ORANG KAFIR BOLEH MASUK KE DALAM MASJID NAMUN DENGAN SYARAT.

Sumber video : https://youtu.be/ICEi3T

ORANG KAFIR BOLEH MASUK KE DALAM MASJID NAMUN DENGAN SYARAT.

Oleh : Atha bin Yussuf

Disini saya hanya menerangkan sisi hukumnya saja, adapun praktek di lapangannya saya serahkan yang ada di lapangan dan semoga dengan masuknya orang kafir ke dalam Masjid menjadi wasilah untuk masuk ke dalam Islam. Aamiin.

ADAPUN Biksu-Biksu yang masuk ke dalam Masjid kemudian merapalkan senandung kekafiran di dalam Masjid tanpa ada yang membantahnya dan menjelaskan kekafirannya, maka ini jelas Haram.

-----
Doa Biksu Thudong 2024 di Masjid Baiturrahman Bengkal Kranggan Temanggung
Simak full video : https://youtu.be/
-----

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَّاَنَّ الْمَسٰجِدَ لِلّٰهِ فَلَا تَدْعُوْا مَعَ اللّٰهِ اَحَدًا 

"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apa pun di dalamnya selain Allah." (QS. Al-Jinn [72] : 18)

Secara umum orang Kafir tidak boleh masuk ke dalam masjid berdasarkan dalil umum.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ وَاَ قَا مَ الصَّلٰوةَ وَاٰ تَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ فَعَسٰۤى اُولٰٓئِكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. At-Taubah [9] : 18)

Al-Buhuti rahimahullah mengatakan,

لا يجوز لكافر دخول مسجد الحل ولو بإذن مسلم؛ لقوله تعالى: إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللّهِ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ  سورة التوبة, ويجوز دخولها -أي مساجد الحل- للذمي, ومثله المعاهد والمستأمن إذا استؤجر لعمارتها؛ لأنه لمصلحته

Tidak boleh bagi orang kafir untuk masuk masjid meskipun di selain tanah haram, sekalipun dengan izin orang muslim. Berdasarkan firman Allah, yang artinya, “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir..” (QS. At-Taubah: 18). Yang boleh masuk masjid  adalah orang kafir zimmi, termasuk mu’ahid dan musta’min, ketika mereka dipekerjakan untuk memperbaiki masjid, karena ini untuk kemaslahatan masjid (Kasyful Qana’, VI/265).

NAMUN hal itu diperinci lagi oleh As Sunnah bahwa orang Kafir boleh masuk ke dalam Masjid karena memang Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu sifatnya merincikan dan menjelaskan Al Qur'an.

Yahya bin Abu Katsir rahimahullah (wafat 132 H) berkata,

"Hadits (As Sunnah) adalah penjelasan yang memutuskan dalil Al Qur'an dan Al Qur'an bukan penjelas yang memutuskan dalil Hadits (As Sunnah). (Darimi no. 586 | no. 607. Jayyid)

Ibnu Hibban rahimahullah berkata,

“Sunnah-Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seluruhnya bersifat independen dengan sendirinya, tidak memerlukan penjelasan dari Al Qur'an. DIA (SUNNAH) MENJELASKAN KATA-KATA DALAM AL QUR'AN YANG BERSIFAT MUJMAL (GLOBAL) DAN MENGURAIKAN YANG SAMAR PADANYA. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Dan Kami turunkan Adz-Dzikr (Al Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (Qs. An-Nahl [16]: 44)” Allah memberitahukan bahwa yang menafsirkan adalah firman-Nya : “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat (QS. Al Baqarah [2]: 43)” Juga kata-kata lainnya yang bersifat mujmal dalam Al Qur'an, yang menjelaskannya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. MUSTAHIL BILA SESUATU YANG MENAFSIRKAN, MEMBUTUHKAN SESUATU YANG BERSIFAT MUJMAL (YANG BELUM DITAFSIRKAN). JUSTRU YANG MUJMAL (AL QURAN) ITULAH YANG MEMBUTUHKAN SESUATU YANG MENAFSIRKAN (AS SUNNAH).” (Shahih Ibnu Hibban no. 1789)

Makhkul Asy Syami rahimahullah (wafat 139 H) berkata,

“Al Qur’an itu lebih membutuhkan As Sunnah daripada kebutuhan As Sunnah kepada Al Qur’an.” (Ibnu Abdil Barr, Jami Bayan Al Ilmi no. 2352)

Imam Asy Syafi’i rahimahullah (wafat 204 H) berkata,

“Allah menempatkan kedudukan Rasul-Nya Muhammad sebagai penjelas dalam agama-Nya, hukum-hukum fardhu yang Dia telah tetapkan dan apa yang Dia kehendaki dalam kitab-Nya (Al Qur’an). Dengan posisi ini, Allah telah menjadikan Rasul-Nya sebagai simbol bagi agama-Nya yang wajib ditaati dan dipatuhi di samping Dia mengharamkan mendurhakainya. Allah juga telah menjelaskan keutamaan Rasul-Nya ini, yaitu mengaitkan iman kepada Rasul-Nya dengan iman kepada-Nya.” (Ar Risalah no. 236)

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat 241 H) berkata,

“As Sunnah adalah penjelas Al Qur’an yakni petunjuk-petunjuk dalam Al Qur’an.” (Ushul As Sunnah Imam Ahmad no. 8. Lihat Al Lalika’I, Syarh I’tiqad Ahlu Sunnah Wal Jama’ah I/659 no. 317)

DAN bolehnya orang kafir masuk ke dalam Masjid itu DENGAN SYARAT-SYARAT:
  1. Mendengarkan Al Qur’an.
  2. Mendengarkan ilmu agama yang bermanfaat.
  3. Orang kafir tersebut diharapkan masuk Islam.
Yang jika tidak terdapat syarat-syarat maka kembali lagi kepada tidak boleh orang Kafir masuk ke dalam Masjid.

DAN syarat-syarat tersebut berdasarkan dalil-dalil As Sunnah,

PERTAMA, Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata,

"Rasulullah ﷺ mengirim pasukan berkuda untuk mendatangi Nejd lalu pasukan itu kembali dengan membawa seseorang dari suku Banu Hanifah yang namanya Tsumamah bin Utsal, pimpinan penduduk Yamamah lalu orang ini diikat di salah satu tiang masjid. Kemudian Rasulullah ﷺ keluar menemuinya lalu berkata, "Apa yang kamu miliki wahai Tsumamah?.' Dia menjawab, "Aku punya harta wahai Muhammad." Maka (Abu Hurairah) menceritakan hadits yang panjang. Akhirnya beliau ﷺ bersabda, "Bebaskanlah Tsumamah" (HR. Bukhari no. 2244 | Fathul Bari no. 2422)

Dalam hadits ini, terdapat dalil bolehnya orang kafir masuk masjid. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyetujui perbuatan para sahabat yang mengikat Tsumamah bin Utsal di masjid. Ketika itu, Tsumamah (yang masih musyrik), berupaya untuk membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam namun digagalkan oleh Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu. Kemudian ia pun diikat di masjid.

Al-Khatib asy-Syarbini rahimahullah mengatakan,

وثبت أنه – صلى الله عليه وسلم – أدخل الكفار مسجده، وكان ذلك بعد نزول ” براءة “، فإنها نزلت سنة تسع، وقدم الوفد عليه سنة عشر وفيهم وفد نصارى نجران، وهم أول من ضرب عليهم الجزية فأنزلهم مسجده وناظرهم في أمر المسيح وغيره

Terdapat riwayat yang shahih, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan orang kafir ke dalam masjid beliau, dan itu terjadi setelah turun surat At-Taubah, surat ini turun di tahun 9 hijriyah. Sementara beliau menerima banyak tamu pada tahun 10 hijriyah, dan diantara mereka ada orang nasrani Najran. Dan mereka suku pertama yang terkena kewajiban jizyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka singgah di dalam masjid, dan beliau juga berdebat dengan mereka tentang Al-Masih dan yang lainnya. (Mughni al-Muhtaj, VI/68).

