Akhlak Mulia Sebab Masuk Surga
Akhlak Mulia
Perkara yang tidak kalah penting yang bisa memasukkan ke dalam surga adalah husnul khuluq (akhlak yang baik).
Imam Malik mengatakan,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَسَّمَ بَيْنَ عِبَادِهِ الْأَعْمَالَ كَمَا قَسَّمَ الْأَرْزَاقَ فَرُبَّ رَجُلٍ فُتِحَ لَهُ فِي الصَّلَاةِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصَّوْمِ وَآخَرَ فَتَحَ اللَّهُ لَهُ فِي الْجِهَادِ وَلَمْ يَفْتَحْ لَهُ فِي الصَّلَاةِ وَآخَرَ فُتِحَ لَهُ فِي الصَّدَقَةِ وَلَمْ يُفْتَحْ لَهُ فِي الصِّيَامِ
“Sesungguhnya Allah ﷻ membagi amalan-amalan di antara hamba-Nya sebagaimana membagi rezeki. Terkadang seorang hamba dibukakan baginya pintu shalat, tapi tidak terbuka baginya pintu puasa (maksudnya memperbanyak yang sunat). Ada yang dibukankan baginya pintu jihad, tapi tidak dalam shalat. Ada pula yang dibukakan baginya pintu sedekah tapi tidak dalam berpuasa.”
Allah memberikan pintu-pintu rezeki yang berbeda-beda di antara manusia. Ada yang menjadi pedagang, petani, pengajar, dokter, dengan berbagai pintu rezeki tersebut dia bisa meraih rezeki. Demikian pula dalam masalah surga, Allah membukakan berbagai pintu surga. Seseorang yang sudah diberikan pintu kebaikan oleh Allah maka hendaknya dia berusaha untuk menekuninya.
Dan di antara pintu-pintu kebaikan yang terbaik adalah pintu akhlak mulia. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim berusaha untuk menarbiah dan melatih dirinya untuk berakhlak mulia, karena memiliki akhlak yang mulia adalah sesuatu yang perlu dilatih. Dimulai dari berusaha menjaga lisan, menjaga tulisan, menjaga sikap, dan seterusnya. Nabi bersabda,
أَنَا زَعِيمُ بِبَيْتٍ فِي أَعَلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku menjamin istana di atas surga bagi orang yang memperindah akhlaknya.”
Artinya akhlak itu bisa diusahakan, ada orang yang awalnya pelit bisa jadi kemudian dermawan, ada orang pemarah bisa jadi kemudian penyabar, ada orang yang suaranya keras ketika berbicara kemudian menjadi lembut. Sebagaimana sahabat Tsabit bin Qais yang dijuluki جَاهِرُ الصَّوْتِ ketika berbicara suaranya keras, bahkan saat berbicara dengan Nabi. Tatkala Allah menegurnya dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat: 2)
Maka Tsabit bin Qais pun berusaha untuk melembutkan suaranya dan dia beberharapasil melakukannya.
Tidak ada satu pun dari kita yang layak mengklaim dirinya sudah menerapkan akhlak mulia yang sempurna. Oleh karena itu, kita berusaha mengubah akhlak-akhlak buruk yang mungkin selama ini ada pada diri kita. Jangan sampai hari-hari yang akan datang kita lewati tanpa adanya perjuangan untuk mengubah akhlak kita ke arah yang lebih baik.
Seorang suami hendaknya mengevaluasi dirinya bagaimana sikapnya kepada istrinya setahun yang lalu, apakah setahun terakhir sudah semakin membaik. Seorang istri hendaknya mengevaluasi dirinya bagaimana sikapnya kepada suaminya setahun yang lalu, apakah setahun terakhir sudah semakin membaik. Ia pikirkan terlebih dahulu bagaimana akhlaknya kepada orang tuanya, anak-anaknya, karib kerabatnya, dan orang-orang terdekatnya. Bukan kepada kawan-kawannya atau orang-orang yang jauh darinya tanpa berusaha terlebih dahulu mengecek bagaimana sikapnya terhadap orang-orang terdekatnya. Jangan ia biarkan dirinya berakhlak begitu saja, harus ada peningkatan karena akhlak mulia harus diperjuangkan.
Mengapa akhlak mulia sangat mudah memasukkan ke dalam surga, rahasianya karena apabila seseorang sudah mencapai derajat akhlak yang mulia maka argo pahalanya akan terus berjalan tanpa henti. Ketika dia bersama istrinya, dia menampilkan akhlak mulia bagaimana bermuamalah dengan istrinya. Kemudian ketika dia bersama dengan anaknya, dia menampilkan akhlak mulia bagaimana bermuamalah dengan anaknya. Ketika bersama orang tuanya, tetangganya, sopirnya, atasannya, bawahannya, bahkan ketika bersama dengan musuhnya dia selalu berusaha menampilkan akhlak yang mulia. Sepanjang harinya, kapan pun dan di mana pun dia bermuamalah dengan orang lain dia berusaha menampilkan akhlak yang mulia. Hal ini akan terus menambah argo pahalanya. Berbeda halnya ibadah lain semisal shalat, yang hanya dilaksanakan sebentar saja. Membaca Al Quran yang mungkin maksimal setengah jam. Setelah itu, argo pahala shalatnya atau membaca Al Qurannya akan teberharapenti. Setelah ibadah-ibadah tersebut yang bisa dia andalkan adalah akhlak mulianya tatkala berjumpa dengan orang-orang di sekitarnya.
Apabila kita bandingkan keadaan kita sekarang dengan para salaf dahulu. Mereka bisa berdiri shalat malam begitu lama, membaca Al Quran berjam-jam, bersedekah dalam jumlah yang banyak. Sedangkan kita bangun lebih cepat saja susah, membaca Al Quran malas-malasan, sedekah kepada orang tua saja harus berpikir panjang. Pintu-pintu ibadah berat kita lakukan karena kemalasan kita. Namun ada pintu kebaikan yang Allah buka, siapa pun bisa melaksanakannya -jika berusaha-, itulah akhlak mulia.
Baca selengkapnya [KLIK DISINI]
Komentar
Posting Komentar