini. Makkah al-Mukarramah juga menjadi tempat pilihan Allah mendirikan Baitullah, kiblat dunia. Dia menjadikannya tanah suci yang damai, dan mewajibkan umat muslim yang mampu untuk mengunjungi Mekkah. Saat Mekkah banjir, tentu umat muslim khawatir dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi? 

Mekkah Banjir 

Pada Selasa (7/1/2025), Arab Saudi diterjang hujan deras dan badai yang mengakibatkan banjir di mana-mana. Jeddah, Madinah, dan Mekkah adalah tiga kota yang paling terdampak dan mengalami banjir bandang. Pusat Meteorologi Nasional Arab Saudi pun mengeluarkan peringatan merah untuk wilayah tersebut, termasuk Makkah al-Mukarramah. 

Kota Mekkah pun dikabarkan tenggelam. Derasnya aliran air menyapu mobil-mobil di jalanan. Jalan-jalan pun berubah menjadi sungai. Penduduk setempat diungsikan ke tempat-tempat yang aman. Diperkirakan hujan deras akan terus terjadi hingga Jumat (10/1/2024). 

Di sisi lain, jadwal penerbangan di Bandara Jeddah banyak yang tertunda karena cuaca. Penumpang diimbau untuk memantau informasi terkini terkait cuaca sebelum bepergian. 

Letak kota Mekkah memang berada di wilayah lembah. Posisinya dikelilingi oleh gunung-gunung, terutama di sekitar Ka’bah. Pada dasarnya, apabila ada luapan air karena curah hujan tinggi, hal ini wajar. Pasalnya, Mekkah berada di antara bukit dan termasuk daerah dataran rendah. Struktur tanahnya pun terdiri dari bebatuan, sehingga sulit menyerap air. 

Bukan cuma hari ini, sebenarnya Mekkah telah melewati banyak bencana banjir, bahkan banjir bandang hingga mengepung Ka’bah. Namun, Allah Swt terus melindungi Mekkah dari bencana-bencana itu. Terbukti dengan masih kukuhnya Ka’bah berdiri hingga kini. 

Sejarah Banjir Mekkah 

1. Masa Sebelum Islam 

Diperkirakan pada tahun 200 sebelum Masehi, banjir besar pernah melanda kota Mekkah dan menghancurkan sebagian besar kawasan di sekitar Ka’bah. Peristiwa ini disebutkan dalam berbagai catatan sejarah, meskipun detailnya tidak begitu jelas. 

2. Lima Tahun Sebelum Kenabian 

Lima tahun sebelum kenabian Muhammad, banjir bandang melanda Ka’bah. Bencana ini menyebabkan dinding Ka’bah retak sampai-sampai perlu direnovasi. 

Air yang meluap menghancurkan sebagian besar dinding Ka’bah, yang saat itu masih dibangun dari bahan-bahan sederhana (batu tanpa mortar kuat). Selain itu, aliran air dari pegunungan di sekitar Mekkah membawa puing-puing, pasir, dan batu yang memperparah kondisi Ka’bah. 

3. Masa Khalifah Umar bin Khattab 

Sekira tahun 638 Masehi atau 17 Hijriah, banjir besar pertama pada masa keislaman menerjang Mekkah. Air menggenani Masjidil Haram, termasuk juga area Ka’bah. Bencana ini menyebabkan kerusakan yang signifikan. Apalagi pada zaman itu bangunan Ka’bah hanya terdiri dari komposisi batu yang direkatkan oleh tanah dan lumpur. 

Untuk mencegah banjir yang lebih parah, Umar bin Khattab lalu membangun bendungan di sebagian lembah, seperti Lembah Fathimah. Usaha tersebut diteruskan pada dinasti Umayyah, Abbasiyah, hingga Ottoman. 

4. Masa Dinasti Abbasiyah 

Banjir besar kembali menerjang Mekkah pada masa Dinasti Abbasiyah sekira tahun 162 Hijriah atau 779 Masehi. Banjir ini menyebabkan kerusakan yang luas pada Masjidil Haram dan struktur di sekitarnya. 

5. Banjir Tahun 1039 

Pada masa itu, Mekkah mengalami hujan deras yang berlangsung terus-menerus. Aliran air dari pegunungan di sekitar kota menyebabkan luapan besar yang membanjiri wilayah Masjidil Haram dan sekitarnya. Sistem drainase yang sangat minim membuat air tidak dapat mengalir dengan cepat. Genangan banjir pun cukup tinggi, hingga menutupi area Masjidil Haram setinggi 1,5 meter. Salah satu dinding Ka’bah runtuh, juga banyak batu fondasi tercerai-berai. 

