Adakah Keturunan Nabi Muhammad Itu?

Sesungguhnya Keturunan Nabi Muhammad di Indonesia terputus, berikut bantahan mereka :

Sumber video : https://www.facebook.com

Adakah Keturunan Nabi Muhammad Itu?

Atau, apakah Nabi Muhammad itu mempunyai keturunan? Betulkah para habib dan habibah, sayyid dan sayyidah, syarif dan syarifah itu keturunan Nabi Muhammad?

Jawaban itu tergantung bagaimana kita mempercayai "teori keturunan" (lineal descent) itu. Dalam antropologi, keturunan bisa bersifat matrilineal atau patrilineal, tergantung apakah kelompok masyarakat atau komunitas itu menelusuri jejak keturunan mereka melalui jalur ibu (seperti orang Minangkabau khususnya, atau  umumnya dalam masyarakat/komunitas yang menganut sistem matriarchy) atau jalur ayah (seperti dalam masyarakat / komunitas yang menganut sistem patriarchy).

Masyarakat Arab pada umumnya adalah "masyarakat patriarkhi" dan oleh karena itu, mereka menyematkan keturunan melalui jalur ayah (laki-laki), bukan jalur ibu (perempuan). Misalnya dalam penamaan anak, maka akan selalu "Fulan bin Mamat" misalnya, bukan "Fulan binti Mimin".

Nah, kalau "teori patriarkhi" ini dipakai, maka mereka yang selama ini mengklaim sebagai "keturunan Nabi" itu (seperti kaum habib/habibah, sayyid/sayyidah, atau syarif/syarifah) dianggap tidak valid karena tidak ada anak laki-laki Nabi Muhammad, berdasarkan informasi sejarah yang dipercayai oleh umat Islam, yang memiliki keturunan.

Menurut catatan sejarah Islam, Nabi Muhammad mempunyai tujuh anak (3 laki-laki dan 4 perempuan), semua lahir dari rahim Khatijah Binti Khuwailid (istri pertama Nabi), kecuali satu anak (Ibrahim) yang konon lahir dari Maria al-Qibtiyyah, seorang perempuan yang berlatar Kristen Koptik, yang dinikahi Nabi. Tujuh anak tersebut adalah: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, Qasim, Abdullah, dan Ibrahim.

Itupun masih kontroversi. Konon Aisyah (istri Nabi yang lain) menganggap Ibrahim itu putra sepupu Maria yang bernama Juraih yang juga seorang Kristen Koptik. Antara Syiah dan Sunni juga berbeda pendapat tentang putri-putri beliau. Jika Sunni menganggap empat perempuan tadi adalah putri-putri Nabi Muhammad, maka Syiah menganggap hanya Fatimah saja yang putri beliau, sementara tiga yang lain sudah ada di rumah Khatijah sebelum menikah dengan Nabi.

Meski begitu, baik Syiah maupun Sunni mempercayai hanya Fatimah lah yang bisa meneruskan keturunan karena semua anak-anak Nabi wafat ketika masih kecil. Fatimah ini kelak dinikahi oleh Ali putra Abu Thalib. Abu Thalib sendiri masih tergolong paman Nabi Muhammad dan lama mengasuh beliau tapi uniknya menolak masuk Islam sampai akhir hayatnya.

Dari pernikahan Fatimah binti Nabi Muhammad dan Ali bin Abu Thalib inilah kemudian melahirkan Hasan dan Husain. Setelah Fatimah wafat (setelah dinikahi selama 10 tahun), Ali kemudian menikah lagi (dan baru berpoligami) dengan tiga perempuan, yaitu Asma Binti Umais, Umamah Binti Zainab, dan Fatimah Binti Huzam yang dikenal dengan sebutan "Umm al-Banin" karena banyak anak). Pernikan Ali dengan Fatimah binti Huzam ini juga melahirkan keturunan atau generasi yang kelak disebut "Alawi" (keturunan Ali).

Nah, dari Hasan dan Husain inilah yang menurunkan para habib/habibah, sayyid/sayyidah, atau syarif / syarifah itu. Jadi, kalau mengikuti "teori patriarkhi", maka mereka itu keturunan Ali, bukan keturunan Fatimah.

Tetapi konon ada sebuah Hadis yang mengatakan atau menegaskan bahwa Nabi Muhammad menganggap anak-cucu yang lahir dari rahim putrinya, Fatimah, sebagai "keturunannya". Mungkin saja itu dilakukan karena beliau menyadari putra-putranya tidak ada yang mempunyai anak dan semua wafat mendahului beliau.

Nah, dalil inilah, antara lain, yang dipakai oleh para habib/habibah, sayyid / sayyidah, atau syarif / syarifah itu yang mengklaim sebagai "keturunan" Nabi Muhammad, meskipun kalau menurut "teori patriarkhi", mereka keturunan Ali, bukan Muhammad. Tapi kalau mereka menganut sistem matriarkhi ya berarti Fatimah sebagai leluhur asal-usulnya.

Disini ada keunikan atau kejanggalan. Kalau mereka mengikuti "sistem matriarkhi", kenapa mereka (pada umumnya) melarang perempuan-perempuan habibah, sayyidah atau syarifah untuk menikah dengan laki-laki non-sayyid, non-habib, atau non-syarif dengan alasan untuk "memeliharan dan menjaga keturunan"?

Kenapa hanya para habib, sayid atau syarif saja yang boleh menikah dengan non-habibah, non-sayyidah, atau non-syarifah? Itu berarti mereka mempercayai keturunan itu dari jalur laki-laki seperti dalam sistem patriarkhi.

Tapi jika mereka mengikuti "sistem patriarkhi", kenapa mereka selalu menisbatkan diri sebagai keturunan Fatimah Binti Muhammad dan "malu-malu kucing" mengakui sebagai "keturunan Ali"?

Nah.., bagi kita tidak masalah mau menisbatkan diri ke siapa, saya tetap menghormati "keluarga Nabi" (ahlul bait). Tetapi meskipun mereka mengaku atau berasal dari keluarga Nabi atau bahkan malaikat (misalnya) tetapi kalau perilaku sosial dan individualnya amburadul ya tetap saja akan kita kritik.

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia [1]


Baca juga : 

(1) "HABIB itu "bukan" GELAR dari NABI MUHAMMAD ﷺ" klik :

(2) "Ahli Bait, Bukan Sekedar Pengakuan", klik :

Catatan Kaki

[1] Sumanto Al Qurtuby

Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?