Al-Ustadz Haji Christiaan Snouck Hurgronje, Memang Bukan Ulama

Al-Ustadz Haji Christiaan Snouck Hurgronje, Memang Bukan Ulama 

Ilmuwan Barat yang repot-repot masuk Islam untuk meneliti Makkah dan kehidupan ibadah di dalamnya secara mendalam. 

“Snouck adalah orang besar, seorang pelopor dalam mempeladjari Islam, Lembaga-lembaganja dan Hukumnja. Ia berdjasa menundjukkan kekurangan-kekurangan dalam Dunia Fikiran Islam jang la selami dan peladjari pada masa hidupnja” 

Pengakuan itu diungkapkan bukan oleh orang sembarangan dalam kalangan kesarjanaan Islam, khususnya di Indonesia. Terlebih lagi, pengakuan itu disampaikan dalam forum intelektual terhormat. Orang itu adalah Mohammad Rasjidi dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga Islam di Universitas Indonesia. Pidato itu dibacakan pada 20 April 1968—lebih dari setengah abad lalu—berjudul Islam dan Indonesia di Zaman Modern. 

Rasjidi adalah penghafal kitab suci Al-Quran, santri yang menghafal sejumlah kitab kuning, didikan ulama besar di masa kolonial Belanda—Syekh Ahmad Soorkati asal Sudan—, serta lulusan sarjana filsafat Islam dari Mesir hingga bergelar doktor dari Universitas Sorbone, Prancis. Disertasinya ditulis dalam bahasa Prancis berjudul L'evolution de l'Islam en Indonesie ou Consideration Critique du Livre Tjentini (Perkembangan Islam di Indonesia atas dasar Kajian Kritis terhadap Kitab Centini). 

Rasjidi tercatat sebagai Menteri Agama pertama dengan masa jabatan tersingkat, serta kader organisasi Islam besar Muhammadiyah. Ia pun berpaham moderat sekaligus konservatif, terbukti saat pernah menyerang perkembangan pemikiran liberal-orientalis dalam studi Islam di Indonesia pada tahun 70-an. Rasanya tidak mungkin Rasjidi berucap sembarangan saat mengakui jasa Christiaan Snouck Hurgronje, sosok yang lebih sering dibenci dalam studi Islam di Indonesia. 

Secara lebih tegas Rasjidi melanjutkan, 

“Kita bangsa Indonesia sangat berterima kasih kepada Snouck Hurgronje dalam sikapnja jang selalu tegas dan kuat : Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa jang beragama Islam, bahwa djika ada kekeliruan-kekeliruan dalam tjara berfikirnja, maka semua itu dapat diperbaiki dengan djalan ‘Pendidikan Ilmijah’”. 

Snouck Hurgronje memang telanjur dikenal sebagai ilmuwan jahat yang berpura-pura memeluk Islam untuk menjadi mata-mata bayaran pemerintah Belanda. Penelitiannya dianggap sejak awal mengabdi pada kepentingan penjajahan Indonesia yang mayoritas dihuni muslim. Wim Van den Doel, Guru Besar Sejarah Universitas Leiden, dalam bukunya SNOUCK: Het Volkomen geleerdenleven van Christiaan Snouck Hurgronje (diterjemahkan berjudul SNOUCK: Biografi Ilmuwan Christiaan Snouck Hurgronje) mengakui citra itu. “Gambaran itu sudah terbentuk bahwa Snouck melakukan ‘banyak kecurangan dalam hidupnya’ dan telah menggunakan ‘metode-metode penelitian yang tidak sesuai hukum’,” kata Van den Doel. 

Kecurangan yang kerap dipertajam sebagai kemunafikan Snouck Hurgronje antara lain soal keberhasilannya menginjakkan kaki di tanah suci peribadahan haji umat Islam, Makkah. Hanya orang beragama Islam yang boleh masuk ke kota yang disucikan umat Islam itu. Snouck Hurgronje sebenarnya nama keluarga dari nama lengkap Christiaan Snouck Hurgronje, lahir pada 8 Februari 1857. Terlihat bahwa namanya mencerminkan kekristenan yang dianut keluarganya. Ayah dan dua kakek dari Christiaan Snouck Hurgronje adalah seorang pendeta Kristen Protestan. 

Christiaan Snouck Hurgronje sendiri awalnya mengambil studi sarjana teologi di Universitas Leiden tapi beralih meraih gelar doktor pada kesusastraan Semit. Ia meraih gelar doktor pada usia 23 tahun dengan judul disertasi Het Mekkaansche feest (Perayaan Makkah). Riset literatur itu melacak asal-usul ibadah haji. Snouck Hurgronje mulai mempelajari Al-Quran dan sosok Nabi Muhammad lebih jauh untuk promosinya sebagai doktor. Namun, Snouck Hurgronje tentu saja belum pernah menginjakkan kaki ke kota Makkah tempat ibadah haji dilaksanakan. Kota itu terlarang dimasuki selain pemeluk agama Islam. 

