Tauhid Buya Hamka : Termasuk kesyirikan adalah mohon bantuan atau bertawassul kepada kubur dan orang shaleh

TAUHID BUYA HAMKA: TERMASUK KESYIRIKAN ADALAH BERISTIGHATSAH (MEMOHON BANTUAN) ATAU BERTAWASSUL (MENJADIKANNYA PERANTARA DALAM BERDO'A) KEPADA KUBURAN-KUBURAN (BAIK NABI ATAUPUN ORANG SHALIH)

Buya Prof. Dr. Hamka (Ulama Muhammadiyah Dari Minangkabau Dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Yang Pertama) -Rahimahullah- Berkata:
"Di kurun-kurun pertengahan, jauh daripada zaman Nabi, yang biasanya timbul dari kaum Shufi, suatu perbuatan yang sudah sangat jauh daripada contoh yang diberikan Rasulullah s.a.w. itu. Dan dinamai orang juga al-Wasilah. Yaitu orang pergi ke kuburan orang yang telah mati, baik ke kubur Nabi, atau kubur orang yang dipandang Wali, atau Guru, atau Ulama Besar. Lalu meminta tolong, memakai orang yang telah di dalam kubur itu menjadi Wasilah atau jalan buat menyampaikan doa kepada Tuhan.
Di sinilah timbul satu persoalan besar. Terutama setelah Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah (662-729 H, 1263-1328 M). Dengan tegas beliau menyatakan pendapatnya bahwasanya Wasilah yang dilakukan dengan meminta kepada orang yang telah mati, supaya orang itu mendoakan kepada Tuhan, agar kita terlepas dari bahaya, atau diberi rezeki dan sebagainya, bukan Wasilah dan bukan Tawassul, melainkan perbuatan syirik. Tidak pernah yang begitu dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah, ketika beliau hidup atau setelah beliau mati.
Golongan yang melakukan meminta doa kepada orang yang telah mati itu mengatakan bahwa perbuatan mereka adalah Wasilah kepada orang yang shalih, yang lebih dekat kepada Allah, meskipun mereka telah mati. Maka dengan keras Ibnu Taimiyah membantahnya: Karena orang yang telah mati tidak dapat berbuat apa-apa. Golongan yang sebelah mengambil alasan, bahwa Umar bin Khathab meminta kepada paman Nabi membaca doa untuk ummat supaya Tuhan menurunkan hujan adalah wasilah juga. Maka Ibnu Taimiyah membantah keras faham itu. Kata beliau, bahwa yang diperlukan oleh Umar bukan diri Abbas melainkan doanya. Dan kalau berdoa bersama, sudah terang seorang juga yang berdoa dan yang lain mengaminkan. Musa berdoa, Harun mengaminkan. Adam berdoa dan Hawa mengaminkan. Semuanya itu di kala hidup. Tidak ada orang yang telah mati memohonkan doa kepada Tuhan untuk orang yang masih hidup, kalau ada tidaklah Umar akan meminta kepada Abbas supaya berdoa, bahkan sudah pasti dia akan pergi ke kubur Rasulullah, lalu meminta kepada beliau yang di dalam kubur mendoakan untuk ummat supaya. Tuhan Allah menurunkan hujan kepada mereka.
Ibnu Taimiyah telah menulis sebuah buku, yang diberinya nama: Qa'idah Jalilah, fit-Tawassul wal Wasilah yang isinya mengupas kesalahan Wasilah dan Tawassul kepada orang yang telah mati itu, sehingga bergoncanglah masyarakat di waktu itu, sebab rupanya sudah lama pekerjaan ini dikerjakan orang, sedang Ulama-ulama telah membiarkannya saja.
Dengan nama Tawassul dan Wasilah itulah orang mempertahankan pemujaan kubur, sehingga banyak orang memusuhi Ibnu Taimiyah, yang keras menentang pemujaan kubur itu. Padahal perbuatan demikian sudah sangat bertentangan dengan ajaran Tauhid.
Kemudian ajaran Ibnu Taimiyah itu dibangkitkan kembali oleh Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab, pendiri ajaran Wahabi dalam lingkungan Mazhab Hanbali. Tentu saja ajaran Wahabi inipun menjadi tantangan keras dari negeri-negeri Islam yang telah terpengaruh oleh pemujaan kubur dengan nama Tawassul dan Wasilah itu. Sehingga sampai sekarang masih saja terasa reaksi yang hebat dari golongan Islam yang telah menjadikan kubur-kubur orang yang dianggap keramat itu sebagai tempat pemujaan. Baik di dalam negeri-negeri penganut faham Sunnah, apatah lagi dalam negeri penganut Mazhab Syi'ah. Dan juga di negeri-negeri kita Indonesia ini."
[Lihat Buku Tafsir Al-Azhar, Jilid 6, Juz 6, Halaman 1726 Sampai Halaman 1727].
"Ajaran Ibnu Taimiyah ialah mengembalikan pangkalan tempat bertolak pikiran dan pandangan hidup muslimin kepada tauhid yang bersih!
Sebagaimana yang terdapat dari Nabi Sahabat-Sahabat (Salafus-Shalihin). Hubungan seorang makhluk dengan Tuhannya ialah hubungan yang langsung. Tidak boleh nya memakai perantaraan (wasilah) dan tidak boleh memohon pertolongan kepada makhluk buat menyampaikan kepada Tuhan (Istighatsah). Untuk membuat hubungan langsung dengan Tuhan, tidak ada petunjuk jalan yang lain, melainkan petunjuk yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.. Apabila seorang muslim telah menjalankan sepanjang yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. dengan tidak menambah atau mengurangi, maka Iman si muslim itu akan bertambah tinggi mutunya. Semua orang bisa menjadi waliullah, yang tidak merasa takut dan tidak merasa rusuh hati dan duka-cita dalam hidup ini, asal sistem hidup yang dipakainya persis menurut yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. dan Muhammad itu adalah hamba Tuhan (abduhu) dan Pesuruh Nya (wa Rasuluhu)."
[Lihat Buku Sejarah Perkembangan Dan Pemurnian Tasawuf: Dari Masa Nabi Muhammad Saw. Hingga Sufi-Sufi Besar, Halaman 308 Sampai Halaman 309].
"Namun, di saat itu juga Allah menunjukkan bahwa Dia tidak ridha atas perbuatan itu. Sebab dalam promosinya, Bung Karno sendiri menganjurkan supaya orang ziarah ke kubur ibu atau bapaknya, meminta supaya ibu atau bapaknya itu menyampaikan permohonannya kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan kepada yang meminta.
Padahal, itulah yang oleh kalangan Muhammadiyah diberantas selama 54 tahun sampai sekarang ini. Itulah yang dikatakan "At-Tawassul wal Wasilah" yang dikarang oleh al-Imam Ibnu Taimiyyah.
Buku "At-Tawassul wal Wasilah" ini adalah salah satu buku pegangan kaum mubaligh dan ulama Muhammadiyah. Inilah program pertama Muhammadiyah sejak ia berdiri, yaitu memberantas kemusyrikan.
Ini pulalah sebab terpenting ulama-ulama Sumatera Barat, seperti almarhum Syekh M. Jamil Jambek dan Syekh Dr. Abdulkarim Amrullah menjadi penyokong Muhammadiyah. Sebab, sama pendirian memberantas permohonan melalui orang yang telah mati dikubur Oleh karena itu, Doctor Honoris Causa tentang ilmu tauhid yang dianugerahkan kepada Bung Karno telah dibatalkan oleh Bung Karno sendiri dalam pidatonya itu.
Muhammadiyah yang kami cintai. Yang sebagian besar dari kami telah mengorbankan segenap usia muda untuknya, kadang-kadang pergi jauh meninggalkan kampung halaman karena hendak menyebarkan pahamnya, kadang-kadang kena fitnah dan derita, tetapi rela karena merasa berjuang untuk menyebarkan cita-cita Muhammadiyah."
[Lihat Buku Dari Hati Ke Hati, Halaman 158 Sampai Halaman 159].


Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?