Tentang Ahmad bin Zaini Dahlan

Tentang Ahmad bin Zaini Dahlan dan Sikap Ulama Ahlussunnah Terhadapnya 

A. Sekilas Tentang Sosok Ahmad Dahlan Menurut Para Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah 

Ia adalah seorang ulama besar dari kalangan Syafi’iyyah yang menjabat sebagai mufti Makkah. 

Tentangnya, maka telah berkata Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dalam muqaddimahnya terhadap kitab Shiyanah Al Insan, “Orang yang paling masyhur dari pencela-pencela (Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rohimahullah) adalah mufti Makkah Al Mukarramah, Ahmad Zaini Dahlan yang wafat tahun 1304 H. Ia telah mengarang sebuah risalah tentang itu yang seluruh permasalahannya berporos pada dua poros, yaitu: 

  • Poros kebohongan dan kedustaan atas Syaikh (Muhammad) 
  • Kebodohan yang mana ia menyalahkan yang sebenarnya benar.” 

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan hafizhahullah, “Di antara orang-orang yang mencegah dari dakwah tauhid adalah seorang laki-laki dari penduduk Makkah yang disebut Ahmad Zaini Dahlan. Ia telah menulis sebuah buku yang dimuati kesesatan dan kedustaan-kedustaan terhadap pendakwah-pendakwah tauhid, terlebih imam mereka, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahulloh.” [Sekapur sirih kitab Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 5)] 

B. Tentang Karangan-Karangannya 

Ia juga seorang ulama yang banyak menulis kitab-kitab yang dikatakan Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhohullah di dalam kitabnya, Al Bayan wa Al Isyhar, “Berkata sebagian orang-orang mulia dari kalangan ‘ulama Makkah, ‘Karangan-karangan Dahlan laksana bangkai yang tidak akan memakannya kecuali orang yang terpaksa. Ulama-ulama India, ‘Iraq, Nejed, dan selainnya telah membantahnya dan ‘menelanjanginya’ dan menjelaskan kesesatannya’” [Sebagaimana dalam catatan kaki Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 23-24)] 

Di antara karangan-karangan Ahmad bin Zaini Dahlan ini adalah: 

• Ad Duror As Saniyyah fi Radd ‘ala Al Wahhabiyyah 

Buku ini masuk ke dalam muatan dua bukunya yang lain, yaitu (1) Khulashah Al Kalam fi Bayan Umara’ Al Balad Al Haram dan (2) Al Futuhat Al Islamiyyah ba’da Madha Al Futuhat An Nabawiyyah 

• Fitnah Al Wahhabiyyah 

• Asna Al Mathalib fi Najah Abi Thalib 

Tentang bukunya yang pertama, Ad Duror As Saniyyah (Mutiara Berharga), berkata Syaikh Shalih bin Muhammad bin Hamd Asy Syatsri, “Telah sampai kepada kami di tahun pertama abad XIV sebuah risalah keji dan perkataan-perkataan lemah nun mengerikan karangan Ahmad bin Zaini Dahlan, seorang mufti tanah haram yang mulia (Makkah), yang diberinya judul Ad Durar As Saniyyah fi Ar Radd ‘ala Al Wahhabiyyah. Ia pantas diberi judul Adh Dharar As Samiyyah fi Ihlak Al Ummah Al Muhammadiyyah (Racun Berbahaya Untuk Membinasakan Umat Muhammad). 

Buku ini memuat kedustaan, kepalsuan, pengkaburan dakwahnya, dan bersandar kepada penghuni-penghuni kuburan (mayat-mayat). Di dalam bukunya itu ia telah bertindak lalim kepada ahli tauhid dengan fitnah dan kejelakan.” [Muqoddimah Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 23-24)] 

Di antara kedustaan dan kepalsuan yang menghiasi bukunya ini adalah pernyataannya di halaman  46, “Zhahir dari Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah ia menklaim bahwa ia seorang nabi akan tetapi ia tidak mampu menampakkannya secara tegas tetang itu.” Maka kita katakana, “Mahasuci Engkau ya Allah. Sesungguhnya ini adalah kedustaan besar!” 

Syaikh Muhammad Rosyid Ridha rahimahullah mengatakan, “Kami menduka bahwa Syaikh Ahmad Dahlan belum melihat kitab-kitab & risalah-risalah (karangan Syaikh Muhammad)… Setiap apa yang ia tulis dalam risalahnya (sesuai) apa yang ia dengar dari orang-orang yang dibenarkannya. Bukankah tatsabbut (mencari kebenaran berita) di dalamnya termasuk kewajibannya, dan mencari dan bertanya tentang kitab-kitab & risalah-risalahnya Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan menjadikan bantahannya atasnya. . Di dalamnya ia mengatakan (baca: membawakan) kabar-kabar bibir (kabar burung). Ia berkata, “Si Fulan telah berkata kepada kami.” Atau, “Konon dia (Syaikh Muhammad) itu begini. Jika benar, maka hukumnya begini.” [Shiyanah Al Insan (hal. 14)] 

