MEMBANTAH KESALAHAN DAN PENYIMPANGAN TERMASUK JIHAD

Sesungguhnya membela kemurnian agama dan membantah kemungkaran dengan argumen dan hujjah merupakan kewajiban yang amat mulia dan landasan utama dalam agama. Oleh karenanya, para ulama salaf shalih lebih mengutamakannya daripada ibadah sunnah, bahkan mereka menilai bahwa hal tersebut merupakan jihad dan ketaatan yang sangat utama. Al-Imam Ahmad pernah ditanya, “Manakah yang lebih engkau sukai, antara seorang yang berpuasa (sunnah), shalat (sunnah), dan i‘tikaf dengan seorang yang membantah ahli bid‘ah?” Beliau menjawab, “Kalau dia shalat dan i‘tikaf maka maslahatnya untuk dirinya pribadi, tetapi kalau dia membantah ahli bid‘ah maka maslahatnya untuk kaum Muslimin, ini lebih utama.” (Majmu‘ Fatawa Ibnu Taimiyyah (28:131).)

Banyak sekali dalil al-Qur’an, hadits, atsar salaf yang menegaskan anjuran membantah ahli bathil. Bukti akan hal itu, bahwa judul kitab yang ditulis oleh para ulama tentang bantahan kepada ahli bid‘ah dan para penyesat banyak sekali bahkan berjilid-jilid. Namun, orang yang melakukan tugas mulia ini harus memiliki beberapa kriteria agar bantahannya sesuai tujuan; yaitu ikhlas, berilmu, adil, dan kuat dalam berhujjah.

Dalam membantah ahli bathil terdapat beberapa faedah yang sangat mulia:
  1. Menyebarkan kebenaran di tengah umat;
  2. Memberikan nasihat kepada penyimpang agar kembali kereel kebenaran;
  3. Membela agama dari noda-noda;
  4. Menunaikan kewajiban dan mendapatkan pahala serta membantu kaum muslimin;
  5. Mempersempit ruang gerak ahli bathil.
Dan apabila kita diam dari kebathilan dan ahli bathil, maka akan membawa dampak negatif yang banyak sekali, di antaranya:
  1. Turunnya derajat Ahlussunnah karena mereka meninggalkan kewajiban agama yang mulia ini;
  2. Kemenangan ahli bathil di atas Ahlussunnah yang ini akan menyebabkan lemahnya kebenaran dan kuatnya kebathilan;
  3. Merebaknya kesesatan dan kerancuan aqidah;
  4. Menjadikan umat Islam hina;
  5. Tidak adanya pemisah antara sunnah dan bid‘ah.
Setelah penjelasan ini, maka janganlah anda tertipu dengan komentar sebagian orang:

“Janganlah kalian memecah belah barisan dari dalam!!”
“Janganlah menabur debu dari luar!!”
“Janganlah memunculkan perselisihan dalam tubuh umat!!”
“Kita harus toleransi antara sesama!!”

Subhanallah! Apakah kita disuruh untuk diam saja pada saat mereka menyebarkan kesesatan, kerusakan, dan kemungkaran?!!!

Jadi, membantah ahli bathil merupakan tugas yang sangat mulia, bahkan termasuk jihad fi Sabilillah. Syaikhul-Islam mengatakan bahwa orang yang membantah ahli bid‘ah termasuk orang yang berjihad, sampai-sampai Yahya ibn Yahya berkata, “Membela sunnah lebih utama daripada jihad.” (Majmu’ Fatawa 4:13).

Jika ada yang mengatakan, “Mengapa dibantah secara terang-terangan, tidak secara rahasia dan empat mata saja?” Jawabannya, “Siapa pun yang menampakkan kemungkaran secara terang-terangan dan menyebarkan pendapat yang menyelisihi al-Qur’an dan Sunnah serta manhaj salaf shalih, baik di koran, radio, televisi, kaset, buku, dan sebagainya, maka wajib dibantah dan diluruskan kesalahannya secara terang-terangan juga agar jelas bagi manusia kebenaran dan tidak rancu bagi mereka. Sebab, jika kesalahan yang terang-terangan tidak dijelaskan secara terang-terangan juga, namun secara tersembunyi saja maka manusia tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.

Syari‘at Islam membedakan antara orang yang salah sembunyi-sembunyi sehingga diluruskan secara tersembunyi dan antara orang yang terang-terangan maka diluruskan secara terang-tera-ngan agar tidak samar kebenaran bagi manusia.” (Ushul asy-Syaikh ‘Abdul‘aziz ibn Baz Fir-Raddi ‘Ala Mukhalifin karya asy-Syaikh Faishal ibn Qazar al-Jasim (hlm. 245), cet. Dar ‘Ashimah, KSA.)

SYI‘AR AHLUSSUNNAH ADALAH MENGIKUTI DALIL

Di antara ciri khas Ahlussunnah wal-Jama‘ah adalah mengagungkan dalil. Mereka berputar mengikuti dalil sekalipun harus dengan meninggalkan ucapan manusia. Al-Imam Ibnu Qayyim al- Jauziyyah berkata, “Ahlussunnah meninggalkan ucapan manusia karena dalil. Adapun ahli bid‘ah meninggalkan dalil karena ucapan manusia.” (Ash-Shawa‘iqul-Mursalah 4:1603)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-Mu’allimi berkata, “Orang yang mengerti agama tidak menaati dalam agama kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka menerima ucapan para ulama sebagai penyampai firman Allah dan (sabda) Rasul-Nya. Oleh karena itu, mereka tidak menaati seorang pun dari ulama tatkala jelas bagi mereka bahwa pendapatnya menyelisihi al-Qur’an dan Rasul-Nya.

Dan jika mereka telah menerima ucapan seorang ulama kemudian jelas baginya bahwa pendapat tersebut menyelisihi al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya maka mereka meninggalkan pendapat tersebut. Siapa pun di kalangan kaum Muslimin yang tidak mengikuti prinsip ini maka dia menyelisihi syari‘at dan tidak dianggap.” (Raf‘ul-Isytibah ‘An Ma‘na ‘Ibadah wal-Ilah (2:835), cet. Dar Alamil-Fawa’id.)

Maka agungkanlah kebenaran dalam hatimu, sibukkanlah dirimu belajar bukan banyak komentar, sibuklah dengan ilmu agar engkau bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. “Apabila engkau mendapati kebenaran dalam kritikan ini maka terimalah dengan senang hati tanpa melirik siapa yang mengucapkannya, perhatikan apa yang dia ucapkan, bukan orangnya. Sesungguhnya Allah telah Mencela orang yang menolak kebenaran hanya karena datang dari orang yang dibencinya dan mau menerima kebenaran kalau datang dari orang yang dicintainya karena itu adalah perangai umat yang tercela. Sebagian shahabat pernah mengatakan, ‘Terimalah kebenaran walaupun datangnya dari orang yang kamu benci dan tolaklah kebathilan sekalipun datangnya dari orang kamu cintai.’ Sebagaimana apabila kamu mendapati kesalahan di dalamnya, maka sesungguhnya kami telah berusaha sekuat tenaga, karena hanya Allah-lah yang Mahasempurna.” (Madarijus-Salikin Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (3:545).


Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab