Jika suami meninggal, semua harta menjadi milik istri?
Ini adalah salah kaprah yang banyak diyakini oleh masyarakat. Yaitu ketika seorang suami meninggal, seluruh harta warisannya menjadi milik istrinya. Padahal jatah warisan istri telah Allah tentukan dalam Al Qur’an,
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan” (QS. An-Nisa’ [4]: 12).
Maka, istri mendapatkan harta warisan 1/4 atau 1/8 dari peninggalan suaminya. Bukan seluruhnya.
Ini adalah aturan waris yang Allah tetapkan langsung dalam Al Qur’an, tidak boleh dilanggar karena alasan adat, tidak enak, sungkan, atau alasan lainnya. Ingat, dalam Al Qur’an Allah Ta’ala mengancam dengan keras orang-orang yang tidak mau menerapkan hukum waris.
Mungkin ada yang bertanya “Jika istri hanya mendapat 1/4 atau 1/8, apa tidak kasihan? Bagaimana nafkah dia?”
Jawabannya:
Pertama, ketetapan ini adalah hukum Allah yang sudah paling adil dan tidak ada kezaliman sama sekali.
Kedua, jika istri miskin dan anak-anaknya mampu menafkahi, maka anak-anaknya lah yang wajib menafkahi. Jika istri masih punya ayah yang mampu menafkahi, maka ayahnya yang wajib menafkahi. Jika tidak ada ayah, maka para kerabat lain yang wajib menafkahi. Maka selalu ada orang yang bertanggung-jawab atas nafkahnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian” (QS. Al Baqarah [2]: 233).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan ayat “dan ahli waris pun berkewajiban demikian”, beliau rahimahullah berkata,
فدل على وجوب نفقة الأقارب المعسرين, على القريب الوارث الموسر
“Ayat ini menunjukkan bahwa kerabat yang berkemampuan wajib menafkahi kerabat yang kurang mampu” (Tafsir As Sa’di).
Jika ada yang bertanya, “Bagaimana jika para anak merelakan jatah warisnya untuk sang ibu (istri dari mayit) tersebut?”
Jawabannya, boleh saja jika memang semua ahli warisnya ridha tanpa paksaan. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta menjelaskan,
وإذا تنازل بعض الورثة عن نصيبه لآخر وهو بالغ رشيد جاز
“Jika sebagian ahli waris tanazul (merelakan sebagian hartanya) untuk ahli waris yang lain, sedangkan ia adalah orang yang baligh dan berakal, hukumnya boleh” (Fatawa Al Lajnah, no. 12881).
Dengan tetap meyakini bahwa aturan waris yang Allah tetapkan adalah yang paling adil dan paling
terbaik
. Dan andaikan sang anak tidak merelakan bagiannya untuk sang ibu, ia pun tidak tercela. Karena memang itu adalah hak dia, yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala.---
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id
Aplikasi Pembagian Harta Warisan secara online [KLIK DISINI]
Komentar
Posting Komentar