Tentang bukunya yang kedua, Fitnah Al Wahhabiyyah,  berkata Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhohulloh, “Di dalamnya ia berbicara dengan sesuatu yang tidak dikenal. Di dalamnya ia mengatakan (baca: membawakan) kabar-kabar bibir (kabar burung). Ia berkata, “Si Fulan telah berkata kepada kami.” Atau, “Konon dia (Syaikh Muhammad) itu begini. Jika benar, maka hukumnya begini.” [Kutub Hadzdzara minha Al ‘Ulama (I/251)] 

Adapun tentang bukunya yang ketiga, Asna Al Mathalib fi Najah Abi Thalib, telah berkata Syaikh Rasyid Ahmad Al Kankuni Al Hindi rohimahullah –penulis Badzlul Majhud syarh Sunan Abi Dawud yang dinisbatkan kepada salah seorang muridnya, Ahmad Khalil, padahal yang benar kitab itu merupakan dikteannya yang ia diktekan kepada muridnya itu- dalam kitabnya, Al Barahin Al Qathi’ah ‘ala Zhawlam Al Anwar As Sathi’ah yang dicetak di India, “Sesungguhnya syaikhnya para ulama Makkah di zaman kami (dekat-dekat tahun 1303 H) telah menghukumi –berfatwa- berimannya Abu Thalib dan telah menyelisihi hadits-hadits shahih karena ia mengambil sogokan riba yang sedikit dari seorang rafidhah Baghdad.” 

Betapa bagusnya pernyataan Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam Al Bayan wa Al Isytihar, “Dan aku telah mendengar lebih dari satu dari kalangan ahli ilmu yang terpercaya berkata, ‘Sesungguhnya Dahlan ini adalah seorang Rafidhah akan tetapi ia menyembunyikan madzhabnya dan menamakannya (bersembunyi di balik naman) taklid kepada salah satu dari imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) dengan tujuan agar tujuan-tujuan kejinya tertutupi dan agar memperoleh jabatan-jabatan yang darinya ia mencari makan. Yang paling membuktikan kerafidhahannya yang jelek adalah karangannya sebuah buku yang berjudul Asna Al Mathalib fi Najdah Abi Thalib. Di dalamnya ia membantah nash-nash Al Quran dan hadits-hadits shahih mutawatir dengan nafsunya.’”  [Dinukil dari catatan kaki Ta’yid Al Malik Al Mannan (hal. 24)] 

Celakanya, fatwanya yang keji ini diikuti oleh seorang ulama yang cukup berpengaruh di Indonesia, terutama di Jawa, Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al Bantani Al Jawi dalam kitab tafsirnya yang banyak dipelajari di pesantren-pesantren tradisional, Muroh Labid li Kasyf Ma’na Quran Majid(II/201-202) ketika menafsirkan Surat Al Qashash ayat ke-56, “Sesungguhnya kamu tidak akan bias memberi hidayah kepada orang yang kamu cintai. Akan tetapi Allah memberi hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki. Dia lebih tahu orang-orang yang mendapat petunjuk.” 

C. Kaidah-Kaidah Bathilnya 

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah mengatakan bahwa kaidah-kaidah kebodohan yang di atasnya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan membangun bantahannya terhadap Wahhabiyyah, membolehkan berdoa kepada selain Allah Ta’ala dari kalangan para nabi dan orang-orang shalih yang telah wafat, beristighatsah (meminta tolong ketika dalam kesulitan) kepada mereka, dan mengadakan perjalan menuju kuburan-kuburan mereka untuk berdoa kepada mereka di sisinya, serta meminta dari mereka (penghuni kubur) agar dipenuhi hajat mereka, ada tiga (3), yaitu: 

  • Riwayat-riwayat bathil dan semaknanya berupa dengeng-dongeng, buah tidur, dan syair-syair yang tidak memiliki nilai di sisi ulama agama yang hanya laku di pasar orang-orang ‘awwam. 
  • Berdalil dengan nash-nash yang tidak menunjukkan dalil permasalahan yang ia bawakan secara syariat, seperti firman Allah.
  • Membolak-balikkan realita dan permasalahan dorongan mengikuti jama’ah kaum muslimin dan peringatan dari berpecah dari jama’ah. Menurutnya dan konsekuensi kebodohannya, jama’ah adalah mereka yang paling banyak jumlahnya. Klaim semacam ini bersebrangan dengan nash-nash Al Quran, hadits-hadits shahih, dan atsar-atsar Salafu Sholih. 

D. Para Ulama yang Membantah Doktrin-Doktrinnya 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Isra’ ayat ke-81: 

وَ قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَ زَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا 

“Dan katakanlah, ‘Telah datang kebenaran dan kebathilan telah lenyab. Sungguh, kebathilan itu pasti lenyap.” 

