Sunnah itu mudah, sedangkan Bid'ah itu menyulitkan

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” [Al-Baqarah: 185]


ISLAM ITU AGAMA YANG MUDAH

Salah satu karakteristik ajaran Islam yang menonjol adalah mudah dan memudahkan. Ajaran (syariat) Islam tidak datang untuk mempersulit dan menyempitkan kehidupan manusia, ia justru datang untuk menjadi rahmat dan kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat. Allah jalla jalaaluhu, dalam sejumlah firmam-Nya dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa sabdanya, yang telah mendeklarasikan sendiri Islam sebagai agama yang mudah.

Allah berfiman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185) 

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذَا الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama ini mudah, tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam agama, melainkan ia akan terkalahkan.” (HR Bukhari)

يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا

“Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari.” (HR Bukhari)

إنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

“Sesungguhnya kalian diuntuk untuk memberi kemudahan, dan kalian tidak diutus untuk mempersulit.” (HR Bukhari)

Semua teks-teks diatas adalah bukti bahwa agama ini, sekali lagi, adalah mudah. Kemudahan Islam ada dalam dua sisi:

Pertama: Sisi taklif (beban-beban) yang Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya secara asal. Berikut beberapa contohnya,

Shalat lima waktu, pokok dari ibadah amaliyah dalam Islam. Jika kita perhatikan, waktu pengerjaan shalat secara keseluruhan dalam satu hari satu malam adalah sekitar 75 menit. Dengan rincian, setiap shalat menghabiskan waktu 10 menit, dan wudhu 5 menit. Sangat sedikit jika dibandingkan waktu yang kita miliki dalam satu hari. Belum lagi kemudahan yang lainnya, shalat ini tidak dilaksanakan secara sekaligus, akan tetapi dilaksanakan secara terpisah-pisah dalam 24 jam. Pelaksanaannya pun ditetapkan bukan pada waktu-waktu istirahat manusia.

Zakat, hanya 1/40 dari harta yang kita miliki berupa harta perdagangan, emas dan perak. Ini juga sangat mudah dan tidak sulit. Belum lagi kemudahan-kemudahan yang lainnya, diantaranya, tidak semua harta wajib dizakati. Harta yang dibutuhkan untuk keperluan kita sehari-hari, selain emas dan perak, tidak wajib dizakati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada kewajiban atas seorang muslim dalam budaknya dan kudanya.” (HR Bukhari)

Puasa, ia juga ibadah yang ringan. Hanya satu bulan dalam setahun. Hanya 1 dari 12 bagian waktu manusia diwajibkan untuk meninggalkan makanan, minuman dan hubungan intim seperti biasanya. Itu pun hanya dilakukan pada siang hari.

Haji, ayat Al Qur`an telah menegaskan bahwa haji hanya wajib bagi orang yang mampu. Allah berfirman (yang artinya), mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)

Maka, setiap yang Allah syariatkan, ia adalah mudah pada asalnya.

Kedua: Sisi rukhshah (keringanan) yang Allah tetapkan bagi orang yang tidak mampu melaksanakan beban-beban seperti diatas sebagaimana mestinya. Berikut beberapa contohnya,

Wajib bagi seorang muslim bersuci dengan air, baik untuk mengangkat hadas kecil atau hadas besar. Namun jika ia sakit dan khawatir atas dirinya sendiri, ia boleh bertayammum dengan tanah. Dalilnya firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6)

Wajib bagi seseorang melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri, namun jika ia tidak mampu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Imran bin Hushain, “Shalatlah sambil berdiri, jika engkau tidak mampu, sambil duduk. Jika engkau tidak mampu, sambil berbaring.” (HR Bukhari)

Jika seseorang memiliki harta yang tidak ada dalam genggamannya, harta dalam bentuk piutang orang lain kepadanya, maka ia tidak perlu meminjam uang kepada orang lain untuk membayar zakat. Ia baru dikenai kewajiban membayar zakat saat harta itu sudah berada dalam genggamannya.

Wajib bagi seseorang melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Namun jika ia sakit atau dalam perjalanan, maka ia boleh berbuka dan menggantinya pada bulan yang lain. Allah berfirman (yang artinya),  “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185) Jika ia tidak mampu berpuasa karena sakit manahun yang diperkirakan tidak akan sembuh lagi atau karena sudah terlalu tua, maka ia tidak perlu berpuasa dan cukup memberi makan kepada orang miskin sebanyak hari puasa yang ia tinggalkan.

Wajib bagi seseorang menunaikan haji sendiri jika ia mampu, namun jika ia tidak mampu secara fisik, dan ketidakmampuan itu bersifat permanen, sementara ia memiliki harta yang cukup untuk membiayai orang lain dalam melaksanakan haji untuknya, maka ia boleh mewakilkan ibadah hajinya kepada seseorang yang telah berhaji sebelumnya, dan haji tersebut sah untuknya. Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya haji adalah kewajiban yang Allah bebankan atas hamba-hamba-Nya, ayahku telah renta dan tidak mampu duduk diatas kendaraan, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Beliau bersabda, “Iya, berhajilah untuknya.” (HR Bukhari Muslim)

Dalam urusan nafkah, Allah berfirman (yang artinya), “hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At Thalaq: 7)

[Disarikan dari kitab ‘Mandzumatu Ushul al Fiqh wa Qawaa’iduhu’, hal. 63 – 66, karya al ‘Allamah Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin rahimahullah]

Sumber : sabilulilmi.wordpress.com

Simak video berikut :

Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?