Inspiratif : Penyesalan Seorang Doktor Universitas Ternama

Di youtube beredar sebuah video berjudul: “Penyesalan Seorang Doktor Universitas Ternama”. Isinya berkisah tentang penyesalan seorang doktor yang ketiga anaknya berhasil kuliah di luar negeri. Ia bahkan menulis buku panduan tentang kiat menyekolahkan anaknya di luar negeri. Banyak orang mengikuti jejaknya, dan sukses.

Berikut video berikut :

Tapi, belakangan, ia menarik bukunya dari peredaran dan meminta maaf kepada orang-orang yang telah mengikuti jejaknya. Kisahnya bermula saat istrinya sakit. Anak pertama, yang sudah mapan bekerja di USA, diteleponnya. Tapi, sang anak tidak bisa pulang. Katanya, banyak meeting yang tidak bisa ditinggalkan.

Anak kedua, sedang ujian, sehingga tidak bisa kembali ke Indonesia, menjenguk ibunya. Anak ketiga, baru saja diterima bekerja di sebuah perusahaan IT ternama. Katanya, sebagai karyawan baru, ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan dengan alasan keluarga. Akhirnya, sang ibu meninggal.

“Tak satu pun anak saya hadir di pemakaman ibunya. Saya sedih dan terpukul. Saya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena itu akibat dari saya; (itulah) yang saya ajarkan pada anak-anak. Sayalah sekarang yang menanggung akibatnya,” kata sang doktor sambil terisak.

Belakangan, sang doktor mendalami agama. Ia belajar ajaran-ajaran Nabi. Diantaranya belajar tentang cara mendidik anak dan lain-lain. Setelah paham agama, sang doktor merasa selama ini telah salah mendidik anak.

“Saya merasa sudah menjerusmuskan anak-anak dengan menyekolahkan anak saya ke luar negeri. Mereka jadi jauh dari agama. Jauh dari pemahaman konsep hidup yang benar, sesuai dengan tuntunan Rasulullah,” kata sang doktor.

Belakangan, sang doktor berencana menjual asset-asetnya, membeli lahan yang cukup luas, membangun pesantren, dan sekaligus tinggal disana. Ia berharap, ke depan, ada salah satu cucunya mau tinggal bersamanya, belajar di pesantren.

Ada berbagai kisah serupa dengan yang dialami sang doktor dari Bandung itu. Tak heran, kini banyak professional yang bergairah mengirim anak-anaknya untuk belajar di pesantren. Mereka berharap, anak-anaknya tidak mengulang kelemahan orang tuanya dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.

Sang Doktor adalah salah satu korban pendidikan modern yang memandang anak sukses adalah yang sukses secara materi dan memiliki status sosial tinggi. Untuk meraih sukses itu, sejak dini anak disekolahkan ke sekolah-sekolah favorit yang tujuan utamanya bisa melanjutkan kuliah di program studi (jurusan) favorit di universitas favorit.

Biasanya, para orang tua memiliki persepsi, bahwa sekolah atau universtas “favorit” adalah sekolah atau universitas yang lulusannya bisa bekerja di tempat-tempat yang diduga kuat akan menghasilkan banyak uang. Dan hingga kini, pemerintah membuat kebijakan yang menempatkan Perguruan Tinggi menjadi sejenis “Balai Latihan Kerja”. Itu tujuan utamanya.

Itu artinya, Pendidikan kita belum menjalankan amanah UUD 1945. Bahwa – menurut pasal 31 (3) – tujuan pendidikan kita adalah untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia. Ini tujuan yang utama. Orang yang beradab atau berakhlak mulia pastilah orang yang memahami hakikat dan tujuan hidupnya di dunia ini.

Tapi saat ini, para murid – mulai jenjang TK sampai Perguruan Tinggi — dididik terutama untuk bisa menjadi pekerja yang bisa cari makan. Mereka tidak dididik terutama untuk menjadi manusia yang baik; apalagi menjadi orang tua yang baik. Tidak heran, jika banyak orang tua yang tidak memahami, bagaimana mereka bisa melalaikan kewajibannya dalam mendidik anak.

Padahal, Allah SWT memerintahkan para orang tua untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka (QS 66:6). Caranya, adalah dengan mendidik mereka dengan adab dan ilmu, agar anak-anak menjadi orang berilmu tetapi juga berakhlak mulia. Yang merusak masyarakat dan bangsa dan negara bukanlah orang-orang bodoh. Tetapi, masyarakat rusak akibat dari banyaknya orang-orang berilmu tinggi tetapi tidak beradab atau akhlaknya bejat.

Untuk menjawab persoalan inilah, beberapa kali kami selenggarakan “Pelatihan Guru Keluarga”. Tujuannya untuk membekali orang tua, agar mereka bisa menjadi guru utama bagi anak-anaknya sendiri. Dengan itu, orang tua insyaAllah bisa menunaikan kewajibannya dalam mendidik anak dengan benar, dan sekaligus menyiapkan anak-anaknya menjadi generasi yang hebat, generasi unggul yang beradab. (Tahun 2019, panduan dan materi pelatihan itu telah diterbitkan oleh Pustaka Arofah di Solo, menjadi buku dengan judul: “Kiat Menjadi Guru Keluarga, Menyiapkan Generasi Pejuang”.

Konsep ilmu

Hingga kini sangat tidak mudah bagi orang tua untuk meyakinkan anak-anaknya yang lulus SMA, agar memilih lembaga pendidikan tinggi yang mengutamakan penguasaan adab dan ilmu untuk keselamatan iman dan ketinggian akhlak mulia. Kuliah di kampus yang mengutamakan penguasaan Islam worldview dan pemikiran Islam, dianggap tidak menjanjikan masa depan gemilang di dunia.

Tujuan meraih gengsi sosial, gelar akademik, dan ketrampilan kerja masih diletakkan di tempat yang tertinggi, melebihi tujuan penguatan iman dan akhlak mulia. Banyak orang tua dan siswa percaya kepada daftar rangking universitas yang dibuat oleh pemerintah maupun lembaga asing.

Padahal, daftar ranking itu sama sekali tidak memasukkan kriteria iman, taqwa, dan akhlak mulia, sebagai kriteria kampus yang unggul. Bahkan, masih banyak perguruan tinggi Islam yang belum menerapkan konsep adab ilmu dalam menyusun tujuan dan kurikulum pendidikan di kampusnya.

Kisah sang doktor dari Bandung itu semoga menyadarkan kita semua, bahwa pendidikan anak – khususnya di jenjang Pendidikan Tinggi – harus mengutamakan penguasaan Islamic Worldview, penanaman adab dan akhlak mulia, serta penguasaan ilmu-ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah secara proporsional.

Dalam bahasa sederhana: “Punya ilmu dan ketrampilan untuk cari makan itu penting. Tapi, menjadi orang baik dan bisa cari makan, itu lebih penting!”

***********

Penulis: Dr. Adian Husaini
(Pendiri INSISTS, Ketua Program Doktor UIKA Bogor, Penulis Buku dan Pendiri Pesantren At-Takwa Depok)

Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?