Angan-Angan yang Putus oleh Kematian
Simak video berikut :
𝗔𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗔𝗷𝗮𝗹 𝗱𝗮𝗻 𝗖𝗶𝘁𝗮 𝗖𝗶𝘁𝗮
Oleh : Ustadz Ammi Nur Baits
𝗔𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗔𝗷𝗮𝗹 𝗱𝗮𝗻 𝗖𝗶𝘁𝗮 𝗖𝗶𝘁𝗮
Oleh : Ustadz Ammi Nur Baits
Angan-Angan yang Putus oleh Kematian
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Artinya, “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] ayat 3).
عَنْ عَبْدِاللَّهِ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ : خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا وَخَطَّ خَطًّا فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ وَقَالَ هَذَا الْإِنْسَانُ وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا (رواه البخاري)
Dari Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membuat gambar persegi empat, lalu menggambar garis panjang di tengah persegi empat tadi dan keluar melewati batas persegi itu. Kemudian beliau juga membuat garis-garis kecil di dalam persegi tadi, di sampingnya (persegi yang digambar Nabi). Dan beliau bersabda, “Ini adalah manusia, dan (persegi empat) ini adalah ajal yang mengelilinginya, dan garis (panjang) yang keluar ini, adalah angan-angannya. Dan garis-garis kecil ini adalah penghalang-penghalangnya. Jika tidak (terjebak) dengan (garis) yang ini, maka kena (garis) yang ini. Jika tidak kena (garis) yang itu, maka kena (garis) yang setelahnya. Jika tidak mengenai semua (penghalang) tadi, maka dia pasti tertimpa ketuarentaan.” (HR. Bukhari).
Dalam menilai gambar yang dibuat oleh Rasulullah tersebut ada perbedaan di kalangan ulama.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam mensyarahi hadits di atas, membuat beberapa gambar yang masing-masing berbeda.
Angan-angan manusia itu ada dua macam. Pertama, angan-angan yang bisa tercapai, yaitu yang ditunjuki oleh garis-garis yang berada di dalam kotak yang sekaligus sebagai pembatas. Kedua, angan-angan yang tidak mungkin tercapai, yaitu yang ditunjuki oleh garis yang berada di luar kotak.
Dari keterangan di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa manusia itu hidup didalam keterbatasan. Semua indera dan fungsi tubuhnya yang diberikan oleh Allah serba terbatas kemampuannya.
Namun, cita-cita dan angan-angan manusia itu jauh lebih panjang dari pada ajalnya. Sesuatu yang diangan-angankan itu biasanya tidak akan jauh dari yang namanya harta dan umur panjang. Sudah menjadi fitrahnya bahwa masing-masing manusia memiliki keinginan dan harapan yang selalu didamba-dambakan.
Dengan memiliki harta yang cukup, maka ia akan memikirkan untuk mempergunakannya, walaupun fisik dan mentalnya sudah lemah atau berkurang.
Hadits riwayat Ibnu Majah menyebutkan,
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الضَّرِيرُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَيَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ
Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Mu’adz Ad Dlarir, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah, dari Qatadah, dari Anas, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Anak Adam akan menua, namun ia masih tetap berjiwa muda dalam dua hal, yaitu rakus terhadap harta kekayaan dan umur yang panjang.”
Walaupun keinginan dan cita-cita seseorang itu telah tercapai, tapi tabiat manusia tidak akan merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya. Maka ia akan mencari dan mencari lagi harapan yang lain.
Pada umumnya, cita-cita dan kegemarannya terhadap harta dan umur panjang ini sampai melampaui batas hingga menjadi lupa dengan adanya kematian yang pasti tapi tidak bisa diduga kapan datangnya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memperingatkan manusia di dalam firman-Nya,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
Artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai (kamu) masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur [102] ayat 1-2).
Dalam hadits riwayat Muslim dijelaskan,
و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنَّ لَهُ وَادِيًا آخَرَ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَاللَّهُ يَتُوبُ عَلَى مَنْ تَابَ
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda, “Andai kata anak Adam itu memiliki emas satu lembah, niscaya ingin memiliki satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi mulut (hawa nafsu)-nya melainkan tanah (maut). Dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat kepada-Nya.”
Oleh karenanya, betapa pun tingginya angan-angan manusia terhadap harta dan kesenangan dunia, namun jangan sekali-kali melupakan satu hal yang pasti, yakni mati.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran [3] ayat 185).
Hendaklah bagi seorang Muslim, jangan melampaui batas dalam hal cita-cita dan angan-angannya. Namun bukan berarti mereka tidak boleh memiliki cita-cita lalu menjadi orang kaya.
Memangkas Angan-Angan, Manfaatkan Harta
Panjangnya angan-angan atau hayalan telah disebutkan sebagai hal yang tidak baik. Untuk tidak terlarut menghabiskan waktu untuk angan-angan yang melampaui batas, seorang Muslim hendaklah terus beraktivitas secara positif. Hendaklah mengerjakan pekerjaan yang bisa dikerjakan sekarang juga tanpa menunda-nunda waktu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Insyirah [98] ayat 7).
Waktu adalah pedang, maka barang siapa tidak bisa menggunakan waktu dengan baik ia akan dilibas masa depannya.
Untuk itu setiap kita selesai melakukan suatu urusan atau pekerjaan, segeralah menuju ke urusan dan pekerjaan berikutnya. Jangan membuang-buang waktu untuk urusan yang tidak bermanfaat, terutama bagi kemaslahatan umat atau kerabat (relasi atau stakeholder lainnya).
Bersungguh-sungguhlah, maka kita akan bisa mendapatkan atau mewujudkan sesuatu yang diharapkan dan dicita-citakan secara wajar.
Sementara itu, agar tidak menjadi buruk lantaran berharta, maka cara tepatnya adalah seorang Muslim harus bisa mengendalikan hartanya kepada hal yang baik, menjadikan harta yang kita miliki dan yang kita kejar sebagai sarana untuk beribadah dan bertakwa kepada Allha Subhanahu Wa Ta’ala. Jangan sampai kekayaan membuat kita lupa beribadah kepada Allah yang telah berfirman,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ
Artinya, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” (QS. Al-Lail [92] ayat 17-18).
Ayat tersebut menjelaskan tentang sikap Abu Bakar yang sangat spektakuler dalam memanivestasikan keimanan dan ketakwaannya melalui harta yang dimilikinya.
Sebagai seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang dikaruniai nikmat harta, dia tidak pernah segan untuk mengeluarkan harta demi kejayaan umat Islam.
Sungguh jelas, kekayaan tidak menjadi sebab Allah menjadi marah. Yang dilarang adalah yang mengundang murka-Nya, yaitu orang kaya yang sombong dan lupa diri dengan kekayaannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
نِعْمَ الْـمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ
Artinya, “Harta terbaik adalah yang dimiliki laki-laki yang salih.” (HR. Ahmad dalam Musnad dengan sanad hasan, juz 4, hadits no. 197 dan 202).
Di hadits lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَليَ عِيَالِهِ
Artinya, “Dinar terbaik yang dibelanjakan oleh seseorang lelaki adalah dinar seseorang yang dibelanjakan untuk nafkah keluarganya.” (HR. Muslim). (P001/R02)
Sumber : https://minanews.net
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
Artinya, “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. Al-Hijr [15] ayat 3).
عَنْ عَبْدِاللَّهِ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ : خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا وَخَطَّ خَطًّا فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ وَقَالَ هَذَا الْإِنْسَانُ وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا (رواه البخاري)
Dari Abdullah (bin Mas’ud) radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membuat gambar persegi empat, lalu menggambar garis panjang di tengah persegi empat tadi dan keluar melewati batas persegi itu. Kemudian beliau juga membuat garis-garis kecil di dalam persegi tadi, di sampingnya (persegi yang digambar Nabi). Dan beliau bersabda, “Ini adalah manusia, dan (persegi empat) ini adalah ajal yang mengelilinginya, dan garis (panjang) yang keluar ini, adalah angan-angannya. Dan garis-garis kecil ini adalah penghalang-penghalangnya. Jika tidak (terjebak) dengan (garis) yang ini, maka kena (garis) yang ini. Jika tidak kena (garis) yang itu, maka kena (garis) yang setelahnya. Jika tidak mengenai semua (penghalang) tadi, maka dia pasti tertimpa ketuarentaan.” (HR. Bukhari).
Dalam menilai gambar yang dibuat oleh Rasulullah tersebut ada perbedaan di kalangan ulama.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam mensyarahi hadits di atas, membuat beberapa gambar yang masing-masing berbeda.
Angan-angan manusia itu ada dua macam. Pertama, angan-angan yang bisa tercapai, yaitu yang ditunjuki oleh garis-garis yang berada di dalam kotak yang sekaligus sebagai pembatas. Kedua, angan-angan yang tidak mungkin tercapai, yaitu yang ditunjuki oleh garis yang berada di luar kotak.
Dari keterangan di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa manusia itu hidup didalam keterbatasan. Semua indera dan fungsi tubuhnya yang diberikan oleh Allah serba terbatas kemampuannya.
Namun, cita-cita dan angan-angan manusia itu jauh lebih panjang dari pada ajalnya. Sesuatu yang diangan-angankan itu biasanya tidak akan jauh dari yang namanya harta dan umur panjang. Sudah menjadi fitrahnya bahwa masing-masing manusia memiliki keinginan dan harapan yang selalu didamba-dambakan.
