Kisah: Fitrah Manusia Tidak Mungkin Mengingkari bahwa Allah Berada Di Atas Langit
Oleh : Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ala Rosulillah wa ala alihi wa shohbihi wa man tabiahum bi ihsanin ilaa yaumid diin.
Seluruh makhluk setiap kali berdo’a secara tabi’at dan jika hatinya adalah hati yang jernih (selamat) pasti akan mengangkat tangan ketika berdo’a lalu telapak tangannya diarahkan ke arah atas. Hal ini dilakukan dalam rangka merendahkan dirinya pada Allah. Inilah fitrah manusia, selalu menengadahkan tangannya ke arah atas ketika berdo’a. Lihatlah kisah berikut yang menceritakan bahwa fitrah manusia tidaklah mungkin mengingkari Allah berada di atas.
Diceritakan oleh Ibnu Abil ‘Izz bahwa Muhammad bin Thohir Al Maqdisi menceritakan bahwa gurunya Abu Ja’far Al Hamadzaniy hadir di majelis Al Ustadz Abul Ma’aliy Al Juwainiy –yang terkenal dengan Al Haromain-.
Lantas Abu Ja’far mengatakan,
Setelah itu Abul Ma’aliy malah memukul (menampar) kepalanya, kemudian dia turun. Kemudian dia menangis.
Lantas Abul Ma’aliy mengatakan, “Wahai Al Hamadzaniy, aku sebenarnya dalam keadaan bingung! Aku sebenarnya dalam keadaan bingung!” Al Hamadzaniy memaksudkan bahwa ini adalah fitrah yang telah ditetapkan oleh Allah pada hamba-Nya yang mereka tidak dapati hal ini pada guru-gurunya. Mereka mendapati dalam hatinya ketika berdo’a pasti hatinya akan menghadap Allah yang berada di atas seluruh makhluk-Nya. (Syarh Al Aqidah Ath Thohawiyah, 2/445-446) “Adapun secara fithrah: Allah Ta’ala telah menetapkan pada seluruh makhluk baik yang Arab maupun non Arab, sampai pun hewan ternak, mereka semua mengimani ketinggian Allah (di atas seluruh makhluk-Nya).
Tidaklah setiap hamba mengarahkan do’anya atau menujukan ibadah kepada Rabbnya melainkan kita akan melihat dengan pasti bahwa mereka akan meminta pada Dzat yang berada di ketinggian dan orang-orang ini akan mengarahkan hati mereka ke langit. Dalam keadaan ibadah seperti ini tidaklah mungkin mereka menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidaklah mungkin mereka berpaling dari konsekuensi fitrah ini kecuali orang yang telah disesatkan oleh setan dan hawa nafsu.” (Fathu Robbil Bariyyah, hal. 29)
Jadi, hanya orang yang keluar dari fitrahnya sajalah yang tidak meyakini Allah berada di atas langit, namun malah meyakini bahwa Allah berada di mana-mana. Lihatlah sikap Abu Hanifah terhadap orang yang tidak meyakini bahwa Allah berada di atas langit.
Itulah keyakinan yang benar bahwa Allah berada di atas langit dan bukan di mana-mana. Sebagaiman hal ini juga dikatakan oleh Imam Malik.
Komentar
Posting Komentar