Melagukan Al Quran dengan Langgam Jawa, Bolehkah?

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ 
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. 
QS. Yusuf [12] : 2

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلْنَٰهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا ۚ وَلَئِنِ ٱتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم بَعْدَمَا جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا وَاقٍ 
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. 
QS. Ar-Ra`d [13] : 37 

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ ٱلْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا 
Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka. 
QS. Taha [20] : 113 

قُرْءَانًا عَرَبِيًّا غَيْرَ ذِى عِوَجٍ لَّعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ 
(Ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa. 
QS. Az-Zumar [39] : 28 

كِتَٰبٌ فُصِّلَتْ ءَايَٰتُهُۥ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لِّقَوْمٍ يَعْلَمُونَ 
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
QS. Fussilat [41] : 3 

وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لِّتُنذِرَ أُمَّ ٱلْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنذِرَ يَوْمَ ٱلْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۚ فَرِيقٌ فِى ٱلْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِى ٱلسَّعِيرِ 
Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam. 
QS. Ash-Shuraa [42] : 7 

إِنَّا جَعَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ 
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). 
QS. Az-Zukhruf [43] : 3 

وَمِن قَبْلِهِۦ كِتَٰبُ مُوسَىٰٓ إِمَامًا وَرَحْمَةً ۚ وَهَٰذَا كِتَٰبٌ مُّصَدِّقٌ لِّسَانًا عَرَبِيًّا لِّيُنذِرَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ وَبُشْرَىٰ لِلْمُحْسِنِينَ 
Dan sebelum Al Quran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. 
QS. Al-'Ahqaf [46] : 12 


Melagukan Al Quran dengan Langgam Jawa, Bolehkah? 

Muncul di tengah-tengah kita cara membaca Al Quran dengan Langgam Jawa, apakah seperti itu dibolehkan? 

Di dalam langgam Jawa tersebut terjadi pemaksaan cara baca. Begitu pula irama yang ditiru adalah irama lagu-lagu yang biasa dinyanyikan dalam lagu-lagu Jawa atau wayang. 

Memang ada beberapa maqamat atau cara melagukan Al-Quran yang disebutkan oleh para Qurra yaitu bayati, rast, nahawanad, siika, shabaa, dan hijaz. (Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 169799

Tentang hukum memakai maqamat tadi Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah menyatakan, “Tidak boleh bagi seorang mukmin membaca Al-Qur’an dengan nada-nada para penyayi. Yang diperintahkan bagi kita adalah membaca Al-Qur’an seperti yang dibaca oleh para ulama salaf kita yang shalih yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan yang mengikuti mereka. Caranya adalah memperindah bacaan dengan tartil, dengan meresapi dan khusyu’ sampai berpengaruh dalam hati yang mendengarkan maupun yang membaca. Adapun membaca Al-Qur’an dengan cara yang biasa dilakukan oleh para penyayi, seperti itu tidaklah dibolehkan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, 9: 290. Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 9330). 

Intinya, boleh saja melagukan Al-Quran sebagaimana perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ 

“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). 

Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’ adalah, 

يُحَسِّن صَوْته بِهِ 

“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.” 

Namun aturan dalam melagukan Al Qur’an harus memenuhi syarat berikut: 

  1. Tidak keluar dari kaedah dan aturan tajwid. 
  2. Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang diperintahkan. 
  3. Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. (Lihat Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, 1: 472) 
  4. Ada dua hal melagukan Al-Qur’an yang perlu diperhatikan: 
  5. Irama yang mengikuti tabiat asli manusia, tanpa memberat-beratkan diri, belajar atau berlatih khusus. Melagukan bacaan Al-Qur’an seperti ini dibolehkan. 
  6. Irama yang dibuat-buat, bukan dari tabiat asli, diperoleh dengan memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan dibutuhkan latiham sebagaimana para penyanyi berlatih untuk mahir dalam mendendangkan lagu. Melagukan semacam ini dibenci oleh para ulama salaf, mereka mencela dan melarangnya. Para ulama salaf dahulu mengingkari cara membaca Al-Qur’an dengan dibuat-buat seperti itu. (Zaadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim, 1: 474) 

Niat seseorang juga mesti diperhatikan. Karena tujuan membaca Al-Qur’an adalah untuk raih pahala. Raih pahala ini tentu saja harus didasari niatan ikhlas. Jangan tujuannya untuk menonjolkan kejawaan atau keindonesiaan atau kebangsaan dalam berinteraksi dengan Al Qur’an. Sikap seperti ini hanya menonjolkan ashabiyyah semata. 

Baca juga artikel terkait berikut :

Wallahul musta’an. Semoga mencerahkan. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. 

Sumber: https://muslim.or.id/

Komentar

Kajian Populer

Seputar amalan bid'ah yang di mabukkan oleh Ust. Abdul Somad

Inikah penyebab dendam tak berkesudahan NU pada Wahabi...?

Kedustaan Terhadap Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Rahimahullah