Budaya-agama NU & Orang Jahiliyyah Mengagungkan Tradisi daripada Wahyu
_...orang-orang yang kafir menikmati kesenangan (dunia), dan mereka makan seperti hewan makan; dan (kelak) Nerakalah tempat tinggal bagi mereka._ (QS. 47: 12)
Salah satu bentuk perilaku binatang adalah makan dan minum sambil berdiri, makan sambil berjalan dan bahkan makan berebutan.
Sehubungan dengan itu Rasulullah mengingatkan, bahwa Allah melaknat orang yang menyerupai hewan...,🙏
Tradisi keagamaan NU, semacam yasinan, tahlilan, kenduren, itulah ciri khas NU. Tradisi yang berkembang di masyarakat adalah karakter Islam Nusantara. Karakter dan praktik yang dilakukan umat Islam di Nusantara itulah ciri khas keagamaan NU.
Baca juga : "NU itu Agama, tidak NU masuk neraka"
Masyarakat misalnya tiap Kamis, mengadakan tradisi yasinan. Tradisi yasinan ini dihadiri oleh siapa saja. Mereka yang bisa membaca tulisan Arab atau tidak, tetap menghadiri upacara yasinan.
Andai belum mungkin, mereka bisa membaca latinnya dulu. Salah atau benar bacaan mereka, tidak dipersoalkan. Tetapi lama-kelamaan, mereka akan hafal seiring waktu bergulir, tambahnya. Warisan-warisan Walisongo seperti itu sampai kini masih mengisi praktik keagamaan masyarakat Islam Nusantara.
Baca juga : "NAHDHATUL ULAMA, Qua Vadis ?"
NU adalah organisasi keislaman yang berakar pada akidah Ahlussunnah wal Jama‘ah-nya Imam Asy‘ari dan Maturidi. Teologi bercorak Asy‘arian dan Maturidian ini cenderung mengakomodir tradisi keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat. Tradisi keagamaan yang antara lain upacara tahlilan, yasinan, kenduren, dan hadiyah doa, mendapat tempat tersendiri dalam teologi keduanya.
Bahwa banyak sekali orang-orang yang tidak bisa membaca tulisan Arab surat Yasin, tetapi hafal surat Yasin. Mereka hafal karena surat Yasin dibaca rutin di kampung-kampung tiap Kamis. Mereka pada giliran tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat Islam Nusantara pun yakin bahwa orang yang melantunkan surat Yasin akan mendapatkan catatan istimewa di sisi Tuhan seru sekalian alam. (Sumber : https://www.nu.or.id)
NU adalah organisasi keislaman yang berakar pada akidah Ahlussunnah wal Jama‘ah-nya Imam Asy‘ari dan Maturidi. Teologi bercorak Asy‘arian dan Maturidian ini cenderung mengakomodir tradisi keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat. Tradisi keagamaan yang antara lain upacara tahlilan, yasinan, kenduren, dan hadiyah doa, mendapat tempat tersendiri dalam teologi keduanya.
Bahwa banyak sekali orang-orang yang tidak bisa membaca tulisan Arab surat Yasin, tetapi hafal surat Yasin. Mereka hafal karena surat Yasin dibaca rutin di kampung-kampung tiap Kamis. Mereka pada giliran tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat Islam Nusantara pun yakin bahwa orang yang melantunkan surat Yasin akan mendapatkan catatan istimewa di sisi Tuhan seru sekalian alam. (Sumber : https://www.nu.or.id)
Orang Jahiliyyah Mengagungkan Tradisi daripada Wahyu
Kapan disebut orang jahiliyyah?
Salah satu cirinya disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, orang jahiliyyah adalah orang yang tidak mengikuti dalil Al Quran dan As Sunnah, enggan mentaati Allah dan Rasul-Nya lalu berpaling pada adat dan tradisi nenek moyang dan masyarakat yang ada. Itulah sifat jahiliyyah. Sifat ini termasuk sifat yang tercela.
Coba perhatikan pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut.
Seseorang itu tumbuh dari agama bapak atau agama tuannya atau agama masyarakat yang ada di negerinya. Sebagaimana seorang bocah itu tumbuh dari agama kedua orang tuanya atau orang yang merawatnya atau dari masyarakat sekitarnya. Ketika anak tersebut baligh (dewasa), maka barulah ia dikenai kewajiban untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Janganlah seperti yang mengatakan,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami” (QS. Al Baqarah: 170).
Setiap orang yang tidak mengikuti dalil Al Quran dan As Sunnah, enggan mentaati Allah dan Rasul-Nya lalu berpaling pada adat dan tradisi nenek moyang dan masyarakat yang ada. Itulah yang disebut orang Jahiliyyah dan layak mendapat celaan.
Begitu pula orang yang sudah jelas baginya kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya lantas ia berpaling pada adat istiadat, itulah orang-orang yang berhak mendapatkan celaan dan hukuman. (Majmu’ Al Fatawa, 20: 225).
Maukah kita dicap sebagai orang Jahiliyyah yang sekedar mengikuti tradisi dan budaya tanpa mau mendengar seruan Allah dan Rasul-Nya? Moga menjadi renungan berharga bagi kita semua.
Referensi:
Majmu’atul Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibni Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Sumber https://rumaysho.com
Komentar
Posting Komentar