Hukum Mengedarkan Kotak Infak Saat Khutbah Jum’at

 وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّك تُرْحَمُونَ 

“Dan apabila dibacakan khutbah, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf, 204)

Khutbah Jum’at merupakan salah satu syarat sah penyelenggaraan shalat Jum’at seperti halnya terdapat 40 orang ahli Jum’at. Dalam Khutbah Jum’at sendiri juga terdapat rukun-rukun khutbah, misalnya membaca hamdalah, membaca shalawat Nabi Muhammad SAW. dan lain-lain. Lalu, bagaimana ketika khutbah sedang berlangsung para jama’ah menjalankan kotak infak?

Bagi para jama’ah ketika khutbah sedang berlangsung dianjurkan menghadap ke arah kiblat, memperhatikan dan mendengarkan khutbah dengan sungguh-sungguh. Keterangan ini dipaparkan dalam kitab Shahih Muslim juz 1 halaman 377 sebagai berikut;

وَحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَقَالَ الآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى صَالِحٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barangsiapa berwudu, lalu memperbagus (menyempurnakan) wudunya, kemudian mendatangi shalat Jum’at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum’atnya (kesalahan yang dicela).” (HR. Muslim)

Dalam syarhnya Imam Nawawi menjelaskan bahwa pencegahan memegang (bermain-main) krikil  dan lainnya merupakan salah satu perbuatan yang sembrono/sia-sia dalam keadaan khutbah. Selain itu juga terdapat isyarat untuk menghadapkan hati dan anggota badan saat sedang khutbah Jum’at. (Hadis ini tergolong hadis hasan shahih)

Dalam pandangan Syaikh Sulaiman bin Umar bin Manshur al Ujaili al Azhari al Jamal di kitab khasyiyat al Jamal ala minhaj juz 2 halaman 36 bahwa melakukan segala sesuatu yang dapat memalingkan dari dzikir dan mendengar khutbah hukumnya makruh. Dengan demikian, dalam persoalan menjalankan kotak amal dapat dikategorikan sebagai illat tersebut. Sebagaimana redaksi di bawah ini:

قَوْلُهُ : وَيُكْرَهُ الْمَشْيُ بَيْنَ الصُّفُوفِ لِلسُّؤَالِ وَدَوْرَانِ الْإِبْرِيقِ وَالْقِرَبِ لِسَقْيِ الْمَاءِ وَتَفْرِقَةِ الْأَوْرَاقِ وَالتَّصَدُّقِ عَلَيْهِمْ ؛ لِأَنَّهُ يُلْهِي النَّاسَ عَنْ الذِّكْرِ وَاسْتِمَاعِ الْخُطْبَةِ ا هـ

“Dimakruhkan menjalankan di antara shaf-shaf untuk meminta dan memutarkan teko, mendekatkan teko untuk menyuguhkan air dan membagikan kertas-kertas serta shadaqah kepadanya, karena itu semua menyebabkan manusia lalai dari dzikir dan mendengarkan khutbah"

Karena makruh, maka seyogyanya untuk dicarikan alternatif lain. Kalau masih bisa dicarikan alternatif dengan efektifitas dan kondusifitas yang lebih baik, kenapa tidak? Langkah alternatifnya bisa dengan meletakkan kotak amal di setiap pintu masuk masjid, sehingga orang yang ingin bersedakah bisa langsung memasukkannya baik sebelum khutbah dimulai maupun setelahnya. Semoga bermanfaat. Wallahu ‘Alam bis showab.

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Perbedaan Muhammadiyah dengan Wahabi