Karier Snouck Hurgronje berlabuh sebagai dosen bidang hukum agama, pranata, dan adat-istiadat masyarakat Hindia Belanda pada usia 24 tahun di Institut Pendidikan Pegawai Pemerintahan Hindia di kota Leiden. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1884, Snouck Hurgronje yang berusia 27 tahun mendapat kesempatan berpetualang ke Makkah. Inilah kali pertama ia bersentuhan dengan dunia Islam secara langsung. 

Van den Doel mencatat bahwa Snouck Hurgronje memang dibiayai pemerintah Belanda untuk meneliti Jemaah haji dari Hindia Belanda. Ada kecurigaan soal Pan-Islam, suatu konsolidasi politik yang akan mengancam eksistensi kolonial Hindia Belanda. Penelitian ini tidak terlalu salah jika disebut memata-matai. Namun, dari sisi lain Van den Doel menilai Snouck Hurgronje punya agenda pribadi memenuhi rasa ingin tahu semata-mata sebagai ilmuwan. 

Pernah Berislam 

Augustus Ralli dalam bukunya yang terbit tahun 1909 berjudul Christians at Mecca (diterjemahkan berjudul Orang Kristen Naik Haji) mengisahkan sejumlah orang Eropa harus berpura-pura menjadi muslim agar bisa masuk ke Makkah. Ralli mengonfirmasi penilaian Van den Doel, “Tujuan perjalanan Hurgronje semata untuk objektivitas dan ilmu pengetahuan”. Snouck Hurgronje sendiri tercatat sudah mahir berbahasa Arab sebelum mengunjungi Mekkah. 

Ralli menilai Snouck Hurgronje ingin mengoreksi sejumlah cacat metodologi yang digunakan orientalis Eropa dalam memahami dunia Islam. Pengetahuan mereka sepenuhnya berdasarkan buku-buku yang sudah ada alih-alih pengamatan langsung ke pusat spiritual dunia Islam. Van den Doel mencatat totalitas Snouck Hurgronje dengan informasi bahwa pada 5 Januari 1885 ia disunat oleh pemangkas rambut bernama Sayyid Mohammed. Namun, Van den Doel dan Ralli meyakini Snouck Hurgronje tidak pernah menjadi muslim sungguhan. 

P.S. van Koningsveld, pakar studi Arab lulusan Vrije Universiteit meyakini Snouck Hurgronje berpura-pura menjadi muslim dengan nama Abdul Gaffar. Keislaman itu semata-mata untuk mencari strategi memenangkan Belanda dalam Perang Aceh dan mempertahankan koloni Hindia Belanda. 

Koningsveld bahkan menyorot dua kali perkawinan Snouck Hurgronje dengan perempuan Sunda muslim berdarah bangsawan sebagai cara menggali informasi untuk kepentingan kolonialisme. Karya Koningsveld berjudul Snouck Hurgronje en Islam; Acht artkelen over leven en werk van een orientalist uit het koloniale tijdperk (diterjemahkan berjudul Snouck Hurgronje dan Islam; Delapan Karangan tentang Hidup dan Karya Seorang Orientalis Zaman Kolonial) jelas menyebut, “Tentang metode ‘berpura-pura Islam’ yang digunakan Snouck di Makkah jelas dilakukan secara sempurna di Hindia”. 

Snouck Hurgronje memang tercatat pernah terikat hubungan dengan perempuan sebanyak empat kali, tiga di antara itu dengan muslimah. Van den Doel menyebut hubungan pertama dalam ikatan perbudakan dengan perempuan asal Etiopia selama Snouck Hurgronje tinggal di Makkah. Budak perempuan ini nyaris melahirkan anak Snouck Hurgronje tapi tercatat kehamilan itu tidak berlanjut. Tiga hubungan lainnya disepakati oleh Koningsveld dan Van den Doel dalam karya mereka masing-masing. 

Hubungan kedua adalah perkawinan pertama Snouck Hurgronje dengan Sangkana, perempuan asal Ciamis, anak dari penghulu kepala setempat bernama Raden Haji Moehammad Ta’ib. Perkawinan dilakukan pada Desember 1889 saat Snouck Hurgronje berusia 32 tahun dan istrinya diperkirakan berusia 17 tahun. Perkawinan dilakukan secara Islam. Mereka hidup bersama sejak 1890 sampai Sangkana wafat akibat keguguran anak kelima mereka. Sebelumnya telah lahir Salmah Emah (1891), Oemar (1892), Aminah (1893), dan Ibrahim (1894). 

