Masihkah kita ber-Minangkabau..?


Falsafah budaya Minang dalam Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah merupakan salah satu filosofi hidup yang dipegang dalam masyarakat Minangkabau, yang menjadikan Islam sebagai landasan utama dalam tata pola prilaku dalam nilai-nilai kehidupan.

Salah satu tujuan adat minang adalah membentuk individu yang berbudi luhur, berbudaya dan beradab. 

Nilai-nilai budaya Minangkabau  yang terkandung di dalamnya antara lain, nilai-nilai budaya, kerendahan hati dan penghargaan terhadap orang lain, nilai-nilai budaya kesepakatan/musyawarah, nilai-nilai ketelitian dan kecermatan, nilai-nilai budaya patuh dan taat pada adat, nilai hakikat hidup manusia dan seterusnya.

Berikut cuplikan wawancara atau diskusi :

Kopi Pahit Hidayat dengan Buya Masoed Abidin dengan topik "Masihkah kita ber-Minangkabau..?"

Simak video lengkapnya [Klik Disini]

ADA SEBELAS (11) PILAR SIFAT MANUSIAWI YANG BERADAB, MENURUT ADAT MINANGKABAU

Petatah MINANGKABAU menyebutkan :

"… kapalang tukang binaso kayu kapalang cadiak binaso adat kapalang alim rusak agamo kapalang paham kacau nagari"

Salah satu tujuan adat pada umumnya, khususnya adat Minangkabau adalah membentuk individu yang berbudi luhur, manusiawi yang berbudaya dan beradab.

Dari manusia-manusia yang beradab itu diharapkan akan melahirkan suatu masyarakat yang aman dan damai, sehingga memungkinkan suatu kehidupan yang sejahtera dan bahagia, dunia dan akhirat.
Masyarakat yang “Baldatun Toiyibatun wa Rabbun Gafuur”.

Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan insan dengan sifat-sifat menurut adat Minangkabau antaranya adalah :

1. Hiduik Baraka, baukue jo bajangko

Dalam menjalankan hidup dan kehidupan orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya, terukur dan harus mempunyai rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat.

Kelebihan manusia dari hewan adalah manusia mempunyai kekuatan besar bila dipakai secara tepat dalam menjalankan hidupnya.

"Ketiga kekuatan tersebut adalah otak, otot dan hati".

Pengertian peningkatan sumber daya manusia tidak lain dari mengupayakan sinergitas dan kontrol ketiga kekuatan itu untuk memperbaiki hidup dan kehidupannya.

Dengan mempergunakan akal pikiran dengan baik, manusia akan selalu waspada dalam hidup, seperti dalam pepatah berikut :

"Dalam mulo akhie mambayang, dalam baiak kanalah buruak
Dalam galak tangieh kok tibo , hati gadang hutang kok tumbuah"

Dengan berpikir jauh kedepan kita dapat meramalkan apa yang bakal terjadi, sehingga tetap selalu hati-hati dalam melangkah.

"Alun rabah lah ka ujuang ,alun pai lah babaliak.
Alun di bali lah bajua , alun dimakan lah taraso"

Didalam merencanakan sesuatu pekerjaan, dipikirkan lebih dahulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya.

"Dihawai sahabih raso, dikaruak sahabih gauang, dijarah sehabis lobang"

Dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan, perlu dilakukan sesuai dengan urutan prioritas yang sudah direncanakan, seperti kata pepatah :

"Mangaji dari alif, babilang dari aso
Mancancang balandasan, malompek basitumpu".

Dalam melaksanakan suatu tugas bersama, atau dalam suatu organisasi kita tak mungkin berjalan sendiri-sendiri. Hilangkan rasa “pantang taimpik”.
Diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan pola bermasyarakat kekinian. Jangan lagi bila dalam suatu organisasi itu hanya balego awak samo awak. Dalam kondisi yang demikian, akan berlaku pameo “Iyo kan nan kato beliau, tapi lakukan nan diawak”. Mari kita koreksi diri kita masing-masing dan mari kita pelajari kembali ajaran adat kita yang berbunyi sbb :

"Bajalan ba nan tuo, balayie ba nakhodo, bakato ba nan pandai"

Pepatah diatas mengisyaratkan bahwa nenek moyang kita telah lebih dahulu memahami pola organisasi modern era sekarang ini. “Renungkanlah..!”.

Masih banyak diantara kita yang belum punya cita-cita hidup. Tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidup ini. Namun ada juga yang punya cita-cita, tetapi tidak tahu bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu.

