Ta’wil Terhadap Ayat Tentang Sifat Allah dan hukumnya
Simak penjelasan di video berikut :
"Di sinilah letak kesalahan kelompok Asyairah"
Oleh : Dr Helmi Basri, Lc, MA
(Doktor Alumni Maroko, Dosen UIN Suska Riau)
Sumber video : https://fb.watch/
Ta’wil Terhadap Ayat Tentang Sifat Allah
Ta’wil (penyelewengan makna) terhadap ayat maupun hadits tentang sifat-sifat Allah. Yang melakukan ta’wil adalah kelompok Jahmiyah dan Mu’tazilah. Demikian pula kelompok ‘Asyairah yang melakukan ta’wil terhadap sebagian sifat Allah. Adapun Ahlussunnah wal jamaah dikenal bahwasanya akidah mereka meyakini dengan benar dan tidak melakukan ta’wil. Mereka meyakini terhadap ayat dan hadits tentang sifat sebagaimana adanya tanpa melakukan tahrif, ta’thil, dan tidak pula takyif maupun tamtsil. Hal itu semua tidak pernah dilakukan terhadap sifat-sifat Allah seperti sifat al istiwa’, al qadam (telapak kaki), al yad (tangan), al ashabi’ (jari-jamari), ad dhahak (tertawa), ar ridha (ridha), al ghadhab (marah). Sifat-sifat tersebut mereka yakini sebagaimana adanya dengan iman yang benar bahwasanya itu semua dalah sifat Allah Ta’ala, wajib ditetapkan untuk Allah sesuai dengan keagungan-Nya tanpa melakukan tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.
Sebagian manusia melakukan ta’wil terhadap sifat tertawa dengan sifat ridha, sifat mahabbah (cinta) dengan iradah (berkehendak) untuk memberi pahala, begitu pula dengan sifat rahmat. Ahlussunnah tidak meridhai perbuatan semacam itu. Kewajiban seorang muslim adalah tetap mengimaninya seperti apa yang ada dalam Al Quran dan hadits, dan meyakini bahwa itu semua benar. Allah Ta’ala mencintai dengan kecintaan yang hakiki sesuai dengan keagungan-Nya, tidak seperti rasa cinta yang ada pada makhluknya. Demikian pula sifat Allah yang lainnya seperti sifat ridha, marah, dan benci. Itu semua adalah sifat yang hakiki yang Allah telah sifatkan untuk diri-Nya sesuai dengan keagungan Allah dan sama sekali tidak serupa dengan sifat yang ada pada makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِير
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah. Dia Zat Yang Maha mendengar lagi Maha Melihat” (Asy Syuura:11).
Demikian pula sifat tertawa dan istiwa’ bagi Allah yang terdapat dalam nash merupakan sifat tertawa dan istiwa’ yang hakiki sesuai dengan keagungan-Nya, tidak serupa dengan satupun dari sifat makhluknya.
Tidak boleh melakukan ta’wil menurut Ahlussunnah wal jama’ah. Seorang muslim wajib membiarkan ayat dan hadits tentang sifat sesuai makna yang ada, disertai keimanan bahwasanya sifat tersebut benar merupakan sifat bagi Alah yang sesuai dengan keagungan-Nya. Adapun melakukan tafwidh maka juga tidak boleh. Imam Ahmad berkata tentang ahlu tafwidh (orang yang melakukan tafwidh):
إنهم شر من الجهمية
“Ahlu tafwidh lebih rusak daripada Jahmiyyah”
Yang dimaksud tafwidh adalah seseorang mengatakan, “Makna ayat dan hadits tentang sifat Allahu ‘alam (Allah yang lebih tahu) “. Yang demikian ini tidak boleh, karena makna tentang ayat dan hadits sifat sudah jelas diketahui oleh para ulama.
Imam Malik rahimahullah pernah berkata:
الاستواء معلوم، والكيف مجهول
“Sifat istiwa’ sudah maklum (jelas diketahui maknanya), dan kaifiyahnya majhul (tidak diketahui bagaimana caranya).”
Perkataan serupa juga diriwayatkan dari Imam Rabi’ah bin Abdirrahman dan yang lain dari para ulama. Makna tentang sifat istiwa’ sudah jelas diketahui. Ahlussunah mengetahui maknanya, demikian juga sifat ridha, marah, mahabbah, istiwa’, tertawa, dan sifat yang lain. Maknanya sudah diketahui dan tidak mengandung makna yang lain. Makna tertawa bukanlah ridha, makna ridha bukan marah, makna marah bukan mahabbah, makna melihat bukan mendengar. Seluruh sifat-sifat tersebut sudah jelas maknanya bagi Allah Ta’ala, akan tetapi tidak sama dengan sifat para makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
فَلاَ تَضْرِبُواْ لِلّهِ الأَمْثَالَ
“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (An Nahl:74).
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat“ (Asy Syuura :11).
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (Al Ikhlas:4).
Inilah keyakinan yang benar yang diyakini oleh Ahlussunnah wal jama’ah dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut mereka yang mengikuti mereka dengan baik. Barangsiapa yang melakukan ta’wil maka telah menyelisihi Ahlussunnah wal Jama’ah. (Lihat: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/4744)
HUKUMNYA MENTAKWIL SIFAT-SIFAT ALLAH TA’ALA
Pertama: Akidahnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada tauhid Asma’ dan Sifat adalah bahwa mereka beriman dengan apa yang ada di dalam Kitabullah –‘Azza wa Jalla- dan dengan apa yang telah ditetapkan riwayatkan dari Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tanpa ditakwil, diserupakan, dirubah dan ditiadakan, mereka mensifati Allah –Ta’ala- dengan sifat yang telah Dia sifati sendiri dan dengan sifat yang telah disifati oleh Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- berkata:
“Ahlus sunnah telah berkonsensus dalam meyakini Sifat-sifat Allah yang tertera di dalam al Qur’an dan Sunnah dan mengimaninya, dan membawanya kepada makna yang hakiki bukan kepada makna majas (kiasan), hanya saja mereka tidak menyerupakan dengan sesuatu apapun, dan mereka tidak membatasinya pada sifat tertentu. Adapun para ahli bid’ah, Jahmiyah, semua Mu’tazilah dan Khawarij, mereka semua mengingkarinya, dan tidak membawa makna sifat-sifat Allah tersebut kepada makna yang hakiki”. (At Tamhid: 7/145)
Kedua: Barang siapa yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah secara keseluruhan dan menafikannya dari Allah –Ta’ala-, seperti halnya kelompok Batiniyyah, Jahmiyyah yang melampaui batas, maka dia adalah kafir, keluar dari agama, mendustakan al Qur’an dan sunnah dan mencederai ijma’ (konsensus) semua umat Islam.
Demikian juga seseorang yang mengingkari salah satu Sifat dan Nama Allah yang telah Dia tetapkan di dalam al Qur’an maka dia telah kafir; karena yang menjadi patokan kekufurannya adalah karena dia mendustakan al Qur’an.
Adapun bagi seseorang yang mentakwil sifat-sifat Allah, merubah dari makna-Nya yang sebenarnya, seperti seseorang yang mentakwil sifat Tangan Allah dengan kekuasaan, dan kata istawa (bersemayam) dengan kata istaula (menguasai) dan lain sebagainya, maka dia telah melakukan kesalahan pada takwilnya karena tidak sesuai dengan makna yang nampak jelas, termasuk pelaku bid’ah sesuai dengan kadar penyimpangannya terhadap sunnah, keluar dari jalannya ahlus sunnah wal jama’ah. Di situ ada unsur bid’ah yang sesuai dengan kadar penyimpangannya terhadap sunnah, akan tetapi dia tidak serta merta menjadi kafir karena takwil tersebut, karena bisa jadi dia dimaafkan dengan ijtihad dan takwilnya berdasarkan kondisi keilmuan dan keimanannya, yang menjadi ukuran adalah dalam rangka untuk mencari apa yang dibawa oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan keinginan kuat untuk mengikuti beliau.
Ibnu Baaz –rahimahullah- berkata:
“Tidak boleh mentakwil sifat-sifat Allah, tidak juga mengalihkan dari makna yang dzahir yang sesuai dengan Allah, juga tidak menyerahkan maknanya sepenuhnya kepada-Nya, semua itu termasuk keyakinan ahli bid’ah. Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mereka tidak mentakwil ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah, mereka tidak mengalihkan dari makna yang dzahir, juga tidak menyerahkan maknanya sepenuhnya kepada Allah, akan tetapi mereka meyakini semua makna yang terkandung di dalamnya adalah benar dan paten milik Allah, yang layak untuk-Nya –subahanah- yang tidak serupa dengan makhluk-Nya”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 2/106-107)
Beliau –rahimahullah- juga pernah ditanya:
“Apakah Asy’ariyyah termasuk ahlus sunnah wal jama’ah atau tidak ?, apakah kita menghukumi mereka termasuk bagian dari madzhab atau mereka sebagai orang kafir ?”
Beliau menjawab:
“Asy’ariyyah termasuk Ahlus Sunnah pada mayoritas permasalahan, akan tetapi mereka tidak termasuk dalam ahlus sunnah ketika mereka mentakwil sifat-sifat Allah, mereka tidak termasuk orang kafir, bahkan di antara mereka terdapat para imam, para ulama, dan orang-orang pilihan, akan tetapi mereka telah melakukan kesalahan dalam hal mentakwil sebagian sifat-sifat, mereka telah menyelisihi ahlus sunnah dalam beberapa masalah; di antaranya adalah mentakwil mayoritas sifat-sifat Allah, mereka telah melakukan kesalahan dalam melakukan takwil, yang menjadi keyakinan ahlus sunnah adalah memahami ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah sesuai dengan yang ada, tanpa mentakwil, meniadakan, merubah, dan menyerupakan dengan sesuatu”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 28/256)
Syeikh Abdul Aziz Ar Rajihi pernah ditanya:
“Apakah jika telah ditetapkan bahwa ‘Asy’ariyah telah mentakwil sifat Allah, secara langsung mereka menjadi kafir ?
Beliau menjawab:
“Tidak, orang yang melakukan takwil, tidak serta merta menjadi kafir, orang yang mengingkari salah satu Nama dari Nama-nama Allah-lah yang menjadi kafir, Allah –Ta’ala- berfirman:
وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ
“Padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah”. [Ar Ra’du/13: 30]
Jika seseorang mengingkari salah satu dari Nama-nama atau sifat-sifat-Nya tanpa takwil maka ia telah menjadi kafir, Allah –Ta’ala- berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy”.[Thaha/20: 5]
Jika seseorang telah mengingkari satu ayat saja maka dia telah kafir, namun jika dia mentakwilnya dengan kekuasaan maka terdapat syubhat pada dirinya, yang menghalanginya dari kekufuran.
Ketiga: Khawarij adalah salah satu firqoh sesat yang kafir yang telah dijelaskan sebelumnya dengan rinci pada jawaban soal .
Baca juga artikel terkait :
(1) https://muslim.or.id/24561-tawil-terhadap-ayat-tentang-sifat-allah.html
(2) https://almanhaj.or.id/22607-hukumnya-mereka-yang-mentakwil-sifat-sifat-allah-taala.html
- Pengertian Tahrif, Ta’thil, Takyif, Tamtsil dan Tasybih
- Isra’ Mi’raj adalah Bukti Bahwa Allah Ada di Langit
- Allah bersemayam di Arsy
- Ketika Mereka Menolak Sifat ‘Uluw dan Istiwa’
- Menjawab Beberapa Syubhat Seputar Sifat Istiwa
- Allah berada di mana-mana?
- Kisah: Fitrah Manusia Tidak Mungkin Mengingkari bahwa Allah Berada Di Atas Langit
- Benarkah Arsy alamat palsu?
- Mengiyakan semut pakai antena kenapa?
- Allah di Arsy, menurut Kiyai NU
- Fir’aun Mendustakan Allah Berada di Atas Langit
(1) https://muslim.or.id/24561-tawil-terhadap-ayat-tentang-sifat-allah.html
(2) https://almanhaj.or.id/22607-hukumnya-mereka-yang-mentakwil-sifat-sifat-allah-taala.html
Komentar
Posting Komentar