Hubungan ketiga juga perkawinan dengan Siti Sadijah, anak dari penghulu kepala Bandung Haji Moehamad Soe’eb. Perkawinan ini pada tahun 1898 saat Siti Sadijah berusia 13 tahun dan Snouck Hurgronje berusia 41 tahun. Pada tahun 1905 lahir anak tunggal mereka bernama Raden Jusuf. Koningsveld mencatat bahwa Siti Sadijah, Raden Jusuf, dan anak-anak Snouck Hurgronje dari Sangkana pernah bertemu pada tahun 1907 dengan bukti sebuah foto bersama. Van den Doel bahkan menyebut mereka hidup bersama. 

Hubungan keempat adalah perkawinan dengan Ida Oort pada 1910. Snouck Hurgronje berusia 53 tahun dan Ida Oort berusia 36 tahun. Mereka memiliki putri tunggal bernama Christien dari perkawinan ini. Belakangan, hanya Raden Jusuf anak dari Indonesia yang pernah berjumpa langsung dengan Christien. 

Disertasi Husnul Aqib Suminto, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, berjudul Politik Islam Hindia Belanda mengakui Snouck Hurgronje pernah berislam dan menjalankan rukun Islam sejak dari Mekkah. Van den Doel mencatat Snouck Hurgronje sempat menjalankan puasa Ramadan di Makkah. “Andaikata pengakuan Snouck Hurgronje ternyata kemudian hanya merupakan pengakuan tipu daya, masalahnya bisa dikembalikan kepada kejujuran Snouck Hurgronje sendiri, bukan kesalahan atau kebodohan orang lain yang mempercayainya,” kata Aqib Suminto. 

Berhaji 

Snouck Hurgronje tiba di Makkah pada 22 Februari 1884 dengan niat bisa mengikuti ibadah haji secara langsung. Ia langsung menunaikan ritual umrah pada malam pertama di Makkah termasuk anjuran mencium Hajar Aswad. Namun, Agustus 1885 ia diusir dari Makkah oleh otoritas Khilafah Utsmani yang menguasai Makkah saat itu. 

Snouck Hurgronje difitnah Wakil Konsul Prancis dalam urusan perburuan artefak sejarah bernilai tinggi. Meski sempat mengikuti musim haji dan bergaul luas dengan kalangan muslim di Makkah, rencananya menetap lama di sana gagal. Kesalahpahaman dengan Wakil Konsul Prancis membuat citra Haji Abdul Gaffar kembali menjadi seorang Belanda Kristen yang berpura-pura memeluk Islam demi berburu barang antik bersejarah. Bahkan Snouck Hurgronje tidak terdeteksi sebagai utusan pemerintah Belanda untuk melakukan riset sosial demi kepentingan politik. 

Desember 1885 ia telah kembali ke Leiden, Belanda. Ia membawa sejumlah informasi dan foto eksklusif pelaksanaan ibadah haji di Makkah. Namun, Van den Doel mencatat laporan perjalanannya ke Arab itu tidak pernah disampaikan kepada Kementerian Urusan Tanah Jajahan. Snouck berpendapat bahwa perjalanannya bukan atas tugas pemerintah dan berdalih tidak pernah merasa tahu pemerintah menyatakan ingin mendapat informasi. Sikap ini sempat membuat Kementerian Urusan Tanah Jajahan berang. 

Semua hasil riset lapangan di Makkah hanya diolah menjadi laporan ilmiah untuk studi di komunitas ilmuwan yang diikutinya. Dua jilid buku monumental berjudul Makkah menjadi karya agungnya. Tidak ada penghinaan tendensius dalam dua karyanya itu. Segala sisi bagus dan buruk yang ia alami disajikan apa adanya. Snouck juga menjelaskan makna ibadah haji bagi kehidupan keagamaan di Hindia Belanda. Kesimpulannya, tidak perlu mengusik ritual ibadah umat Islam termasuk haji. 

Tahun 1889 takdir membawa Snouck ke Hindia Belanda. Ia melewati usia 30-an hingga akhir 40-an di Hindia Belanda dengan segala kiprah yang kontroversial. Ia kembali ke Belanda pada tahun 1906. Ada yang membencinya sebagai antek penjajah Belanda dan musuh umat Islam. Toh, ada yang mengakuinya sebagai ilmuwan jenius yang berakhir sebagai Guru Besar Bahasa dan Kebudayaan Arab di Universitas Leiden pada tahun 1907. 

Sebutan ulama memang tidak mungkin diterima kalangan umat Islam untuk disematkan pada Haji Christiaan Snouck Hurgronje. Namun, istilah Arab dari Guru Besar atau Profesor pada dasarnya sepadan dengan Ustadz. Jadi, tidak salah juga menyebutnya Al-Ustadz Haji Christiaan Snouck Hurgronje. 

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Kedustaan Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Rahimahullah