Karena bahanya pemikiran Ahmad Dahlan ini, maka para ulama di seluruh penjuru dunia Islam beramai-ramai membantah, mematahkan, menyingkap, dan menelanjangi kesesatannya itu. Di antara mereka adalah: 

• Al ‘Allamah Al Muhhaddits Asy Syaikh Muhammad Basyir As Sahsuani Al Hindi rohimahullah dalam kitabnya yang berjudul Shiyanah Al Insan ‘an Waswas Asy Syaikh Dahlan. Kitab ini sudah dicetak berulang kali, di antaranya adalah sebuah cetakan kelima tahun 1395 H/1875 M atas nafkah ‘Abdul ‘Aziz dan Muhammad Al ‘Abdullah Al Jamih. Dalam cetakan ini disertakan catatan kaki dari Syaikh Isma’il Al Anshari dan lainnya, tashhih dari Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Jibrin, dan muqaddimah cet. ke-2 dari Syaikh Muhammad Rasyid Ridha.

Tentang sejarah penulis kitab ini, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan bahwa Syaikh As Sahsuani pernah berkumpul dan berdebat dengan Ahmad Dahlan di Makkah tentang maslah tauhid yang merupakan asas dan pondasi dakwah Wahhabi dan menegakkan hujjah atasnya. Ketika kembali ke India, As Sahsuani pun menulis kitab ini. Akan tetapi kitab ini dicetak di zamannya dengan disisbatakan kepada Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim As Sindi, sebagaimana yang terjadi pada kitab Badzlul Majhud. Dan para ulama banyak melakukan hal semacam ini di masa-masa mereka. Ini dia kitab Nail Al Amani fi Ar Radd ‘ala (Yusuf) An Nabhani karya ‘Allamatul ‘Iroq Syaikh Mahmud Syukri Al Alusi rahimahullah yang dinisbatkan kepada Syaikh Abul Ma’ali Asy Syafi’i As Sulami [Priksa muqoddimah Syaikh Muh. Rasyid Ridha cet. ke-2 kitab Shiyanah Al Insan] 

• Syaikh ‘Abdul Karim bin Fakhruddin rohimahullah dalam kitabnya yang dicetak di Al Mathba’ah Al Anshariyyah Dehli, Al Haqq Al Mubin fi Ar Radd ‘ala Al Wahhabiyyah Al Mubtadi’in. 

• Syaikh Shwlih bin Muhammad Asy Syatsri rohimahullqh dalam kitabnya, Ta’yid Al Malik Al Mannan fi Naqdh Dhwlalat Dahlan, dicet. Darul Habib KSA dengan muqaddimah Syaikh Shalih Al Fauzan 

• Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin ‘Isa dalam kitabnya, Ar Radd ‘ala Ma Ja-a Kitab Khulashoh Al Kalam fi Ath Tha’n ‘ala Al Wahhabiyyah wa Al Iftira’ li Dahlan. 

E. Pengaruh Ahmad Dahlan di Indonesia 

Dia termasuk guru dari guru-gurunya orang Indonesia masa silam. Seperti yang dikhabarkan sendiri oleh Muhammad Ma’shum As Samarani As Safathuni dalam Tasywiq Al Khallan ‘ala Syarh Al Ajurumiyyah li Dahlan. Ia mengatakan, ‘Guru dari guru-guru kami…” 

Di jugalah yang telah memberikan rekomendasi kepada orientalis, zindiq munafik, dan pembantu penjajah Belanda Dr. Snouck Hurgronje untuk bisa masuk ke Indonesia. Pasalnya, ia juga bekerja sama dengan mufti Batavia yang bernama Syaikh ‘Utsman Al Batawi. Dengan kebredaannya di Indonesia, Belanda semakin jaya dan kuat berkat pemikiran-pemikirannya yang licik. Contohnya adalah perang yang terjadi di Aceh-Belanda juga di balik pemikirannya. [Priksa Api Sejarah Jilid I karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara] Ia juga termasuk penggerak Kristenisasi di Indonesia, meski ia telah mengikrarkan Islamnya (secara dusta) di Makkah yang disaksikan beberapa ulama di sana dan namanya menjelma menjadi ‘Abdul Ghaffar. 

Refrensi: 

  1. As-Sahsuani, Muhammad Basyir. 1395. Shiyanah Al Insan ‘an Waswas Asy Syaikh Dahlan 
  2. Asy-Syatsri, Sholih bin Muhammad. 1421. Ta’yid Al Malik Al Mannan fi Naqdh Dholalah Dahlan. Riyadh: Darul Habib 
  3. Salman, Masyhur bin Hasan Alu. Kutub Hadzdzoro mina Al ‘Ulama. KSA: Dar Ash Shomi’i 
  4. Al-Bantani, Muhammad Nawawi bin ‘Umar. 2011. Muroh Labid li Kasyf Quran Majid. Beirut: Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah 
  5. Amin, Syamsul. 2011. Sayyid Ulama Hijaz Biografi Muhammad Nawawi Banten. Yogyakarta: Pustaka Pesantren 
  6. As-Samaroni, Muhammad Ma’shum. Ttp. Tasywiq Al Khollan. Beirut: Al Maktabah Al ‘Ilmiyyah 
  7. Suryanegara, Ahmad Mansur. 2011. Api Sejarah. Bandung: 
  8. Dan lainnya 

Firman Hidayat bin Marwadi

Sumber : https://almarwadi.wordpress.com/


Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab