Panduan shalat sesuai sunnah : (5) Sujud
Tatacara Sujud dan Bacaan Ketika Sujud
Sujud yang dilakukan adalah bersujud pada tujuh anggota tubuh.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri. ” (HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no. 490)
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa dahi dan hidung itu seperti satu anggota tubuh. Untuk lima anggota tubuh lainnya wajib bersujud dengan anggota tubuh tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika dari anggota tubuh tersebut tidak menyentuh lantai, shalatnya berarti tidak sah. Namun jika kita katakan wajib bukan berarti telapak kaki dan lutut harus dalam keadaan terbuka. Adapun untuk telapak tangan wajib terbuka menurut salah satu pendapat ulama Syafi’iyah sebagaimana dahi demikian. Namun yang lebih tepat, tidaklah wajib terbuka untuk dahi dan kedua telapak tangan.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 185)
Beberapa Bacaan Ketika Sujud
Bacaan pertama :
Dari hadits Hudzaifah, ia mengatakan, ia pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , lantas dia mengatur kompilasi rukuk' SUBHANAA RABBIYAL 'AZHIM' (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung) 'dan pengompilasi sujud, aku naik
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
'SUBHANAA RABBIYAL A'LAA' (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi). (HR. Muslim, no. 772 dan Abu Daud, no. 871).
Bacaan kedua :
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
"SUBHANA RABBIYAL A'LAA WA BI HAMDIH (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan memuji untuk-Nya)". Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud, no. 870, sahih)
Bacaan ketiga :
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu , ia mengatakan bahwa kompilasi sujud Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam membaca,
اللهم لك سجدت, وبك آمنت, ولك أسلمت, سجد وجهي للذي خلقه وصوره, وشق سمعه وبصره, تبارك الله أحسن الخالقين
“ALLAHUMMA LAKA SAJADTU, WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU, SAJADA WAJHI LILLADZI KHALAQAHU, WA SHAWWARAHU, WA SYAQQA SAM'AHU, WA BASHARAHU. TABARAKALLAHU AHSANUL KHAALIQIIN '(artinya: Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu juga aku beriman, ke-Mu juga aku berserah diri. Wajahku bersujud di Penciptanya, yang Membentuknya, yang Berbentuk pendengar dan penglihatannya. Mahasuci Allah Sebaik- baik Pencipta). "(HR. Muslim, no. 771)
Bacaan Kempat :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam membaca kompilasi sujudnya,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ: دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، وَعَلاَنِيَتَهُ َََ
“ALLAHUMMAGH-FIR LII DZANBII KULLAHU, DIQQAHU WA JILLAHU, WA AWWALAHU WA AAKHIRAHU, WA 'ALAANIYATAHU WA SIRRAHU (artinya: Ya Allah ampunilah dosaku, yang kecilnya dan tinggi, yang diucapkan dan sedang-sedang saja)” (HR. Muslim, no. 483)
Bacaan sebanyak:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“SUBHANAKALLAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIR-LII (artinya: Mahasuci Engkau Ya Allah, Rabi kami, memuji untuk-Mu, ampunilah aku)”. (HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484).
Bacaan Keenam :
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
"SUBBUHUN QUDDUUS, RABBUL MALAA-IKATI WAR RUUH (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-)." (HR. Muslim, no. 487)
Bacaan ketujuh :
Dari Auf bin Malik Al-Asyja'i mengatakan, saya berbicara dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia berdiri dan membaca surah Al-Baqarah, tidak dapat ayat rahmat, bergerak dan memohonnya. Dan tidak melewati ayat siksa kecuali berhenti dan berlindung (darinya). Berkata, kemudian rukuk seperti waktu berdirinya dan membaca dalam rukuknya,
SUBHAANA DZIL JABARUUTI WAL MALAKUUTI WAL KIBRIYAA 'WAL' AZHAMAH (artinya: Mahasuci Allah Yang memiliki keperkasaan dan keluarga (penuh) serta kesombongan dan keagungan). Kemudian sujud seperti waktu berdirinya kemudian mengatakan dalam sujudnya seperti itu. Kemudian berdiri dan membaca Ali Imran kemudian satu surah, satu surah. (HR. An-Nasai, no. 1132; Abu Daud, no. 873. Hadits ini sahih menurut Syaikh Al-Albani).
~ BACAAN KETUJUH BISA DIGUNAKAN UNTUK MEMBACA RUKUK DAN SUJUD SEKALIGUS.
Bolehkah memperlama sujud :
Tambahan (catatan) :
~ Diantara doa ketika sujud setelah membaca SUBHANAA RABBIYAL A'LAA' dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah adalah membaca "ALLAHUMMA AJIRNA MINANNAR"
(dibaca 3x) dan "Allahumma Ad-Khilni Al Jannah" (dibaca sampai 3x) artinya : Ya Allah Masukkanlah aku kedalam Surga-Mu Dan lindungilah saya dari Neraka-Mu.
Doa ini adalah doa meminta perlindungan dari api neraka dan minta dimasukkan kedalam surga. Hadits shahih dari Anas radhiallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘allaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim meminta surga kepada Allah sebanyak tiga kali, melainkan surga akan berkata, ‘Ya Allah, masukkanlah dia.’ Dan tidaklah seorang muslim berlindung dari neraka sebanyak tiga kali, melainkan neraka akan berkata, ‘Ya Allah lindungilah dia’.”
(HR. Ahmad juz 2 hlm. 141) Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini sahih. (al-Jami’ ash-Shahih mimma Laisa fi ash-Shahihain juz 2 hlm. 472).
Setelah itu bertakbir bangkit dari sujud tanpa mengangkat tangan.
Sebagaimana dalam hadits Mutharrif bin Abdullah, ia berkata,
صَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ – رضى الله عنه – أَنَا وَعِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ ، فَكَانَ إِذَا سَجَدَ كَبَّرَ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ كَبَّرَ ، وَإِذَا نَهَضَ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ كَبَّرَ ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ أَخَذَ بِيَدِى عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ فَقَالَ قَدْ ذَكَّرَنِى هَذَا صَلاَةَ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – . أَوْ قَالَ لَقَدْ صَلَّى بِنَا صَلاَةَ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم –
“Aku dan Imran bin Hushain pernah shalat di belakang ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu. Jika turun sujud, beliau bertakbir. Ketika bangkit dari sujud, beliau pun bertakbir. Jika bangkit setelah dua raka’at, beliau bertakbir. Ketika selesai shalat, Imran bin Hushain memegang tanganku lantas berkata, “Cara shalat Ali ini mengingatkanku dengan tata cara shalat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau ia mengatakan, “Sungguh Ali telah shalat bersama kita dengan shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 786 dan Muslim no. 393). Hadits ini menunjukkan bahwa takbir intiqal (berpindah rukun) itu dikeraskan. Dan itu juga jadi dalil adanya takbir setelah bangkit dari sujud.
Dalam hadits Abu Hurairah juga disebutkan,
ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir ketika turun sujud. Lalu beliau bertakbir ketika bangkit dari sujud.” (HR. Bukhari no. 789 dan Muslim no. 392).
Adapun tanpa mengangkat ketika turun sujud atau bangkit dari sujud adalah berdasarkan hadits,
وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ وَيَصْنَعُهُ إِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى شَىْءٍ مِنْ صَلاَتِهِ وَهُوَ قَاعِدٌ
“Jika beliau ingin ruku’ dan bangkit dari ruku’ (beliau mengangkat tangan). Namun beliau tidak mengangkat kedua tangannya dalam shalatnya saat duduk.” (HR. Abu Daud no. 761, Ibnu Majah no. 864 dan Tirmidzi no. 3423. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Sujud yang dilakukan adalah bersujud pada tujuh anggota tubuh.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri. ” (HR. Bukhari no. 812 dan Muslim no. 490)
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa dahi dan hidung itu seperti satu anggota tubuh. Untuk lima anggota tubuh lainnya wajib bersujud dengan anggota tubuh tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika dari anggota tubuh tersebut tidak menyentuh lantai, shalatnya berarti tidak sah. Namun jika kita katakan wajib bukan berarti telapak kaki dan lutut harus dalam keadaan terbuka. Adapun untuk telapak tangan wajib terbuka menurut salah satu pendapat ulama Syafi’iyah sebagaimana dahi demikian. Namun yang lebih tepat, tidaklah wajib terbuka untuk dahi dan kedua telapak tangan.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 185)
Beberapa Bacaan Ketika Sujud
Bacaan pertama :
Dari hadits Hudzaifah, ia mengatakan, ia pernah shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam , lantas dia mengatur kompilasi rukuk' SUBHANAA RABBIYAL 'AZHIM' (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung) 'dan pengompilasi sujud, aku naik
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
'SUBHANAA RABBIYAL A'LAA' (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi). (HR. Muslim, no. 772 dan Abu Daud, no. 871).
Bacaan kedua :
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
"SUBHANA RABBIYAL A'LAA WA BI HAMDIH (artinya: Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan memuji untuk-Nya)". Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud, no. 870, sahih)
Bacaan ketiga :
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu , ia mengatakan bahwa kompilasi sujud Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam membaca,
اللهم لك سجدت, وبك آمنت, ولك أسلمت, سجد وجهي للذي خلقه وصوره, وشق سمعه وبصره, تبارك الله أحسن الخالقين
“ALLAHUMMA LAKA SAJADTU, WA BIKA AAMANTU WA LAKA ASLAMTU, SAJADA WAJHI LILLADZI KHALAQAHU, WA SHAWWARAHU, WA SYAQQA SAM'AHU, WA BASHARAHU. TABARAKALLAHU AHSANUL KHAALIQIIN '(artinya: Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu juga aku beriman, ke-Mu juga aku berserah diri. Wajahku bersujud di Penciptanya, yang Membentuknya, yang Berbentuk pendengar dan penglihatannya. Mahasuci Allah Sebaik- baik Pencipta). "(HR. Muslim, no. 771)
Bacaan Kempat :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam membaca kompilasi sujudnya,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ: دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، وَعَلاَنِيَتَهُ َََ
“ALLAHUMMAGH-FIR LII DZANBII KULLAHU, DIQQAHU WA JILLAHU, WA AWWALAHU WA AAKHIRAHU, WA 'ALAANIYATAHU WA SIRRAHU (artinya: Ya Allah ampunilah dosaku, yang kecilnya dan tinggi, yang diucapkan dan sedang-sedang saja)” (HR. Muslim, no. 483)
Bacaan sebanyak:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
“SUBHANAKALLAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIR-LII (artinya: Mahasuci Engkau Ya Allah, Rabi kami, memuji untuk-Mu, ampunilah aku)”. (HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484).
Bacaan Keenam :
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
"SUBBUHUN QUDDUUS, RABBUL MALAA-IKATI WAR RUUH (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-)." (HR. Muslim, no. 487)
Bacaan ketujuh :
Dari Auf bin Malik Al-Asyja'i mengatakan, saya berbicara dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia berdiri dan membaca surah Al-Baqarah, tidak dapat ayat rahmat, bergerak dan memohonnya. Dan tidak melewati ayat siksa kecuali berhenti dan berlindung (darinya). Berkata, kemudian rukuk seperti waktu berdirinya dan membaca dalam rukuknya,
SUBHAANA DZIL JABARUUTI WAL MALAKUUTI WAL KIBRIYAA 'WAL' AZHAMAH (artinya: Mahasuci Allah Yang memiliki keperkasaan dan keluarga (penuh) serta kesombongan dan keagungan). Kemudian sujud seperti waktu berdirinya kemudian mengatakan dalam sujudnya seperti itu. Kemudian berdiri dan membaca Ali Imran kemudian satu surah, satu surah. (HR. An-Nasai, no. 1132; Abu Daud, no. 873. Hadits ini sahih menurut Syaikh Al-Albani).
~ BACAAN KETUJUH BISA DIGUNAKAN UNTUK MEMBACA RUKUK DAN SUJUD SEKALIGUS.
Bolehkah memperlama sujud :
Kita ketahui bersama bahwa do’a ketika sujud adalah waktu terbaik untuk berdo’a.
Seperti disebutkan dalam hadits,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah)
Namun seringkali kita lihat sebagian orang malah seringnya memperlama sujud terakhir ketika shalat, tujuannya adalah agar memperbanyak do’a ketika itu. Apakah benar bahwa saat sujud terakhir mesti demikian?
Al Baro’ bin ‘Azib mengatakan,
كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
“Ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal), dan duduk antara dua sujud yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya hampir sama (lama dan thuma’ninahnya).” (HR. Bukhari no. 801 dan Muslim no. 471)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya,
“Apakah diperkenankan memperpanjang sujud terakhir dari rukun shalat lainnya, di dalamnya seseorang memperbanyak do’a dan istighfar? Apakah shalat menjadi cacat jika seseorang memperlama sujud terakhir?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Memperpanjang sujud terakhir ketika shalat bukanlah termasuk sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena yang disunnahkan adalah seseorang melakukan shalat antara ruku’, bangkit dari ruku’ (i’tidal), sujud dan duduk antara dua sujud itu hampir sama lamanya. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam hadits Baro’ bin ‘Azib, ia berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendapati bahwa berdiri, ruku’, sujud, duduk beliau sebelum salam dan berpaling, semuanya hampir sama (lamanya). ” Inilah yang afdhol. Akan tetapi ada tempat do’a selain sujud yaitu setelah tasyahud (sebelum salam). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan ‘Abdullah bin Mas’ud tasyahud, beliau bersabda, “Kemudian setelah tasyahud, terserah padamu berdo’a dengan doa apa saja”. Maka berdo’alah ketika itu sedikit atau pun lama setelah tasyahud akhir sebelum salam. (Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, kaset no. 376, side B )
Dalam Fatawa Al Islamiyah (1/258), Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah berkata,
“Aku tidak mengetahui adanya dalil yang menyebutkan untuk memperlama sujud terakhir dalam shalat. Yang disebutkan dalam berbagai hadits, rukun shalat atau keadaan lainnya itu hampir sama lamanya.”
Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah juga menjelaskan, “Aku tidak mengetahui adanya dalil yang menganjurkan untuk memperlama sujud terakhir dalam shalat. Akan tetapi, memang sebagian imam melakukan seperti ini sebagai isyarat pada makmum bahwa ketika itu adalah raka’at terakhir atau ketika itu adalah amalan terkahir dalam shalat. Karenanya, mereka pun memperpanjang sujud ketika itu. Dari sinilah, mereka maksudkan agar para jama’ah tahu bahwa setelah itu adalah duduk terakhir yaitu duduk tasyahud akhir. Namun alasan semacam ini tidaklah menjadi sebab dianjurkan memperpanjang sujud terakhir ketika itu.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, Ahkam Qoth’ush Sholah, Fatawan no. 2046 dari website beliau)
Dari penjelasan singkat ini, nampaklah bahwa tidak ada anjuran untuk memperlama sujud terakhir ketika shalat agar bisa memperbanyak do’a ketika itu. Yang tepat, hendaklah gerakan rukun yang ada sama atau hampir sama lamanya dan thuma’ninahnya. Silakan membaca do’a ketika sujud terakhir, namun hendaknya lamanya hampir sama dengan sujud sebelumnya atau sama dengan rukun lainnya. Apalagi jika imam sudah selesai dari sujud terkahir dan sedang tasyahud, maka selaku makmum hendaklah mengikuti imam ketika itu. Karena imam tentu saja diangkat untuk diikuti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“Imam itu diangkat untuk diikuti, maka janganlah diselisihi.” (HR. Bukhari no. 722, dari Abu Hurairah)
Diantara doa ketika sujud setelah membaca SUBHANAA ROBBIYAL A'LAA' ketika shalat fardhu maupun shalat sunnah adalah membaca "ALLAHUMMA AJIRNA MINANNAR"
(dibaca 3x) dan "Allahumma Ad-Khilni Al Jannah" (dibaca sampai 3x) artinya : Ya Allah Masukkanlah aku kedalam Surga-Mu Dan lindungilah saya dari Neraka-Mu.
Doa ini adalah doa meminta perlindungan dari api neraka dan minta dimasukkan kedalam surga. Hadits shahih dari Anas radhiallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘allaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim meminta surga kepada Allah sebanyak tiga kali, melainkan surga akan berkata, ‘Ya Allah, masukkanlah dia.’ Dan tidaklah seorang muslim berlindung dari neraka sebanyak tiga kali, melainkan neraka akan berkata, ‘Ya Allah lindungilah dia’.”
(HR. Ahmad juz 2 hlm. 141) Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini sahih. (al-Jami’ ash-Shahih mimma Laisa fi ash-Shahihain juz 2 hlm. 472).
Seperti disebutkan dalam hadits,
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah)
Namun seringkali kita lihat sebagian orang malah seringnya memperlama sujud terakhir ketika shalat, tujuannya adalah agar memperbanyak do’a ketika itu. Apakah benar bahwa saat sujud terakhir mesti demikian?
Al Baro’ bin ‘Azib mengatakan,
كَانَ رُكُوعُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَسُجُودُهُ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ وَبَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
“Ruku’, sujud, bangkit dari ruku’ (i’tidal), dan duduk antara dua sujud yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya hampir sama (lama dan thuma’ninahnya).” (HR. Bukhari no. 801 dan Muslim no. 471)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya,
“Apakah diperkenankan memperpanjang sujud terakhir dari rukun shalat lainnya, di dalamnya seseorang memperbanyak do’a dan istighfar? Apakah shalat menjadi cacat jika seseorang memperlama sujud terakhir?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Memperpanjang sujud terakhir ketika shalat bukanlah termasuk sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena yang disunnahkan adalah seseorang melakukan shalat antara ruku’, bangkit dari ruku’ (i’tidal), sujud dan duduk antara dua sujud itu hampir sama lamanya. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam hadits Baro’ bin ‘Azib, ia berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendapati bahwa berdiri, ruku’, sujud, duduk beliau sebelum salam dan berpaling, semuanya hampir sama (lamanya). ” Inilah yang afdhol. Akan tetapi ada tempat do’a selain sujud yaitu setelah tasyahud (sebelum salam). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan ‘Abdullah bin Mas’ud tasyahud, beliau bersabda, “Kemudian setelah tasyahud, terserah padamu berdo’a dengan doa apa saja”. Maka berdo’alah ketika itu sedikit atau pun lama setelah tasyahud akhir sebelum salam. (Fatawa Nur ‘ala Ad Darb, kaset no. 376, side B )
Dalam Fatawa Al Islamiyah (1/258), Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah berkata,
“Aku tidak mengetahui adanya dalil yang menyebutkan untuk memperlama sujud terakhir dalam shalat. Yang disebutkan dalam berbagai hadits, rukun shalat atau keadaan lainnya itu hampir sama lamanya.”
Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin rahimahullah juga menjelaskan, “Aku tidak mengetahui adanya dalil yang menganjurkan untuk memperlama sujud terakhir dalam shalat. Akan tetapi, memang sebagian imam melakukan seperti ini sebagai isyarat pada makmum bahwa ketika itu adalah raka’at terakhir atau ketika itu adalah amalan terkahir dalam shalat. Karenanya, mereka pun memperpanjang sujud ketika itu. Dari sinilah, mereka maksudkan agar para jama’ah tahu bahwa setelah itu adalah duduk terakhir yaitu duduk tasyahud akhir. Namun alasan semacam ini tidaklah menjadi sebab dianjurkan memperpanjang sujud terakhir ketika itu.” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, Ahkam Qoth’ush Sholah, Fatawan no. 2046 dari website beliau)
Dari penjelasan singkat ini, nampaklah bahwa tidak ada anjuran untuk memperlama sujud terakhir ketika shalat agar bisa memperbanyak do’a ketika itu. Yang tepat, hendaklah gerakan rukun yang ada sama atau hampir sama lamanya dan thuma’ninahnya. Silakan membaca do’a ketika sujud terakhir, namun hendaknya lamanya hampir sama dengan sujud sebelumnya atau sama dengan rukun lainnya. Apalagi jika imam sudah selesai dari sujud terkahir dan sedang tasyahud, maka selaku makmum hendaklah mengikuti imam ketika itu. Karena imam tentu saja diangkat untuk diikuti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“Imam itu diangkat untuk diikuti, maka janganlah diselisihi.” (HR. Bukhari no. 722, dari Abu Hurairah)
Diantara doa ketika sujud setelah membaca SUBHANAA ROBBIYAL A'LAA' ketika shalat fardhu maupun shalat sunnah adalah membaca "ALLAHUMMA AJIRNA MINANNAR"
(dibaca 3x) dan "Allahumma Ad-Khilni Al Jannah" (dibaca sampai 3x) artinya : Ya Allah Masukkanlah aku kedalam Surga-Mu Dan lindungilah saya dari Neraka-Mu.
Doa ini adalah doa meminta perlindungan dari api neraka dan minta dimasukkan kedalam surga. Hadits shahih dari Anas radhiallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘allaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim meminta surga kepada Allah sebanyak tiga kali, melainkan surga akan berkata, ‘Ya Allah, masukkanlah dia.’ Dan tidaklah seorang muslim berlindung dari neraka sebanyak tiga kali, melainkan neraka akan berkata, ‘Ya Allah lindungilah dia’.”
(HR. Ahmad juz 2 hlm. 141) Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini sahih. (al-Jami’ ash-Shahih mimma Laisa fi ash-Shahihain juz 2 hlm. 472).
Tambahan (catatan) :
~ Diantara doa ketika sujud setelah membaca SUBHANAA RABBIYAL A'LAA' dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah adalah membaca "ALLAHUMMA AJIRNA MINANNAR"
(dibaca 3x) dan "Allahumma Ad-Khilni Al Jannah" (dibaca sampai 3x) artinya : Ya Allah Masukkanlah aku kedalam Surga-Mu Dan lindungilah saya dari Neraka-Mu.
Doa ini adalah doa meminta perlindungan dari api neraka dan minta dimasukkan kedalam surga. Hadits shahih dari Anas radhiallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘allaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang muslim meminta surga kepada Allah sebanyak tiga kali, melainkan surga akan berkata, ‘Ya Allah, masukkanlah dia.’ Dan tidaklah seorang muslim berlindung dari neraka sebanyak tiga kali, melainkan neraka akan berkata, ‘Ya Allah lindungilah dia’.”
(HR. Ahmad juz 2 hlm. 141) Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini sahih. (al-Jami’ ash-Shahih mimma Laisa fi ash-Shahihain juz 2 hlm. 472).
Setelah itu bertakbir bangkit dari sujud tanpa mengangkat tangan.
Sebagaimana dalam hadits Mutharrif bin Abdullah, ia berkata,
صَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ – رضى الله عنه – أَنَا وَعِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ ، فَكَانَ إِذَا سَجَدَ كَبَّرَ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ كَبَّرَ ، وَإِذَا نَهَضَ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ كَبَّرَ ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ أَخَذَ بِيَدِى عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ فَقَالَ قَدْ ذَكَّرَنِى هَذَا صَلاَةَ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم – . أَوْ قَالَ لَقَدْ صَلَّى بِنَا صَلاَةَ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم –
“Aku dan Imran bin Hushain pernah shalat di belakang ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu. Jika turun sujud, beliau bertakbir. Ketika bangkit dari sujud, beliau pun bertakbir. Jika bangkit setelah dua raka’at, beliau bertakbir. Ketika selesai shalat, Imran bin Hushain memegang tanganku lantas berkata, “Cara shalat Ali ini mengingatkanku dengan tata cara shalat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau ia mengatakan, “Sungguh Ali telah shalat bersama kita dengan shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 786 dan Muslim no. 393). Hadits ini menunjukkan bahwa takbir intiqal (berpindah rukun) itu dikeraskan. Dan itu juga jadi dalil adanya takbir setelah bangkit dari sujud.
Dalam hadits Abu Hurairah juga disebutkan,
ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir ketika turun sujud. Lalu beliau bertakbir ketika bangkit dari sujud.” (HR. Bukhari no. 789 dan Muslim no. 392).
Adapun tanpa mengangkat ketika turun sujud atau bangkit dari sujud adalah berdasarkan hadits,
وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ وَيَصْنَعُهُ إِذَا رَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ وَلاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى شَىْءٍ مِنْ صَلاَتِهِ وَهُوَ قَاعِدٌ
“Jika beliau ingin ruku’ dan bangkit dari ruku’ (beliau mengangkat tangan). Namun beliau tidak mengangkat kedua tangannya dalam shalatnya saat duduk.” (HR. Abu Daud no. 761, Ibnu Majah no. 864 dan Tirmidzi no. 3423. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Posisi tumit dalam sujud
Ketika sujud dalam sholat, kita dianjurkan merapatkan tumit. ini berdasarkan hadis: “Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)
Disebutkan dalam riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلًا بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ،
“Saya kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sebelumnya beliau tidur di sampingku. Tiba-tiba aku menjumpai beliau sedang sujud, dalam keadaan merapatkan kedua tumit beliau, dan ujung-ujung jari kaki beliau menghadap kiblat.” (HR. Ibnu Khuzaimah 654. Al-A’dzami mengatakan: Sanadnya sahih)
Hadis ini dicantumkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam judul bab:
بَابُ ضَمِّ الْعَقِبَيْنِ فِي السُّجُودِ
“Bab merapatkan dua tumit ketika sujud” (Shahih Ibnu Khuzaimah, 1:328)
Ketika sujud dalam sholat, kita dianjurkan merapatkan tumit. ini berdasarkan hadis: “Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)
Disebutkan dalam riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلًا بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ،
“Saya kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sebelumnya beliau tidur di sampingku. Tiba-tiba aku menjumpai beliau sedang sujud, dalam keadaan merapatkan kedua tumit beliau, dan ujung-ujung jari kaki beliau menghadap kiblat.” (HR. Ibnu Khuzaimah 654. Al-A’dzami mengatakan: Sanadnya sahih)
Hadis ini dicantumkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam judul bab:
بَابُ ضَمِّ الْعَقِبَيْنِ فِي السُّجُودِ
“Bab merapatkan dua tumit ketika sujud” (Shahih Ibnu Khuzaimah, 1:328)
Sumber video : https://youtube.com/
Simak video berikut ;
1. Tata cara sujud.
2. Kesalahan dalam sujud
3. Hukum berdoa dalam sujud selain bahasa Arab :
Baca : "Panduan Shalat Sesuai Sunnah" lainnya [KLIK DISINI]
Komentar
Posting Komentar