Nenek moyang kita ribuan tahun yang lalu sudah tahu apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini, dan sudah tahu pula cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai cita-cita itu. Cobalah kita cermati pepatah berikut :

"Nak kayo kuek mancari, nak tuah bertabur urai.
Nak mulie tapeki janji, nak namo tinggakan jaso.
Nak pandai kuek baraja"

Salah satu syarat untuk bisa diterima dalam pergaulan ialah bila kita dapat membaca perasaan orang lain secara tepat. Dalam zaman modern hal ini kita kenal dengan ilmu empathi, yaitu dengan mencoba mengandaikan kita sendiri dalam posisi orang lain. Bila kita berhasil menempatkan diri dalam posisi orang lain, maka tidak mungkin kita akan memaksakan keinginan kita kepada orang lain. Dengan cara ini banyak konflik batin yang dapat dihindari. Pepatah mengajarkan dengan tepat sebagai berikut:

"Elok dek awak, katuju dek urang".

Segala sesuatu yang munurut pikiran sendiri adalah baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain. Kacamata yang dipakai mungkin sekali berbeda, sehingga pendapatpun berbeda pula. Kepala sama hitam, pikiran berbeda-beda.

Sebelum ilmu manajemen berkembang di tanah air Indonesia kita tercinta, sejak tahun 1950-an yang berlalu, telah lama meyakini bahwa “perencanaan yang matang” adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan. Pepatah berikut meyakini kita akan kebenarannya :

"Balabieh ancak-ancak, bakurang sio-sio, diagak mangko diagiehi, dibaliek mangko dibalah.
Bayang-bayang sepanjang badan, nan babarieh nan dipahek.
Nan baukue nan dikabuang, jalan nan luruih nan ditampuah.
Labuah pasa nan dituruik, di garieh makanan pahat.
Di aie lapehkan tubo, tantang sakik lakek ubek.
Luruih manantang barieh adat".

2. Baso basi jo sopan santun

Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.

Adat Minang menyebutkan sebagai berikut :

"Nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah sago.
Nan baiak iyolah budi, nan indah iyolah baso.
Kuek rumah dek basandi, rusak sandi rumah binaso.
Kuek bangso karano budi, rusak budi bangso binaso".

Adat Minang sejak berabad-abad yang lalu telah memastikan, bila moralitas suatu bangsa sudah rusak, maka dapat dipastikan suatu waktu kelak bangsa itu akan binasa. Akan hancur lebur ditelan sejarah.

Adat Minang mengatur dengan jelas tata kesopanan dalam pergaulan. Kita tinggal mengamalkannya. Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

"Nan tuo dihormati, nan ketek disayangi, samo gadang bawo bakawan
Ibu jo bapak diutamokan".

Budi pekerti adalah salah satu sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Begitu pula rasa malu dan sopan santun, termasuk sifat-sifat yang diwajibkan dipunyai oleh orang-orang Minang. Pepatah Minang memperingatkan :

"Dek ribuik rabahlah padi, di cupak Datuak Tumangguang.
Hiduik kok tak babudi, duduak tagak kamari cangguang.
Rarak kaliki dek binalu, tumbuah sarumpun ditapi tabek.
Kalau habih raso jo malu, bak kayu lungga pangabek".

Kehidupan yang aman dan damai, menjadi idaman Adat Minang. Karena itu selalu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari-hari diyakini akan menjauhkan kita dari kemungkinan timbulnya sengketa. Budi perkerti yang baik akan selalu dikenang orang, kendatipun sudah putih tulang di dalam tanah.

Pepatah menyebutkan sbb:

"Pucuak pauah sadang tajelo, panjuluak bungo linggundi.
Nak jauah silang sangketo, pahaluih baso jo basi.
Pulau pandan jauah ditangah, dibaliak pulau angso duo.
Hancua badan di kanduang tanah, budi baiak takana juo.
Nak urang koto ilalang, nak lalu ka pakan Baso.
Malu jo sopan kok lah ilang, habihlah raso jo pareso".

3. Tenggang raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana. Karena itu adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat.

Pepatah memperingatkan sebagai berikut:

"Bajalan paliharo kaki, bakato paliharo lidah.
Kaki tataruang inai padahannyo, lidah tataruang ameh padahannyo.
Bajalan salangkah madok suruik, kato sapatah dipikiaan".

Nan elok dek awak katuju dek urang
Lamak dek awak lamak dek urang
Sakik dek awak sakik dek urang".

4. Setia

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.

Pepatah menyebutkan sbb:

"Malompek samo patah, manyarunduak samo bungkuak.
Tatungkuik samo makan tanah, tatalantang samo minun aia.
Tarandam samo basah, rasok aia pulang ka aia, rasok minyak pulang ka minyak".

Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minang sama fanatiknya dengan orang Inggris. Right or wrong is my country. Kendatipun orang Minang “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minang akan melepaskan prinsip.

Pepatah adat mengajarkan sbb:

"Adat badunsanak, dunsanak patahankan adat bakampuang, kampuang patahankan adat banagari, nagari patahankan adat babangso".

artinya ;
Parang ba suku samo dilipek, Parang samun samo diadoki.

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, pengusaha Minang sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

5. Adil

Adil maksudnya mengambil langkah sikap yang tidak berat sebelah, dan berpegang teguh pada kebenaran. Bersikap adil semacam ini, sangat sulit dilaksanakan bila berhadapan dengan dunsanak sendiri. Satu dan lain hal karena adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi :

“Adat dunsanak, dunsanak dipatahankan”.