KEDUA, dari Jubair bin Muthim radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

"Saya mendengar Nabi ﷺ membaca (ayat) dalam shalat Magrib dengan "Thuur", itulah iman pertama kali yang menancap di dalam hati." (HR. Bukhari no. 3719 | no. 4203)

Dari Jubair bin Muth'im sesungguhnya dia mendatangi Rasulullah ﷺ pada masalah tawanan Badar. Ibnu Ja'far berkata:

"Pada tebusan orang-orang musyrik dan siapa yang masuk Islam pada saat itu, lalu saya masuk masjid dan Rasulullah ﷺ sedang salat Magrib lalu membaca surah Ath-Thur, maka seolah-olah hatiku dibelah ketika saya mendengar Al-Qur'an. Ibnu Ja'far berkata, seolah-olah hatiku terbelah ketika saya mendengar Al-Qur'an." (HR. Ahmad no. 16161)

Dalam hadits ini pun juga terdapat dalil bolehnya kafir masuk ke dalam Masjid, sebagaimana yang diceritakan oleh Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu, ketika itu beliau yang masih musyrik menyiapkan tebusan untuk tawanan perang Badar dan masuk ke masjid dan mendengarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca Ath Thuur ketika sedang shalat, kemudian menyebabkan ia mendapatkan hidayah dan masuk Islam.

KETIGA, Dhimam bin Tsa’labah, dimana beliau masuk masjid dan mengikatkan untanya di masjid, kemudian bertanya ilmu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Islam, kemudian beliau pun masuk Islam.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata,

"Ketika kami tengah duduk-duduk bersama Nabi ﷺ di dalam Masjid, datanglah seseorang yang mengendarai untanya, lalu ia tambatkanlah untanya di dalam Masjid, kemudian berkata kepada (para sahabat), ‘Siapakah di antara kalian yang bernama Muhammad?’ Pada saat itu Nabi ﷺ tengah bersandar pada bahu-bahu para sahabat. Lantas kami jawab, ‘Ini beliau, yang berkulit putih tengah bersandar.’ Lalu orang tersebut berujar kepada beliau, ‘Wahai putra Abdul Muththalib!’ Nabi ﷺ menjawab :

‘Ya, aku mendengarkanmu." Ujarnya kembali, “Aku hendak bertanya kepadamu tentang persoalan yang memberatkanmu, namun janganlah engkau marah terhadapku.’ Maka Nabi ﷺ menjawab : "Tanyalah apa yang menjadi persoalanmu!" Orang itu berkata, ‘Aku bertanya kepadamu demi Rabb-mu dan Rabb orang-orang sebelummu, apakah Allah yang mengutusmu kepada manusia seluruhnya?’ Nabi ﷺ menjawab, ‘Demi Allah, ya benar!’ Kata orang itu, ‘Aku bertanya kepadamu atas nama Allah, apakah Allah yang memerintahkanmu supaya kami mengerjakan salat lima (waktu) dalam sehari semalam?’ Nabi ﷺ menjawab, ‘Demi Allah, ya benar!’ Kata orang itu, ‘Aku bertanya kepadamu atas nama Allah, apakah Allah yang memerintahkanmu supaya kami berpuasa di bulan ini dalam setahunnya?’ Nabi ﷺ menjawab, ‘Demi Allah, ya benar!’ Kata orang itu, ‘Aku bertanya kepadamu atas nama Allah, apakah Allah yang memerintahkanmu supaya engkau mengambil sedekah dari orang-orang kaya di antara kami, lalu engkau membagikannya kepada orang-orang fakir di antara kami?’ Nabi ﷺ menjawab, ‘Demi Allah, ya benar!’ Lantas kata orang itu, ‘Aku beriman dengan apa yang engkau bawa, sementara aku adalah utusan kaumku. Aku Dhimam bin Tsa'labah, utusan dari Bani Sa'd bin Bakr." (HR. Bukhari no. 61 | Fathul Bari no. 63)

Kalau pun beralasan atas nama Toleransi dengan masuknya biksu yang menyenandungkan kekafiran di dalam Masjid, maka sebenarnya TIDAK PAHAM APA ITU TOLERANSI.

Contohlah Hasan bin Tsabit radhiyallahu 'anhu yang membantah Syair dan Senandung Kekafiran Musyrik di dalam Masjid. Ini malah membiarkannya. Kan Bodohnya keterlaluan.

Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?