Ikhtilaf Hukum Kencing Kucing Najis
Polemik Seputar Hukum Kencing Kucing Najis
APAKAH KOTORAN KUCING NAJIS
Berikut pendapat Ustadz Badrusalam, Lc. Hafidzahullah.
(Pendidikan: Universitas Islam Madinah)
Ketika beredar pendapat ana tentang kencing kucing bahwa ia suci berdasarkan hadits: ia (kucing) adalah suci. dan nabi memberi alasannya: karena ia selalu berkeliling diantaramu.
Sebagian orang meledek dan menyinyir dan menganggapnya sebagai sebuah kemungkaran.
Bismillah saya tanggapi:
Sebelumnya terima kasih buat antum yang memberi saya kritikan dalam masalah ini. Soal kritik mengkritik dalam masalah ilmiyah adalah perkara yang lumrah. Yang tidak lumrah itu adalah memaksakan pendapat dalam masalah ijtihadiyah yang tidak ada nashnya.
Pertama: Masalah ini bukanlah masalah yang menjadi ijma ulama, sehingga orang yang menyelisihinya dianggap sesat.
Para ulama berbeda pendapat apakah kencing dan kotoran hewan yang tidak halal dagingnya itu najis atau tidak.
Madzhab yang empat menyatakan kenajisannya diqiyaskan kepada kotoran keledai karena nabi megatakan bahwa ia najis.
Sedangkan Imam Asy Sya'biy, Imam Al Bukhari dan Dawud Adz Dzahiri berpendapat bahwa ia tidak najis. Karena tidak adanya dalil yang menyatakan kenajisannya.
Al Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Al Auza'iy: Bagaimana kencing binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya seperti bighol dan keledai ? Beliau berkata: "dahulu mereka terkena itu di peperangan mereka, namun mereka tidak mencucinya sama sekali.
Yang rajih adalah pendapat jumhur. Wallahu a'lam
Namun untuk kucing, saya berpendapat bahwa ia tidak najis baik bekas minumnya atau kencing dan kotorannya sesuai alasan yang diberikan oleh nabi shallallahu alaihi wasallam.
Alasan saya adalah:
1. Nabi menghukumi secara mutlak tentang kucing:
إنها ليست بنجس
Sesunggunya ia (kucing) itu tidak najis.
Dlomir ha itu kembali kepada hirroh (kucing). Kalaulah yang suci itu bekas minumnya saja, tentu dlomirnya bukan ha tapi hu karena su'ru (bekas minum) itu bentuknya mudzakkar.
Tapi Nabi menyatakan bahwa kucing itu tidak najis secara mutlak. Ini ini mencakup semuanya. Karena dalil yang mutlak hendaknya dibawa kepada kemutlakannya sampai ada dalil yang mengikatnya.
Jika ada yang berkata bukankah sebab hadits itu tentang bekas minumnya, maka dijawab: yang dianggap itu adalah keumuman lafadz bukan kekhususan sebab.
2. Hadits tersebut khusus dalam masalah kucing, sehingga mengkhususkan pendapat imam yang empat yang berpendapat najis semua kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya.
Manthuq hadits lebih didahulukan dari pada qiyas. Dan jika pun diterima qiyas, namun itu bersifat umum. Sedangkan ini khusus untuk kucing. Dan dalil yang umum bila bertemu dengan dalil yang khusus maka keumumannya dikhususkan.
3. Nabi memberikan alasan mengapa kucing tidak najis: beliau bersabda:
إنما هي من الطوافين عليكم والطوافات
Sesungguhnya ia adalah binatang yang selalu berkeliling diantara kalian.
Maksud beliau adalah bahwa ia sulit untuk dihindari sedangkan sesuatu yang sulit dihindari tentunya mendatangkan kemudahan.
Namun yang harus diingat adalah bahwa kesucian kotoran kucing ini berkaitan dengan illat yang nabi sebutkan tadi yaitu sulit dihindari. Adapun jika illatnya hilang maka dihukumi najis sebagaimana pendapat jumhur ulama. Karena kaidah ushul fiqih berkata: hukum itu mengikuti illatnya, jikaillatnya ada maka hukum ada. Dan jika illatnya tidak ada maka hukumpun tidak ada.
Inilah pendapat saya dalam masalah kotoran dan kencing kucing.
