Haram Hukumnya Menyamakan Allah dengan Makhluk-Nya
Sepanjang perjalan sejarah pemikiran Islam memang ada beberapa aliran yang menyamakan antara sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya, seperti halnya aliran Musyabbihah (antropomorfisme). Pendeknya, aliran pemikiran ini sesuai dengan namanya (Musyabbihah), yakni menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat manusia (makhluk). Ada pula aliran Mujassimah (korporalisme) yang beranggapan bahwa Allah berjisim (bertubuh) seperti halnya manusia (Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi, hal. 27). Aliran-aliran tersebut jelas salah karena para penganut aliran ini menyamakan antara Allah dan makhluk-Nya.
Oleh karenanya untuk mendudukkan permasalahan ini, terlebih dahulu pemahaman yang mesti dibangun sebelumnya adalah pemahaman tentang konsep tauhid yang membicarakan tentang sifat Allah dan nama-nama-Nya (Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat). Dalam konsep Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, Allah tidak diserupai oleh seorang pun dari makhluk-Nya, sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Syura ayat 11: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”. [QS. asy-Syura (42): 11]
Inilah yang harus kita tetapkan dan wajib kita yakini, yaitu mempercayai dan mengimani apa yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya dengan tidak menyerupakan-Nya dengan seorang pun dari makhluk-Nya.
Hal ini berlaku pada sifat Allah yang bila dilihat dari segi bahasa sama dengan sifat manusia. Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat al-Ikhlas menjelaskan bahwa meskipun dari segi bahasa sama, namun Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitas-Nya dengan sifat makhluk. Sebagai contoh kata Rahim (rahmat/kasih sayang) merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga menunjukkan rahmat/kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 611).
Selain itu, banyak sifat-sifat Allah yang benar-benar berbeda dengan makhluk, misalnya al-Muhyi (maha menghidupkan), as-Salam (maha sejahtera daripada kekurangan), al-Quddus (maha suci), al-Khaliq (maha menciptakan) dan sifat-sifat Allah yang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat Allah dan sifat makhluk-Nya adalah berbeda. Kalaupun ada kesamaan, maka itu hanya sama dari segi bahasa, dan bukan pada substansi dan kapasitasnya.
Sumber Majalah Suara Muhammadiyah, No. 07, 2013.
Sumber : https://muhammadiyah.or.id/
Komentar
Posting Komentar