Hukum Wanita Muslimah Yang Tidak Pernah Memakai Jilbab
HUKUM PEREMPUAN MUSLIM YANG TIDAK PERNAH MEMAKAI JILBAB
Jilbab adalah bagian dari identitas seorang wanita muslim. Memakai jilbab bagi perempuan termasuk bagian dari perintah Allah swt untuk menutup aurat bagi kaum perempuan.Pemakaian jilbab menjadi polemik lagi di awal tahun 2021 dengan naiknya persoalan jilbab menjadi seragam di sebuah sekolah baik untuk muslim maupun bukan. Pembahasan mengenai jilbab di dunia modern sering sekali dilakukan sampai-sampai melupakan hukum asalnya. Lalu, bagaimanakah sebenarnya hukum pemakaian jilbab? Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istriistri orang-orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ketubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu”. Dan Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Mengenai hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wassalam juga bersabda :
2- عن عَائِشَةَ أنَّ أسْمَاءَ بِنْتَ أبي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم وقال: يا أسْمَاءُ إنَّ الْمَرْأةَ إذَا بَلَغَتِ المَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ لَها أنْ يُرَى مِنْهَا إلاَّ هٰذَا وَهٰذَا، وَأشَارَ إلى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ . قالَ أَبُو دَاوُدَ هَذَا مُرْسَلٌ خَالِدُ بنُ دُرَيْكٍ لَمْ يُدْرِكْ عَائِشَةَ رضي الله عنها [رواه أبوداود في سننه, 4140]
"Telah menceritakan pada kami Ibnu Basyar, telah menceritakan pada kami Abu Dawud, telah menceritakan pada kami Hisyam, dari Qatadah, bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wassalam bersabda: “Sesungguhnya seorang perempuan jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali wajahnya dan kedua (telapak) tangannya sampai tulang pergelangan tangan (sendi)”. (HR. Abu Dawud, al-Marâsil, no. 406)
Jilbab, berasal dari kata jalbaba yang berarti memakai baju kurung. Para ulama berbeda pendapat mengenai arti jilbab. Sebagian ulama mengartikannya baju kurung, sedang ulama lainnya mengartikannya baju wanita yang longgar yang dapat menutupi kepala dan dada. Al-Asy’ariy berpendapat bahwa jilbab ialah baju yang dapat menutupi seluruh badan. Ulama lainnya berpendapat, bahwa jilbab ialah kerudung wanita yang dapat menutupi kepala, dada, punggung (Ibnu Manzur, Lisân al-‘Arab, entri. jalaba). Menurut Ibnu Abbas, jilbab ialah jubah yang dapat menutup badan dari atas hingga ke bawah (al- Qasimiy, XIII: 4908). Menurut al-Qurtubiy, jilbab ialah baju yang dapat menutup seluruh badan (al-Qurtubiy, VI: 5325).
Dari penjelasan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa jilbab mempunyai dua pengertian:
1. Jilbab ialah kerudung yang dapat menutup kepala, dada dan punggung yang biasa dipakai oleh kaum wanita.
2. Jilbab ialah semacam baju kurung yang dapat menutup seluruh tubuh, yang biasa dipakai kaum wanita.
Dari keuda pengertian tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan jilbab ialah pakaian wanita yang terdiri dari kerudung dan baju kurung yang dapat menutup seluruh auratnya. Atau dengan pengertian lain, jilbab adalah pakaian perempuan muslimah yang menutupi aurat, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, yang terdiri dari kerudung dan sejenis baju kurung. Oleh karena itu perlu diluruskan pandangan kita selama ini di Indonesia, yang cenderung mempersempit makna jilbab menjadi hanya sekedar penutup kepala saja.
Dari sini juga disimpulkan, bahwa wanita muslimah jika sudah menginjak dewasa tidak diperbolehkan memperlihatkan auratnya, selain kepada 13 kelompok orang sebagaimana tersebut dalam surat An-Nur ayat 31. Sedang syarat-syarat jilbab yang baik di antaranya adalah: tidak tipis/transparan, tidak ketat sehingga nampak lelukan tubuhnya, dan tidak kecil sehingga bagian dada kemungkinan nampak dan tidak tertutupi.
Tugas utama manusia sebagai makhluk Allah swt, yaitu menyembah atau beribadah kepada-Nya, sesuai dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. [الذاريات (51): 56]
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz-Dzariyat:56)
Dalam beribadah dan menghamba kepada-Nya, manusia diberikan pedoman olehAllah berupa ketentuan-ketentuan yang mengatur sendi-sendi kehidupan manusia.Pedoman itu berupa perintah dan larangan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan penjelasandari Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wassalam sebagai penutup para Nabi, yaitu berupa apa yang kita kenalsebagai Hadits/Sunnah. Jika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, makabagi seorang muslim, harus ridha dan tidak ada pilihan lain baginya. Allah berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً. [الأحزاب (33): 36]
Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat (dengan) kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahzab: 36).
