Doa Memohon Akhlak Yang Mulia dan Kutamaan Berakhlak Mulia

Doa Memohon Akhlak Yang Mulia.

اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي

"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah rupaku maka perindahlah pula akhlakku"


Boleh pula diujung do'a diatas disambung dengan redaksi berikut:

وَحَرِّمْ وَجْهِي عَلَى النَّارِ

"Dan haramkan wajahku (dari) tersentuh Neraka".

Keutamaan berakhlak mulia

Termasuk di antara keindahan ajaran agama Islam adalah agama ini mendorong umatnya untuk memiliki akhlak yang mulia dan akhlak yang luhur. Dan sebaliknya, agama ini melarang umatnya dari akhlak-akhlak rendahan dan akhlak yang buruk. Hal ini ditunjukkan oleh banyak hadits tentang akhlak dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits tentang akhlak tersebut di antaranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR. Ahmad no. 8952 dan Al-Bukhari dalam Adaabul Mufrad no. 273. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Adaabul Mufrad.)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201.)

Bahkan dengan akhlak mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin berpuasa dan rajin shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib no. 2643.)

Oleh karena itu, akhlak yang luhur dan mulia termasuk perkara yang ditekankan dalam agama ini. Agama ini menekankan dan mendorong kita untuk berhias dengan akhlak yang sempurna terhadap Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga terhadap hamba-hambaNya. Dengan akhlak yang mulia, akan tampaklah kesempurnaan dan ketinggian agama Islam ini, yaitu agama yang indah dan sempurna, baik dari sisi ‘aqidah, ibadah, adab dan akhlak.

Dengan semakin kokoh ‘aqidah dan keimanan seseorang, seharusnya semakin baik pula akhlaknya. Dengan bertambahnya ilmu ‘aqidah dan imannya, bertambah luhur pula akhlaknya. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi no. 1162. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284.)

Oleh karena itu, jika ada di antara kita yang semakin bertambah ilmu agama dan imannya, namun akhlaknya tidak semakin baik, maka waspadalah, mungkin ada yang salah dalam diri kita dalam belajar agama dan mengamalkannya.

Jika kaum muslimin berhias dengan akhlak mulia serta menunaikan hak-hak saudaranya yang itu menjadi kewajibannya, maka hal itu merupakan pintu gerbang utama masuknya manusia ke dalam agama ini. Hal ini sebagaimana yang telah kita saksikan pada zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum, ketika manusia berbondong-bondong masuk Islam disebabkan keindahan akhlak dan keluhuran mereka dalam bermuamalah dan interaksi dengan sesama manusia.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullahu Ta’ala berkata,

“Kaum muslimin pada hari ini, bahkan manusia seluruhnya, sangat membutuhkan penjelasan tentang agama Allah, tentang keindahan dan hakikat agama-Nya. Demi Allah, seandainya manusia dan dunia pada hari ini mengetahui  hakikat agama ini, niscaya mereka akan masuk Islam dengan berbondong-bondong sebagaimana mereka berbondong-bondong masuk Islam setelah Allah menaklukkan kota Mekah untuk Nabi-Nya ‘alaihish shalaatu was salaam.” (Majmuu’ Fataawa, 2/338)

Terahir yang sangat penting diperhatikan bahwa tujuan utama kita berhias dengan akhlak mulia dan menunaikan kewajiban kita terhadap sesama manusia adalah dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala dan dalam rangka mengharap pahala dari-Nya. Bukan semata-mata keinginan untuk mendapatkan perlakuan (balasan) yang semisal dari orang lain. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insaan [76]: 9)

Oleh karena itu, janganlah kita berhias dengan akhlak yang mulia dengan selalu mengharapkan mendapatkan perlakuan yang semisal dan sebanding dari orang lain. Salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau,

يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ

“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki kerabat. Aku berusaha menyambung silaturahmi dengan mereka, namun mereka memutusnya. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka tidak berbuat baik kepadaku. Aku bersabar dengan gangguan mereka, namun mereka menyakitiku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Jika benar apa yang Engkau katakan, maka seakan-akan Engkau masukkan bara api ke mulut mereka. Dan pertolongan Allah akan terus-menerus bersamamu untuk mengalahkan mereka, selama Engkau bersikap seperti itu.” (HR. Muslim no. 6440)

Dalam hadits tentang akhlak di atas, lihatlah bagaimana petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat beliau tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkannya untuk memutus hubungan dengan kerabatnya, meskipun kerabatnya memutus hubungan dengannya. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ingatkan dengan pahala dan anugerah yang besar dari Allah Ta’ala.