Wallahu a'lam
Sumber : https://m.facebook.com/
-----
Berikut pendapat Ustadz DR. Firanda Andirja, MA hafidzahullah.
(Pendidikan: Universitas Islam Madinah)
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,Sebagian orang dikagetkan dengan pendapat seorang Ustadz bahwa kencing kucing tidaklah najis. Bahkan sebagian orang langsung menjadikan pendapat tersebut sebagai bahan ejekan untuk menjatuhkan sang Ustadz.
Namun ternyata pendapat tentang “Tidak” najisnya kencing kucing adalah pendapat yang cukup kuat dari sisi dalil.
Bahkan pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama besar yang dikenal seperti Al-Imam Al-Bukhari dan Asy-Syaukani rahimahumallahu.
Sebelum menyebutkan pendalilan akan “tidak najisnya kencing kucing” ada beberapa perkara yang perlu ditegaskan kembali,
Pertama, Tidak semua yang kotor adalah najis. Contoh ingus, upil, nasi basi, ayam basi, dll. Demikian juga kecing onta dan kotorannya serta kencing kambing dan kotorannya juga tidak najis. Bahkan menurut pendapat yang terkuat bahwa kecing dan kotoran hewan yang bisa dimakan adalah tidak najis meskipun semua orang sepakat akan ke-kotorannya.
Kedua, Tidak semua yang haram dimakan maka otomatis menjadi najis. Contohnya racun. Benda ini haram namun tidak najis. Demikian juga -menurut pendapat yang terkuat- bahwa khomer itu haram namun tidaklah najis.
Ketiga, Tidak ada “ijmak” (kesepakatan) para ulama akan najisnya kencing kucing. Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah.
Al-Imam Al-Bukhari membuat suatu bab dalam shahihnya yang beliau beri judul :
بَابُ أَبْوَالِ الإِبِلِ، وَالدَّوَابِّ، وَالغَنَمِ وَمَرَابِضِهَا
“Bab : (tentang) air kencing onta, hewan-hewan, kambing dan kendangnya”.
Lalu beliau berkata :
وَصَلَّى أَبُو مُوسَى فِي دَارِ البَرِيدِ وَالسِّرْقِينِ، وَالبَرِّيَّةُ إِلَى جَنْبِهِ، فَقَالَ: «هَاهُنَا وَثَمَّ سَوَاءٌ»
“Abu Musa (al-‘Asyari) pernah sholat di rumah al-Bariid (yaitu rumah tempat singgah pengantar surat-surat) dan di As-Sirqiin (yaitu kotoran hewan secara umum), ketika itu tanah lapang ada di samping beliau, lalu beliau mengatakan, “Sholat di sini dan di sana (tanah lapang) sama saja”.
Kemudian Al-Imam Al-Bukhari membawakan hadits tentang kisah ‘Uroniyyin, dimana Nabi menyuruh mereka berobat dengan meminun kencing onta.
Mengomentari hal ini al-Imam Ibnu Hajar berkata,
لَكِنَّ ظَاهِرَ إِيرَادِهِ حَدِيثَ الْعُرَنِيِّينَ يُشْعِرُ بِاخْتِيَارِهِ الطَّهَارَةَ وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ قَوْلُهُ فِي حَدِيثِ صَاحِبِ الْقَبْرِ وَلَمْ يَذْكُرْ سِوَى بَوْل النَّاس وَإِلَى ذَلِك ذهب الشّعبِيّ وبن عُلَيَّةَ وَدَاوُدُ وَغَيْرُهُمْ وَهُوَ يَرُدُّ عَلَى مَنْ نَقَلَ الْإِجْمَاعَ عَلَى نَجَاسَةِ بَوْلِ غَيْرِ الْمَأْكُولِ مُطْلَقًا
“Akan tetapi dzohir dari sikap Al-Bukhari yang membawakan hadits al-‘Uroniiyin mengiysaratkan bahwa beliau (al-Imam Al-Bukhari) memilih bahwa kencing hewan-hewan tersebut suci. Dan ini juga ditunjukan oleh perkataan beliau tentang hadist penghuni kubur (yang diadzab karena najis kecingnya) “Nabi tidak menyebutkan kencing manusia”. Dan inilah pendapat As-Sya’bi, Ibnu ‘Ulayyah, Dawud (az-Dzohiri) dan yang lainnya. Dan ini membantah orang yang menukil tentang ijmak (kesepakatan) ulama akan najisnya kencing hewan yang haram di makan secara mutlak” (Fathul Baari 1/335)
Sangat jelas bahwa Ibnu Hajar membantah orang yang menyatakan bahwa najisnya kencing kucing adalah ijmak, karena ada para ulama yang menyatakan tidak najis, diantaranya As-Sya’bi, Ibnu ‘Ulayyah, Dawud, Al-Bukhari, dan yang lainnya.
Keempat : Pendapat ini juga yang dipilih oleh Al-Imam Asy-Syaukani dengan pendalilan yang sangat kuat, sebagaimana beliau paparkan dalam kitab beliau Nailul Author. Sisi pendalilan beliau bahwa kencing kucing tidak najis adalah sbb.,
• Hukum asal sesuatu adalah suci, hingga ada dalil yang menunjukan akan kenajisannya.
• Telah datang dalil-dalil shahih yang menunjukan bahwa kencing onta dan kambing adalah suci, dan ini semakin menguatakan bahwasanya hukum asal sesuatu adalah suci termasuk kencing dan kotoran hewan. Dan dalil-dalil ini nas tegas bahwa kotoran dan kencing hewan yang halal dimakan adalah suci, karena kambing dan onta halal dimakan.
• Adapun kencing dan kotoran hewan yang haram dimakan (termasuk kucing), juga kembali kepada hukum asal yaitu suci, hingga ada dalil yang menunjukan kenajisannya.
• Najis adalah suatu hukum yang keluar dari hukum asal. Karena itu, sesuatu tidak bisa dinyatakan najis kecuali ada dalilnya yang mengeluarkan dari hukum asalnya.
• Tidak ada dalil yang menunjukan bahwa kencing seluruh hewan najis. Adapun dalil yang dijadikan argumentasi oleh asy-Syafi’iyah yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنْ الْبَوْلِ
“Salah satunya diadzab karena tidak bersih dari kencing”, dengan maksud bahwa kencing di sini adalah umum mencakup seluruh kencing hewan. Maka pendalilan ini dibantah oleh al-Imam Al-Bukhari bahwa yang dimaksud adalah kencing manusia bukan yang lainnya. (lihat Fathul Baari 1/321, Syarh Ibnu Bathhool 1/326-327).
• Dalil yang paling kuat akan najisnya kencing hewan yang haram dimakan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait الرَّوْثَةُ (kotoran). Beliau mengatakan,
إنَّهَا رِكْسٌ
“Itu adalah najis” (sebagaimana dalam hadits ibnu Mas’ud, dan dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa kotoran tersebut adalah kotoran himar, yaitu dalam riwayat Ibnu Khuzaimah,
إنَّهَا رِكْسٌ إنَّهَا رَوْثَةُ حِمَارٍ
“Itu adalah najis, sesungguhnya itu adalah kotoran himar” (lihat Fathul Baari 1/257). Hadits ini nash bahwa kotoran himar najis. Dan الرَّوْثَةُ secara bahasa digunakan untuk menyebut kotoran kuda, bighol, dan himar. (Sementara kuda halal untuk dimakan)
Adapun hewan-hewan yang haram dimakan yang lainnya maka kotorannya juga najis dengan dalil qiyas terhadap kotoran himar dengan kesamaan sama-sama haram dimakan.
• Namun qias ini dikritiki oleh Asy-Syaukani, beliau menjelasakan jika ‘illah/sebab yang menjadikan kotoran sesuatu haram adalah karena hewan tersebut haram dimakan ternyata terbantahkan dengan najisnya kotoran jallaalah, padahal jallaalah boleh dimakan, namun kotorannya najis.
• Jadi jika terdapat dalil yang menunjukan bahwa kotoran atau kencing hewan tertentu bisa diqiaskan dengan kotoran himar maka diikutkan. Dan jika tidak maka kembali kepada hukum asal yaitu suci.
(Lihat penjelasan Asy-Syaukani di Nailul Authar 1/71)
Dan pendapat ini juga yang dikuatkan dan dipilih oleh Muhammad Ali Adam dalam kitabnya Dzakhiirotul ‘Uqbaa 1/520-522 dan 5/140-141).
Tulisan ini hanya ingin menjelaskan sisi pendalilan al-Imam Asy-Syaukani bukan dalam rangka merajihkan.
Komentar
Posting Komentar