6. Banjir Bandang Tahun 1941 

Banjir 1941 adalah salah satu banjir terbesar dan terparah yang terdokumentasi dengan baik. Genangan banjir mencapai tinggi sekitar 2 meter di wilayah Masjidil Haram dan sekitarnya. Foto-foto peristiwa banjir bandang pada masa ini menunjukkan jemaah berenang di area Masjidil Haram. Ini merupakan banjir terburuk yang pernah menimpa Ka’bah hingga tinggi air mencapai setengah bangunan. 

Bencana ini disebabkan oleh cuaca ekstrem dan hujan deras yang mengguyur kota Mekkah selama seminggu di siang dan malam hari. Air pun meluap hingga melumpuhkan aktivitas manusia di Mekkah dan Ka’bah. 

Sampai hari ini, peristiwa Mekkah banjir masih terus terjadi. Bencana ini termasuk peristiwa berulang yang terjadi sepanjang sejarah karena faktor geografis kota Mekkah. Pembangunan dan perbaikan insfrastruktur terus dilakukan dan ditingkatkan untuk menekan risiko bencana. Dengan pertolongan Allah, dampak bencana banjir di kota Mekkah dan Ka’bah kini lebih terkendali dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. 

Lantas, perlukah kita khawatir dan menganggap ini sebagai tanda akhir zaman? Sebagai manusia yang diberi akal oleh Allah Swt, kita bisa mencari tahu seperti apa perkembangan kota Mekkah dan Ka’bah dan faktor risiko apa saja yang mungkin terjadi di sana. Sehingga, kita tidak perlu begitu khawatir. Namun sebagai manusia yang juga beriman, kita perlu memercayai tanda-tanda akhir zaman yang ada di Al-Qur’an maupun sunah. 

----

Dua peristiwa besar yang mencuri perhatian umat Islam terjadi di negeri Arab pada akhir tahun 2022, yakni banjir bandang di Kota Makkah dan penampakan salju yang menyelimuti pengunungan Al-Lawz di wilayah Tabuk, Arab Saudi. 

Mengutip Middle East Eye, pada Kamis (22/12/2022) malam hujan deras mengguyur Kota Makkah, Arab Saudi dan berujung pada bencana banjir bandang di hari Jumat (23/12/2022). Diketahui, peristiwa ini telah merusak sejumlah kendaraan dan properti di Kota Makkah. Pada sebuah video amatir yang tersebar di media sosial, tampak mobil-mobil di jalanan di kota suci ini tersapu oleh aliran air yang deras, beberapa jalan utama juga ditutup. 

Sementara itu, pegunungan Al-Lawz di Tabuk diselimuti dengan salju yang kemudian menjadi daya tarik wisata bagi warga sekitar dan pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Mereka datang untuk menikmati salju dan keindahan fenomena yang jarang sekali terjadi di negeri yang terkenal gersang ini. 

Dua fenomena yang terjadi hampir berdekatan ini pun membuat khalayak ramai heran, utamanya umat Islam. Pasalnya, negeri Arab Saudi dikenal sebagai negara yang datar dan mempunyai banyak kawasan padang pasir yang tidak berair, hanya ada sedikit tumbuhan, dan sebagian besar airnya berasal dari sumur dan air hujan. 

Bahkan, Arab Saudi memiliki salah satu gurun terkenal yakni Empty Quarter atau Rub al Khali, sebuah kawasan gurun terluas di dunia seukuran negara Prancis yang terletak di sebelah selatan negara ini. Hampir tidak ada sungai atau danau permanen di negeri ini, namun terdapat banyak wadi atau sungai kering di padang pasir. 

Untuk itu, terasa sangat aneh jika kini Arab Saudi mengalami bencana banjir, bahkan sampai diselimuti salju. Namun ini bukan kali pertama, sudah sejak tahun 2020 hujan yang sangat deras dan butir-butir salju jatuh di negara kekuasaan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Anomali iklim ini telah tampak sejak dua tahun lalu. Digadang-gadang penyebabnya adalah pemanasan global dan perubahan iklim (climate change) yang makin ekstrem. 

Fenomena di Arab Saudi dari Perspektif Al-Quran dan Hadis 

Namun, sebagai umat yang berpedoman pada firman-Nya dalam Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad Saw, umat Islam perlu melihat fenomena ini dari perspektif lain yakni agama, bukan hanya dari penjelasan para ahli saja. Lantas, bagaimanakah Al-Quran dan hadis melihat kedua fenomena yang terjadi di Tanah Arab ini? Apakah ini menjadi pertanda bahwa hari kiamat makin dekat? 

Sebelumnya, pada sebuah hadis, Nabi Muhammad Saw telah menyebutkan seperti apa tanda-tanda makin dekatnya kiamat. Tanda tersebut salah satunya adalah Tanah Arab menjadi tanah yang hijau dan dihiasi oleh padang rumput serta aliran-aliran sungai. 

Dijelaskan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan tiba hari kiamat hingga Tanah Arab kembali hijau dengan tumbuhan dan sungai-sungai.” (HR Ahmad) 

Ada satu kata yang perlu disorot dalam hadis Nabi Saw di atas, yakni kata ‘kembali’. Kata ini mengisyaratkan bahwa bahwa memang pada mulanya Tanah Arab merupakan wilayah yang subur, tidak tandus seperti yang kita saksikan sekarang. 

Apabila dihubungkan dengan perubahan iklim yang terjadi di Arab Saudi saat ini, yakni curah hujan yang tinggi dan turunnya salju, maka tidak mustahil jika Arab Saudi akan menjadi tanah yang subur di kemudian hari. Kata-kata Nabi Saw dalam hadis di atas pun kemungkinan besar akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan. 

Untuk itu, kita sebagai umat Islam perlu melihat fenomena ini dengan kacamata keimanan agar kita bermawas diri dan terus mengingat Allah Swt. Sebab, kita tidak tahu pasti kapan sebenarnya kiamat akan datang, seperti yang dikatakan Allah Swt dalam ayat Al-Quran berikut: 

“Dan tahukah kamu (Hai Muhammad), boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab: 63) 

Musibah Berkaitan dengan Ketakwaan? 

Melalui Al-Quran, Allah telah berfirman bahwa keimanan atau ketakwaan penduduk suatu wilayah berbanding lurus dengan keberkahan yang akan diberikan Allah kepada penduduk tersebut. Sebaliknya, Allah juga akan memberi siksaan dan penderitaan bagi orang-orang yang mendustakan agama-Nya, seperti yang tertuang dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 96 berikut: 

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96) 

Meski begitu, kita tidak berhak menghakimi penduduk Tanah Arab bahwa mereka telah mendustakan firman-Nya. Akan tetapi, sikap maksiat, korup, serta lalai yang dilakukan oleh oknum warganya bisa jadi pengundang datangnya siksa Allah dalam bentuk bencana. Terlebih, jika hal-hal buruk itu dilakukan oleh penguasa negeri tersebut atau para pejabat. Jika sudah begitu, peringatan Allah pada berikut perlu menjadi perhatian utama semua pihak. 

“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?” 

“Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?” 

“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” 

Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?” (QS Al-A’raf: 97-100) 

----

Catatan :

Doa saat Hujan & Mendengar Petir 

Doa saat Hujan Turun 

Agar hujan deras tak mendatangkan bencana, kita bisa memanjatkan doa saat hujan turun: 

اَللَّهُمَّ صَيِّبًا هَنِيًّا وَسَيِّبًا نَافِعًا 

Allahumma shayyiban haniyya wa sayyiban nafi‘a 

Artinya: “Wahai Tuhanku, jadikan ini hujan terpuji kesudahannya dan menjadi aliran air yang bermanfaat.” 

Nabi Muhammad Saw juga menganjurkan umatnya untuk memanjatkan doa apa saja saat hujan turun, karena ini adalah waktu yang mustajab. Kita juga bisa memanjatkan doa berikut ini agar hujan yang turun mendatangkan manfaat untuk alam: 

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ 

Allahumma hawalayna wa la ‘alayna, allahumma ‘ala al-akami wa az-zirabi, wa butuni al-awdiyati, wa manabiti ash-shajari 

Artinya: “Ya Allah turunkan hujan ini di sekitar kami jangan di atas kami. Ya Allah curahkanlah hujan ini di atas bukit-bukit, di hutan-hutan lebat, di gunung-gunung kecil, di lembah-lembah, dan tempat-tempat tumbuhnya pepohonan.” 

Doa Mendengar Petir 

سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ 

Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih 

Artinya: “Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya.” 


Sumber : https://www.dompetdhuafa.org/


Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Kedustaan Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Rahimahullah