Akhlak mulia, antara tabiat (bawaan) dan usaha

Ada dua jalan meraih akhlak yang mulia: (1) secara tabiat (alamiah atau bawaan) memang dia memiliki akhlak mulia; dan (2) usaha keras untuk memiliki akhlak mulia. Yang pertama lebih afdhal daripada yang kedua, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mundzir Asyaj bin ‘Abdul Qais Radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ، الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

“Sesungguhnya Engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu santun dan sabar.”

Al-Mundzir bertanya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمُ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا؟

“Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”

Beliau menjawab,

بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا

“Allah yang memberikan itu kepadamu.”

Al-Mundzir berkata,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ

“Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya” (HR. Muslim no. 17, Abu Dawud no. 5225, dan At-Tirmidzi no. 2011).

Ketika akhlak mulia itu sudah menajadi tabiat (bawaan), maka akan sulit hilang dari diri seseorang. Berbeda halnya dengan akhlak mulia sebagai hasil dari usaha dan latihan, yang terkadang akan hilang dalam beberapa kesempatan. Hal ini karena dia membutuhkan usaha ekstra, kerja keras, dan butuh selalu diingatkan.

Seseorang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, berilah aku nasihat.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah.”

Orang tersebut mengulangi beberapa kali. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan,

لَا تَغْضَبْ

“Jangan marah” (HR. Bukhari no. 6116 dan At-Tirmidzi no. 2020).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang yang paling kuat bukanlah orang yang tidak dapat dikalahkan oleh orang lain. Tetapi orang yang paling kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika dia sedang marah” (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).

Salah satu akhlak mulia adalah ketika seseorang bisa menguasai diri ketika sedang marah. Dia tidak memperturutkan amarahnya. Akan tetapi, dia berusaha menghilangkan amarahnya dengan segera berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk.

Kiat-kiat meraih akhlak mulia

Seseorang haruslah berusaha keras untuk meraih akhlak mulia, yaitu dengan berlatih dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkannya. Seseorang dapat meraih akhlak mulia melalui beberapa jalan, di antaranya:

Kiat pertama

Pertama, dengan merenungi Kitabullah dan sunah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Seseorang merenungi dalil-dalil yang menunjukkan pujian terhadap akhlak mulia yang dia inginkan untuk bisa mewujudkannya. Karena ketika seorang mukmin melihat ada dalil yang memuji suatu akhlak atau perbuatan, tentu dia akan terdorong dan termotivasi untuk mewujudkannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat tentang hal ini dalam sabda beliau,

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَحَامِلِ الْمِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Hanyalah perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk itu ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau Engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) akan mengenai (membakar) pakaianmu. Dan kalaupun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau asap yang tidak sedap” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628).

Kiat kedua

Kedua, berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak mulia dan menjauh dari berteman dengan orang-orang yang memiliki akhlak buruk. Dia jadikan teman dengan akhlak mulia tersebut sebagai tempat latihan yang membantu dan menuntunnya agar memiliki akhlak mulia.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu sesuai dengan agama sahabatnya. Oleh karena itu, perhatikanlah siapa yang menjadi sahabat kalian” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan Tirmidzi no. 2378. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).

Kiat ketiga

Ketiga, merenungkan akibat jika memiliki akhlak yang buruk. Dia harus senantiasa ingat bahwa orang dengan akhlak buruk akan dijauhi, dikucilkan dari pergaulan manusia, juga akan senantiasa disebut-sebut dan diingat dengan sebutan yang jelek. Oleh karena itu, jika seseorang merenungkan akibat dari akhlak yang buruk, tentu dia akan berusaha untuk menjauhinya.

Kiat keempat

Keempat, senantiasa mengingat bagaimanakah kemuliaan akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika seseorang senantiasa mengingat bagaimanakah akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik dan mulia, maka ringanlah jiwanya dan akhirnya akan terdorong untuk memiliki akhlak mulia.

Demikian pembahasan ini, semoga bisa menjadi bahan renungan dan diamalkan.

Sumber: https://muslim.or.id/40677-keutamaan-berhias-dengan-akhlak-mulia.html

Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?