Adat Minang mengajarkan sbb :

"Bak-ati samo, maukua samo panjang
Tibo dimato indak dipiciangkan, tibo diparuik indak dikampihkan.
Tibo didado indak dibusuangkan, mandapek samo balabo.
Kahilangan samo marugi, maukua samo panjang".
Mambilai samo laweh, baragiah samo banyak.
Gadang kayu gadang bahannyo, ketek kayu ketek bahannyo.
Nan ado samo dimakan, nan indak samo dicari.
Hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah.
Gadang agiah baumpuak, ketek agiah bacacah".

6. Hemat dan Cermat

Pepatah adat menyebutkan sbb:

Ibarat manusia :

"Nan buto pahambuih saluang, nan pakak palapeh badia.
Nan patah pangajuik ayam, nan lumpuah paunyi rumah".
Nan binguang kadisuruah-suruah, nan buruak palawan karajo.
Nan kuek paangkuik baban, nan tinggi jadi panjuluak.
Nan randah panyaruduak, nan pandai tampek batanyo.
Nan cadiak bakeh baiyo, nan kayo tampek batenggang.
Nan rancak palawan dunia".

Ibarat tanah :

"Nan lereng tanami padi, nan tunggang tanami bamboo.
Nan gurun jadikan parak, nan bancah jadikan sawah.
Nan padek ka parumahan, nan munggu jadikan pandam.
Nan gauang ka tabek ikan, nan padang tampek gubalo.
Nan lacah kubangan kabau, nan rawan ranangan itiak.

Ibarat kayu :

"Nan kuek ka tunggak tuo, nan luruih ka rasuak paran, nan lantiak ka bubungan
Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan ketek ka tangkai sapu, nan satampok ka papan tuai.
Rantiangnyo ka pasak suntiang, abunyo pamupuak padi".

Ibarat bambu :

"Nan panjang ka pambuluah, nan pendek ka parian, nan rabuang ka panggulai".

Ibarat sagu :

"Sagunyo ka baka huma, ruyuangnyo ka tangkai bajak.
Ijuaknyo ka atok rumah, pucuaknyo ka daun paisok, lidinyo ka jadi sapu".

7. Waspada

Sifat waspada dan siaga termasuk sifat yang dianjurkan adat Minang seperti sbb :

"Maminteh sabalun anyuik, malantai sabalun lapuak.
Ingek-ingek sabalun kanai, sio-sio nagari alah, sio-sio utang tumbuah.
Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga-danga".

8. Berani karena benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amal makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sbb :

"Kok dianjak urang pasupadan, kok dialiah urang kato pusako.
Kok dirubah urang Kato Daulu, jan cameh nyawo malayang.
Jan takuik darah taserak, asalkan lai dalam kabanaran, basilang tombak dalam perang.
Sabalun aja bapantang mati, baribu sabab mandating, namun mati hanyo sakali".

"Aso hilang duo tabilang, bapantang suruik di jalan, asa lai angok-angok.
Asa lai jiwo-jiwo sipatuang, namun nan bana disabuik juo.
Sekali kato rang lalu, anggap angin lalu sajo, duo kali kato rang lalu.
Anggap garah samo gadang, tigo kali kato rang lalu, jan takuik darah taserak"


9. Arif, bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat. 

Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. 

Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.

Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minang, seperti kata pepatah berikut :

"Tahu dikilek baliuang nan ka kaki, kilek camin nan ka muko.
Tahu jo gabak diulu tando ka ujan, cewang di langik tando ka paneh.
Ingek di rantiang ka mancucuak, tahu didahan ka maimpok.
Tahu diunak kamanyangkuik, pandai maminteh sabalun anyuik".

Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sbb:

"Gunuang biaso timbunan kabukik, lurah biaso timbunan aia.
Lakuak biaso timbunan sampah, lauik biaso timbunan ombak.
Nan hitam tahan tapo, nan putiah tahan sasah.
Di sasah bahabih aia, dikikih bahabih basi".

10. Rajin

Sifat yang lain yang pantas dipunyai orang Minang menurut adat adalah rajin seperti kata pepatah berikut ini :

"Kok duduak marawuik ranjau, tagak maninjau jarah.
Nan kayo kuek mancari, nak pandai kuek baraja".

11. Rendah hati

Mungkin lebih dari separoh orang Minang hidup dirantau. Hidup dirantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain. Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas. Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Malaysia, Australia, Eropa, Amerika mereka hidup ditengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minang harus bersikap ?

Adat Minang memberi pedoman sbb:

"Kok manyauak di hilie-hilie, kok mangecek dibawah-bawah.
Tibo dikandang kambiang mangembek, tibo dikandang kabau manguak.
Dimano langik dijunjuang, disinan bumi dipijak, disitu rantiang di patah".

Berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang. Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu dilingkungannya.

Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri, “semoga, Aamiin”
-----
Sumber : https://blogminangkabau

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab