BERSEGERA MEMENUHI SERUAN ALLAH AZZA WA JALLA DAN RASUL-NYA
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allâh membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan [Al-Anfâl/8:24]
TAFSIR AYAT
Kewajiban Memenuhi Seruan Allâh Dan Rasul-Nya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu,
Pada ayat ini, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan hamba-Nya kaum Mukminin melalui keimanan yang ada pada mereka., yakni perintah untuk istijâbah (memenuhi seruan) Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Maksudnya, hendaknya mereka tunduk terhadap perkara yang diperintahkan dan bersegera menjalankannya, serta mendakwahkannya, dan menjauhi perkara yang dilarang Allâh dan Rasul-Nya serta menahan diri dari perkara itu.[1]
Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Penuhilah seruah Allâh dan Rasul-Nya dengan menjalankan amalan ketaataan jika Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu yang berupa al-haqq (kebenaran)”.[2]
Sementara Imam al-Bukhâri rahimahullah mengatakan, “(Penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu) kepada suatu yang memperbaiki (keadaan) kalian”
Semua seruan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya mempunyai kandungan yang dapat menghidupkan hati dan jiwa. Hal ini lantaran hidupnya hati dan jiwa tiada disebabkan oleh ‘ubudiyyatullâh (penghambaan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ), selalu taat kepada-Nya, taat kepada Rasul-Nya secara kontinyu. [3]
Bahaya Berpaling Dari Seruan Allâh Azza Wa Jalla Dan Rasul-Nya
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ
dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allâh membatasi antara manusia dan hatinya
Selanjutnya, Allâh Azza wa Jalla memperingatkan bahaya dari tindakan menolak atau melecehkan perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah agar bersegera menyambut perintah Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya untuk mengantisipasi saat-saat kemungkinan seorang hamba tidak sanggup melakukannya karena Allâh Azza wa Jalla telah menghalang-halangi hati untuk tunduk. Baik oleh faktar kematian [4] maupun kerusakan atau sesatnya hati sebagai dampak dari perbuatan maksiat maupun sikap i’râdh (keengganan untuk taat). Pada akhirnya, hati seperti ini akan mengalami perubahan pandangan dan kehilangan sensivitasnya, tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran, atau membenci kebaikan dan menyukai kejelekan. [5]
Bila seseorang berpaling dari seruan Allâh Azza wa Jalla , padahal kondisi sangat mendukung, maka tidak berapa lama Allâh Azza wa Jalla akan menghalangi hatinya sehingga tidak memperoleh taufik untuk menyambut seruan Allâh meskipun menginginkannya. Itu tiada lain akibat efek buruk dari sikap berpaling yang ada pada diri mereka di permulaan. Simaklah firman Allâh Azza wa Jalla :
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka [ash-Shaff/61:5]
Imam al-Bukhâri rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’îd bin al-Mu’alla Radhiyallahu anhu : ia berkata: “Pernah aku sedang shalat. Kemudian melewatiku dan memanggilku, namun aku tidak memenuhi panggilnannya sampai aku menyelesaikan shalat. (Usai shalat), baru aku mendatangi beliau. Beliau berkata, “Apa yang menghalangi dirimu untuk datang?. Bukankah Allâh berfirman, “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu”. Kemudian beliau bersabda, “Aku akan benar-benar mengajari engkau surat paling agung dalam al-Qur`ân sebelum engkau keluar (masjid). Rasûlullâh berjalan keluar. Aku pun mengingatkannya. Beliau mengatakan, “(Surat paling agung dalam al-Qur`ân) adalah alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. Ia adalah sab’ul matsâni (surat al-Fâtihah) [HR. al-Bukhâri no. 4647]
Imam as-Suyûthi rahimahullah dalam al-Khashâish al-Kubrâ (2/253) menyatakan, bab bahwa orang yang shalat…..ia wajib memenuhi panggilan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyerunya dan itu tidak menyebabkan shalatnya batal.
Mungkin akan ada orang yang bertanya-tanya dengan keheranan [6] , “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal dan tidak kembali ke dunia lagi. Beliau tidak akan menyeru seorang pun dari kita saat kita sedang mengerjakan shalat, mengapa nash-nash ini tetap disampaikan padahal tidak ada kepentingannya?”
Maka jawabannya, kalau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela orang yang tidak memenuhi panggilan beliau padahal sedang dalam shalatnya, maka dapat diketahui tidak ada udzur lagi bagi siapa saja yang menolak memenuhi perintah beliau dan berani menyelisih larangan beliau.
Mengingat pentingnya keteguhan hati di atas ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla, secara khusus Syaikh ‘Abdur Rahmân as-Sa’di rahimahullah menekankan pentingnya seorang Mukmin memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar menetapkan dan meneguhkan hatinya di atas agama-Nya. Beliau mengatakan[7], “Hendaknya seorang hamba memperbanyak doa.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ
Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan kalbu, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu
يَا مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ اصْرِفْ قَلْبِيْ إِلَى طَاعَتِكَ
Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan kalbu, condongkahlah hatiku kepada ketaatan kepada-Mu[9]
وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan
Allâh Azza wa Jalla sangat berkuasa terhadap hati manusia. Dia k lebih memilikinya daripada manusia itu sendiri. Kepada-Nyalah tempat kembali mereka di hari Kiamat. Allâh Azza wa Jalla akan menyempurnakan balasan semua amalan. Orang yang berbuat baik dibalas kebaikannya dan orang yang jelek dibalas berdasarkan kejelekannya. Karena itu, kata Imam ath-Thabari t , “Bertakwalah kepada-Nya dan merasalah selalu dilihat oleh-Nya dalam seluruh perkara yang di- perintahkan dan yang dilarang, jangan sampai kalian sia-siakan. Janganlah kalian menolak seruan Rasul-Nya ketika menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan bagi kalian. Akibatnya akan mendatangkan kemurkaan-Nya dan kalian mendapatkan siksa-Nya yang pedih ketika dikumpulkan kepada-Nya di hari Kiamat”. [10]
Orang yang mengetahui bahwa dirinya akan dikumpulkan di hadapan Allâh Azza wa Jalla , bagaimana mungkin akalnya bisa menerima, dirinya selalu mendengar seruan-Nya berupa perintah atau larangan dari-Nya, akan tetapi ia membiarkan dirinya tetap berpaling dari-Nya [11]
PELAJARAN DARI AYAT:
1. Kewajiban menyambut seruan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan, karena itu merupakan faktor penyebab hidupnya seorang Muslim
2. Keharusan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan kebaikan sebelum hilang
3. Pentinya memohon keteguhan hati di atas iman, karena hati berada di tangan Allâh Azza wa Jalla , Allâh Azza wa Jalla membolak-balikkan sesuai dengan kehendak-Nya. Wallâhu a’lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 328
[2]. Tafsir ath-Thabari
[3]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 328
[4]. Fathul Qadîr 2/372
[5]. Aisarut-Tafâsîr li Kalâmil ‘Aliyyil-Kabîr 1/438
[6]. Iqâzhul Himmah Littibâ’I Nabiyyil Ummah , Khâlid bin Sa’ûd al-‘Ajmi hlm. 25
[7]. Taisîrul Karîmir Rahmân 329
[8]. HR. at-Tirmidzi no. 3522 dan Ahmad VI/302. Shahîh Sunan at-Tirmidzi III/171 no. 2792
[9]. Dalam riwayat Muslim dengan teks:
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
[10]. Tafsir Thabari 6/1/217
[11]. Aisarut-Tafâsîr li Kalâmil ‘Aliyyil-Kabîr 1/438
Sumber : https://almanhaj.or.id/
Komentar
Posting Komentar