Satu kriteria manusia yang terbaik sebagaimana disebut oleh al-Qur’an adalah mereka yang bertakwa, yaitu mereka yang mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu perintah Allah terkait dengan mereka kaum perempuan adalah masalah menutup aurat, dengan salah satunya memakai jilbab, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nur ayat 31.
Namun jiwa manusia, menurut al-Qur’an diberikan dua potensi atau kecenderungan, yaitu potensi berbuat baik (taqwa) dan potensi berbuat buruk (fujur), sebagaimana firman Allah,
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا. [الشمس (91): 7-8]
Artinya: “dan (demi) jiwa serta penyempurnaan (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS Asy-Syams: 7-8).
Oleh karena itu wajar jika kita dapati, ada manusia yang cenderung mengembangkan potensi baiknya, yaitu mereka orang-orang yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Namun ada juga mereka yang cenderung mengembangkan potensi buruknya, di mana akhirnya mereka cenderung menjauh dari Allah dan terbenam dalam perbuatan-perbuatan dosa yang dilarang-Nya, seperti mereka para perempuan yang membuka auratnya. Perlu kita ketahui, hidup dan mati manusia itu hanyalah ujian dari Allah swt, untuk mengetahui siapa saja hamba-Nya yang paling baik amalnya. Sebagaimana firman Allah,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ. [الملك (67): 2]
Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Dari paparan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa perempuan muslim (muslimah) yang tidak memakai jilbab selama hidupnya, termasuk kelompok mereka yang tidak mematuhi perintah Allah swt dan Rasul-Nya sebagaimana diterangkan sebelumnya. Untuk itu, kami menganjurkan bagi para muslimah agar mentaati perintah Allah, dalam hal ini memakai jilbab untuk menutup auratnya sesuai dengan syarat-syarat berjilbab yang baik. Juga menjadi kewajiban bagi saudara untuk mengingatkan saudara anda para muslimah dalam hal ini.(sul)
Sebab Turunnya Ayat Tentang Kewajiban Hijab Istri Nabi SAW
Terdapat riwayat sebab turunnya ayat kewajiban hijab istri Rasulullah SAW.
Dalam Alquran, Allah telah berfirman tentang hijab atau tabir. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 53-54:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا إِنْ تُبْدُوا شَيْئًا أَوْ تُخْفُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan menganggu Nabi lalu Nabi malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbutan itu adalah amat besar dosanya di sisi Allah. Jika kamu melahirkan sesuatu atau melahirkannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Dalam buku “Tafsir Wanita: Penjelasan Lengkap Tentang Wanita Dalam Alquran” karya Syekh Imad Zaki Al-Barudi dijelaskan, Ibnu Jauzi berkata dalam kitab Zaad Al-Masir, ada enam pendapat mengenai sebab turunnya ayat tersebut.
Di antara enam pendapat itu, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Anas bahwa sesungguhnya Rasulullah tatkala menikah dengan Zainab bin Jahsy dia mengundang masyarakat untuk menghindari pernikahannya.
Lalu mereka makan dan duduk serta mereka berbicang-bincang. Maka Rasulullah beranjak seakan-akan mau berdiri namun mereka tidak bangkit berdiri juga.
Maka tatkala melihat seperti itu, Rasulullah berdiri dan beberapa kaum berdiri juga, namun masih ada tiga yang tetap duduk. Maka sampai Rasulullah datang dan kembali masuk. Namun orang-orang itu masih duduk-duduk saja.
Maka Rasulullah kembali dan mereka pun berdiri. Akhirnya mereka pun beranjak pulang dan saya datang mengabarkan pada Rasulullah bahwa mereka telah pulang. Maka Rasulullah datang hingga beliau pun masuk dan saya masuk. Lalu, Rasulullah memasang hijab antar saya dengan dia, dan Allah menurunkan ayat tersebut.
Pendapat yang lainnya, dikatakan bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab memerintahkan istri-istri Rasulullah untuk memakai hijab. Maka Zainab berkata, “Wahai Ibnu Al-Khattab, sesungguhnya engkau adalah lelaki yang sangat cemburu atas kami, sedangkan wahyu turun di rumah-rumah kami.” Maka turunlah ayat tersebut. ini dikatakan Ibnu Mas’ud.
Syekh Imad Zaki Al-Barudi menjelaskan, alasan disebutkannya sebab turunnya ayat tersebut karena akan sangat membantu untuk bisa memahami ayat ini dengan lebih baik, yakni bahwa orang-orang kala itu masuk ke rumah Rasulullah, maka mereka pun melihat sebagian istri Rasulullah dan mereka juga melihat pada mereka.
Maka, Allah melarang kaum Muslimin untuk melakukan itu dan memerintahkan istri-istri Rasulullah untuk memakai hijab, yakni menutup kain agar tidak dilihat laki-laki.
Wallahu a’lam bish-shawab.
----
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No.20, 2010
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No.20, 2010
Komentar
Posting Komentar