KESUKSESAN ANAK, KESUKSESAN ORANGTUA

KESUKSESAN ANAK, KESUKSESAN ORANGTUA

Setiap orangtua tentu berharap kelak anaknya menjadi orang yang berhasil dan sukses. Semua usaha ditempuh apapun resikonya selama itu yang terbaik bagi sang anak.

Namun pernahkah orangtua memikirkan apa sebetulnya yang menjadi standar kesuksesan?

Karena umumnya manusia memandang kesuksesan itu sukses secara materi, punya penghasilan besar, punya aset berharga, punya jabatan tinggi merangkap sebagai pengusaha.

Tentu bila kita menuruti keumuman orang dalam mengukur kesuksesan, maka yang terjadi adalah kerusakan dan kezaliman. Karena tidak sedikit orang yang sukses secara materi, punya kewenangan, tetapi keberadaannya merugikan banyak orang dan semena-mena.

Dan memang manusia pada umumnya menilai segala sesuatu mengandalkan mata kepala bukan mata hati sehingga mudah terpikat oleh genangan air di siang bolong yang padahal itu hanya fatamorgana.

Maka parameter yang benar dalam mengukur kesuksesan adalah kembali kepada penilaian Allah ta'ala Dzat yang menciptakan kehidupan dan menciptakan kesuksesan itu sendiri.

Allah mengingatkan di dalam firman-Nya tentang permohonan Nabi-Nya agar diberi keturunan yang shalih:

ربي حبلي من الصالحين

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang yang shalih." (Ash-Shoffat: 100)

Al-'Allamah Abdurrohman As-Si'di menjelaskan siapa yang dimaksud anak sholih dalam ayat tersebut, "Yaitu anak yang bermanfaat di kala orangtuanya masih hidup dan sesudah wafat." (Taisirul Karim hal. 705)

Di saat orangtuanya masih hidup dia berbakti dengan membimbing keduanya kepada kebaikan, mengenalkan tauhid dan sunnah, bermuamalah yang baik dan selalu mendoakan. Adapun sepeninggalnya maka dia selalu memohonkan rahmat dan ampunan.

Karakter anak sholih seperti ini juga telah disebutkan oleh Rosulullah ﷺ dalam sabda beliau, “Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang senantiasa mendoakan orangtuanya." (HR. Muslim 1631 dari Abu Hurairah)

Riwayat yang lain, "Sesungguhnya seseorang ditinggikan derajatnya di surga lantas dia bertanya, "Bagaimana ini bisa terjadi?" Dikatakan kepadanya, "Ini berkat istighfar (permohonan ampun) anakmu untuk dirimu." (HR. Ibnu Majah 3660 dari Abu Huroiroh dishahihkan Syaikh Nashir)

Maka kesuksesan anak amat ditentukan oleh keshalihannya. Anak sholih seperti itu yang akan dibanggakan oleh kedua orangtuanya di dunia dan di akhirat.

Masih ingat khalifah Umar bin Abdil Aziz? Penguasa yang alim, zuhud, amanah, melindungi rakyatnya, hartanya berlimpah dan memenuhi bumi dengan keadilan.

Menjelang wafatnya beliau mewasiatkan anak-anaknya yang belum baligh, beliau berkata, "Wahai anak-anakku, nasib kalian di antara dua keadaan, kalian menjadi anak shalih yang bertaqwa sehingga Allah menolong kalian, atau sebaliknya kalian jauh dari taqwa sehingga aku tidak akan meninggalkan harta untuk kalian gunakan di atas kebatilan."

Benar saja, sang khalifah hanya mewariskan kepada masing-masing anaknya harta kurang dari 20 dirham, jumlah yang sedikit namun tidak sebanding nilainya dengan nasihat ketaqwaan dari sang ayah.

Namun apa yang terjadi di kemudian hari? Para ulama menyaksikan ada di antara anak Umar bin Abdil Aziz dikaruniai harta yang berlimpah dan menyumbangkan seratus ekor kuda untuk berjihad fi sabilillah.

Dari kisah ini kita mengambil ibrah bahwa kewajiban utama orangtua adalah mendidik anaknya menjadi anak shalih dan bertaqwa apapun profesinya baik sebagai petani, buruh pabrik, pengajar, petugas medis, ahli IT atau pengusaha.

Selama dia anak yang shalih maka Allah akan mudahkan segala urusannya dan menjadi sebab kebaikan bagi masyarakat, bangsa dan negara.


Sumber : https://t.me/joinchat/
​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​​

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab