Hukum "Malam Takbiran" dan "Takbir berjamaah"
Ada dua pendapat.
Pertama, boleh, karena tidak ada larangan (🤣)
Kedua, tidak boleh karena tidak ada contohnya dari Rasulullah Saw.
An-Nawawi as-Syafii dalam Al Majmu 5/48 mengatakan, “Pendapat mayoritas ulama adalah tidak ada takbiran saat malam Id. Takbiran hanya dilakukan saat berangkat menuju tempat shalat Id”.
Contoh dari Nabi Saw, "takbiran" atau mengucapkan kalimat takbir dilakukan dalam perjalanan menuju tempat shalat Id, bukan malam hari sebelum hari lebaran.
Yang pasti, mengagungkan Asma Allah (takbir) usai Ramadhan diperintahkan dalam Al-Quran:
"Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ayat ini menjelaskan, ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa Ramadlan, maka disyariatkan untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir. Atas dasar ayat tersebut, sebagian ulama membolehkan takbiran di masjid atau "malam takbiran".
Dalam tafsir Al-Jami` Li Ahkamil Quran karya Al-Qurthubi jilid 2 hlm 302 disebutkan, ayat di atas telah menjadi dasar masyru`iyah atas ibadah takbir di malam `Ied, terutama `Iedul Fithri.
"Jumhur ulama berpendapat: disunnahkan bahkan bertakbir dengan nyaring di mana pun, di rumah, di pasar, di jalan-jalan, di masjid ketika menjelang dilaksanakannya salat id." (Fikhul-Islam wa Adillatuh karya Prof. DR. Wahbah Zuhayli).
Takbiran Idul Fitri Zaman Rasulullah Saw
Takbiran pada saat idul fitri dimulai sejak
maghrib malam tanggal 1 syawal sampai selesai shalat ‘id.
"Ibn Abi Syaibah meriwayatkan Nabi Saw keluar rumah menuju lapangan, kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir." (HR. Ibn Abi Syaibah).
Dari Nafi: “Dulu Ibn Umar bertakbir pada hari id (ketika keluar rumah) sampai beliau tiba di lapangan. Beliau tetap melanjutkan takbir hingga imam datang.” (HR. Al Faryabi).
Lafadz Takbir
Ada beberapa riwayat dari beberapa sahabat yang mencontohkan lafadz takbir.
Pertama, Takbir Ibn Mas’ud ra. Riwayat dari beliau ada 2 lafadz takbir:
أ- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
ب- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
Lafadz: “Allahu Akbar” pada takbir Ibn Mas’ud boleh dibaca dua kali atau tiga kali. Semuanya diriwayatkan Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf.
Kedua, Takbir Ibn Abbas ra:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ
اللَّهُ أَكْبَرُ، عَلَى مَا هَدَانَا
Takbir versi Ibn Abbas diriwayatkan oleh Al Baihaqi.
Ketiga, Takbir Salman Al Farisi ra:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Ibn Hajar mengatakan: Takbir Salman Al Farisi ra diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam Al Mushanaf dengan sanad shahih dari Salman.
Takbir, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad Saw, dilakukan sendiri-sendiri, tidak berjamaah atau bersama-sama di masjid.
Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Anas bin Malik, para sahabat ketika bersama nabi pada saat bertakbir, ada yang sedang membaca Allahu Akbar, ada yang sedang membaca laa ilaaha illa Allah, dan satu sama lain tidak saling menyalahkan… (Musnad Imam Syafi’i 909)
Takbir lafadz panjang
الله أكبر كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ…
Takbiran dengan lafadz yang panjang di atas tidak ada dalilnya, namun juga tidak ada larangan untuk diucapkan, sehingga hukumnya mubah (boleh).
Demikian ulasan ringkas tentang Hukum Takbir dan Malam Takbiran Sebelum Shalat Idul Fitri. Wallahu a'lam bish-showabi.
Seorang petugas keamanan Masjidil haram melantunkan takbir di awal 10 bulan Dzulhijjah agar manusia juga ikut bertakbir. Masya Allah betapa nikmatnya jika aparat kita mengenal Sunnah nabi kita.
Dan inilah Sunnah yang terlupakan bahkan mungkin sebagian kita tidak tahu Sunnah ini.
Ketahuilah bahwa di bulan Dzulhijjah salah satu amalan yang disyariatkan adalah berzikir dan memperbanyak takbir di manapun kita berada di pasar, di kantor, di jalan dll.
Lihat lah praktek dua sahabat yang mulia
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِى أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا
“Dulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1-10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan kalimat takbir kemudian orang-orang pun bertakbir disebabkan karena mendengar takbir mereka berdua.”
(HR. Bukhari)
(Dari berbagai sumber).
Komentar
Posting Komentar