Dengan memiliki harta yang cukup, maka ia akan memikirkan untuk mempergunakannya, walaupun fisik dan mentalnya sudah lemah atau berkurang.
Hadits riwayat Ibnu Majah menyebutkan,
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ الضَّرِيرُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَيَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ
Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Mu’adz Ad Dlarir, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah, dari Qatadah, dari Anas, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Anak Adam akan menua, namun ia masih tetap berjiwa muda dalam dua hal, yaitu rakus terhadap harta kekayaan dan umur yang panjang.”
Walaupun keinginan dan cita-cita seseorang itu telah tercapai, tapi tabiat manusia tidak akan merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya. Maka ia akan mencari dan mencari lagi harapan yang lain.
Pada umumnya, cita-cita dan kegemarannya terhadap harta dan umur panjang ini sampai melampaui batas hingga menjadi lupa dengan adanya kematian yang pasti tapi tidak bisa diduga kapan datangnya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memperingatkan manusia di dalam firman-Nya,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
Artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai (kamu) masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takatsur [102] ayat 1-2).
Dalam hadits riwayat Muslim dijelaskan,
و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنَّ لَهُ وَادِيًا آخَرَ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَاللَّهُ يَتُوبُ عَلَى مَنْ تَابَ
Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda, “Andai kata anak Adam itu memiliki emas satu lembah, niscaya ingin memiliki satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi mulut (hawa nafsu)-nya melainkan tanah (maut). Dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat kepada-Nya.”
Oleh karenanya, betapa pun tingginya angan-angan manusia terhadap harta dan kesenangan dunia, namun jangan sekali-kali melupakan satu hal yang pasti, yakni mati.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran [3] ayat 185).
Hendaklah bagi seorang Muslim, jangan melampaui batas dalam hal cita-cita dan angan-angannya. Namun bukan berarti mereka tidak boleh memiliki cita-cita lalu menjadi orang kaya.
Memangkas Angan-Angan, Manfaatkan Harta
Panjangnya angan-angan atau hayalan telah disebutkan sebagai hal yang tidak baik. Untuk tidak terlarut menghabiskan waktu untuk angan-angan yang melampaui batas, seorang Muslim hendaklah terus beraktivitas secara positif. Hendaklah mengerjakan pekerjaan yang bisa dikerjakan sekarang juga tanpa menunda-nunda waktu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Insyirah [98] ayat 7).
Waktu adalah pedang, maka barang siapa tidak bisa menggunakan waktu dengan baik ia akan dilibas masa depannya.
Untuk itu setiap kita selesai melakukan suatu urusan atau pekerjaan, segeralah menuju ke urusan dan pekerjaan berikutnya. Jangan membuang-buang waktu untuk urusan yang tidak bermanfaat, terutama bagi kemaslahatan umat atau kerabat (relasi atau stakeholder lainnya).
Bersungguh-sungguhlah, maka kita akan bisa mendapatkan atau mewujudkan sesuatu yang diharapkan dan dicita-citakan secara wajar.
Sementara itu, agar tidak menjadi buruk lantaran berharta, maka cara tepatnya adalah seorang Muslim harus bisa mengendalikan hartanya kepada hal yang baik, menjadikan harta yang kita miliki dan yang kita kejar sebagai sarana untuk beribadah dan bertakwa kepada Allha Subhanahu Wa Ta’ala. Jangan sampai kekayaan membuat kita lupa beribadah kepada Allah yang telah berfirman,
وَسَيُجَنَّبُهَا الْأَتْقَى
الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّىٰ
Artinya, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” (QS. Al-Lail [92] ayat 17-18).
Ayat tersebut menjelaskan tentang sikap Abu Bakar yang sangat spektakuler dalam memanivestasikan keimanan dan ketakwaannya melalui harta yang dimilikinya.
Sebagai seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang dikaruniai nikmat harta, dia tidak pernah segan untuk mengeluarkan harta demi kejayaan umat Islam.
Sungguh jelas, kekayaan tidak menjadi sebab Allah menjadi marah. Yang dilarang adalah yang mengundang murka-Nya, yaitu orang kaya yang sombong dan lupa diri dengan kekayaannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
نِعْمَ الْـمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ
Artinya, “Harta terbaik adalah yang dimiliki laki-laki yang salih.” (HR. Ahmad dalam Musnad dengan sanad hasan, juz 4, hadits no. 197 dan 202).
Di hadits lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَليَ عِيَالِهِ
Artinya, “Dinar terbaik yang dibelanjakan oleh seseorang lelaki adalah dinar seseorang yang dibelanjakan untuk nafkah keluarganya.” (HR. Muslim). (P001/R02)
Sumber : https://minanews.net
Komentar
Posting Komentar