Pengertian Qiyas sebagai Sumber Hukum Islam yang Keempat

Simak vedeo ilustrasi berikut :

(1) UAH menyamakan bid'ah dengan qiyas?


(2). Ust. Badrussalam "zakat beras bukan bid'ah, malud nabi bid'ah"


3. UAS menqiyaskan tabur bunga (tasyabbuh, tradisi kristen) di kuburan dengan hadis menancapkan pelepah korma di kuburan :


(4) Ust. Firanda Andirja menjelaskan apa itu qiyas 


Pengertian Qiyas sebagai Sumber Hukum Islam yang Keempat

Qiyas adalah satu dari empat sumber hukum Islam yang disepakati para ulama. Dalam hal ini, qiyas menempati posisi keempat, setelah Al Quran, hadits, dan ijma.

Secara bahasa, kata qiyas (قياس ) berasal dari akar kata qaasa-yaqishu-qiyaasan (قياسا يقيس قاس) yang artinya pengukuran. Para ulama ushul fiqih mendefinisikan qiyas dalam redaksi yang beragam namun memiliki makna yang sama.

Menurut istilah qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak memiliki nash hukum dengan sesuatu yang ada nash hukum berdasarkan kesamaan illat atau kemaslahatan yang diperhatikan syara.

Qiyas juga dapat diartikan sebagai kegiatan melakukan padanan suatu hukum terhadap hukum lain.

Al Ghazali dalam al-Mustashfa mengartikan qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang lain dalam menetapkan hukum atau meniadakan hukum dari keduanya. Penetapan atau peniadaan ini dilakukan karena adanya kesamaan di antara keduanya.

Dalam buku Ushul Fiqih Jilid I yang ditulis oleh Amir Syarifudin, dijelaskan bahwa kasus-kasus tertentu yang hukumnya ditetapkan Allah SWT sering memiliki kesamaan dengan kasus lain yang hukumnya tidak ditetapkan. Sehingga, atas kesamaan sifat tersebut, maka hukum yang sudah ditetapkan dapat diberlakukan kepada kasus serupa yang lain.

Imam Syafi'i menyebut kedudukan qiyas lebih lemah daripada ijma. Sehingga, qiyas menduduki tempat terakhir dalam kerangka sumber hukum Islam. Dalam kitab Ar-Risalah karangannya, Imam Syafi'i mengatakan bahwa antara qiyas dan ijtihad adalah dua kata yang bermakna satu.

Berikut dasar penggunaan dan rukun qiyas

A. Dasar penggunaan qiyas

Mayoritas ulama melakukan qiyas atas dasar perintah untuk mengambil pelajaran atau berijtihad. Menurut jumhur ulama, qiyas termasuk mengambil pelajaran dari suatu peristiwa. Dikutip dari buku Qiyas: Sumber Hukum Syariah Keempat oleh Ahmad Sarwat, dasar qiyas juga merujuk pada surat An Nisa ayat 59, yaitu perintah untuk kembali kepada Allah dan Rasul.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ - ٥٩

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An Nisa: 59)

Dalam tafsir Mafatih Al-Ghaib, Al-Fahru ar-Razi menafsirkan bahwa maksud dari mengembalikan urusan kepada Allah dan Rasul dalam ayat tersebut adalah perintah untuk menggunakan qiyas. Pendapat ini diperkuat dengan penggunaan Quran dan Sunnah Rasulullah SAW dalam qiyas, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam istilah qiyas.

B. Rukun qiyas

Dikutip dari buku Ushul Fiqih oleh Amrullah Hayatudin, qiyas terdiri dari empat rukun dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Antara lain sebagai berikut:

1. Ashl

Ashl adalah kasus lama yang sudah ada ketetapan hukumnya baik dalam nash maupun ijma. Ashl sering disebut sebagai musyabbah bih atau yang diserupai dan maqis 'alaih atau tempat mengqiyaskan. Dalam arti sederhana, ashl adalah kasus yang akan digunakan sebagai ukuran atau pembanding.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ashl untuk dapat dijadikan qiyas. Ashl harus memiliki hukum yang bersifat tetap. Ketetapan hukum tersebut harus berdasar pada jalur sam'isyar'i bukan aqli. Jalur ini juga digunakan untuk mengetahui illat pada ashl.

Selain itu, ketetapan hukum pada ashl harus bukan berdasarkan qiyas, melainkan karena nash atau ijma. Ashl juga tidak diperbolehkan keluar dari aturan-aturan qiyas.

2. Far'u

Far'u adalah kasus yang akan dicari hukumnya atau disamakan dengan kasus yang sudah ada hukumnya. Beberapa syarat yang menjadikan far'u dapat ditetapkan dalam qiyas antara lain far'u belum memiliki hukum yang ditetapkan berdasarkan nash atau ijma, harus ditemukan illat ashl pada far'u dengan kadar sempurna dan tidak boleh kurang dari kadar illat yang terdapat pada ashl.

3. Hukum Ashl

Hukum ashl adalah hukum syara yang ditetapkan oleh nash dan dikehendaki untuk menetapkan hukum terhadap far'u.

4. Illat

Secara bahasa, illat dapat diartikan sebagai hujjah atau alasan. Illat menjadi landasan dalam hukum ashl. Dalam pengertian lain, illat disebut juga dengan kemaslahatan yang diperhatikan syara. Illat inilah yang menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan qiyas.

Sumber : https://www.detik.com/edu/

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab