AKAR HISTORIS KONFLIK IDEOLOGIS TRADISIONALIS DENGAN KAUM MODERNIS DI INDONESIA
AKAR HISTORIS KONFLIK IDEOLOGIS
TRADISIONALIS DENGAN KAUM MODERNIS DI INDONESIA
Ada pesan tersurat pasca kunjungan Raja Salman ke Indonesia bahwa para pimpinan dan ulama Saudi yang selama ini terkesan serem, angker dan ekstrim mencair, pasalnya Raja Salman dianggap telah menunjukkan gaya Islam moderat ketika mau berjabat tangan dengan wanita tanpa mahram dan sudi ketemu dengan para tokoh lintas agama.
Padahal keagamaan para pemimpin dan ulama negara Saudi sejak dahulu tidak pernah berubah, sayangnya para tokoh Indonesia selama ini kurang mendalami corak beragama, berbudaya dan karakter rakyat Saudi.
Malah kita cenderung kurang bisa bersikap elegan dalam memberi hak tamu, karena selama kunjungan Raja Salman ke Indonesia dipaksa untuk menikmati suguhan berbagai macam budaya termasuk Selfi yang tidak pernah dialami oleh Presiden Indonesia ketika berkunjung ke Saudi.
Apakah Pemerintah Saudi mengerahkan pasukan bidadari bercadar sebagaimana Raja Salman disambut di Bali dengan pengerahan para wanita berpakaian ala Bali. Ataukah Pemerintah Saudi menyambutnya dengan rebana dan gambus Padang Pasir sebagaimana Raja Salman disuguhi musik gamelan.
Kita memang kurang bisa menempatkan harga diri seorang tamu besar dan kurang menghormati budaya bangsa lain. Justru kita sedang menebar benih keangkuhan budaya dan kesombongan tradisi bahwa warisan budaya dan kearifan lokal kita sudah mendunia bahkan kita sedang memaksakan pengaruh budaya kepada pihak yang jelas tidak selera.
Sebetulnya sudah lama tumbuh gerakan anti Arab terutama kepada Saudi di negeri kita, hingga Walisongo pun dikesankan bukan dari Arab tapi dari Cina, bahkan muncul tuduhan wahabi yang berstempel serba negatif. Malah stigma itu telah bergulir secara masif dan berakar pada sejarah keagamaan di Indonesia hingga lahir dua varian ideologi,
Pertama, kaum tradisional yang lebih mengedepankan laku longgar dalam beragama dan lebih membela budaya dan tradisi sebagai kearifan lokal.
Kedua, kaum Modernisme yang membangun keagamaan atas dasar keabsahan argumen, rasionalitas ideologi, paham agama yang lurus dan praktik agama yang murni.
Tarik menarik ideologi dan pemikiran dua varian tersebut mengalami pasang surut sejak zaman kewalen hingga sekarang. Fanatis madzhab selalu menjadi pemicu konflik pada tiap ketegangan, malah bisa dikatakan pembelaan tradisi dan bid'ah diyakini menjadi akar utama pecahnya pertikaian antara kaum tradisional dan kaum Modernisme.
Polemik pemikiran dan ideologi sejak proses kemerdekaan Indonesia sedang mengalami kematangan, akhirnya melahirkan konsep kebangsaan, yang secara umum konsep itu lahir dari perut Islam, namun kelompok kebangsaan dalam memilih jalan untuk memerdekakan Indonesia terbagi menjadi tiga kelompok;
Pertama, Kebangsaan yang pro agama yaitu Islam.
Kedua, Kebangsaan yang netral agama.
Ketiga, Kebangsaan yang anti agama yang digulirkan oleh PKI.
Pada awalnya ke tiga kelompok tersebut berada dalam satu atap dan saluran kebangsaan yang melebur dalam wadah yang sebut Serikat Islam (SI), namun dalam perjalanan kontak pemikiran dan ideologi serta pergerakan akhirnya terbelah menjadi tiga paham pergerakan;
Pertama, Kaum Modernisme yang didominasi oleh SI putih yang dimotori oleh H.OS Cokroaminoto dan K. H Agus Salim, Muhammadiyah yang dikomandani oleh K.H Ahmad Dahlan yang awalnya berkiprah di SI dan Persis yang didirikan Faqih Hasyim serta AL-Irsyad yang digagas oleh Surkathi.
Kedua, Paham pergerakan tradisional yang berawal dari munculnya kelompok kajian tashwirul afkar yang didirikan oleh K.H Wahab Hasbullah bersama K.H Mas Manshur, meskipun akhirnya beliau menyebrang ke Muhammadiyah. Bahkan mereka pernah mendirikan komite Hijaz untuk melayangkan protes ke Pemerintah Saudi pada waktu itu karena beredar berita Raja Abdul Aziz mau menggusur makan Rasulullah dan situs bersejarah lainnya.
Dalam berkembangannya K.H Wahab hasbullah bersama rekan-rekannya mendirikan Nahdhatul Wathan dalam rangka menciptakan perjuangan terorganisir untuk mengusir penjajah. Namun setelah kalangan tradisional butuh penguatan ilmu terutama bagi masa akar rumput, maka para tokoh tradisional perlu merubah visi dan misi organisasi, ditambah lagi tekanan pemikiran kaum Modernisme yang dianggap anti madzhab menggeliat maka pada tahun 1926 Nahdhatul Wathan berubah nama menjadi Nahdhatul ulama (NU).
Agar NU menjadi organisasi yang kuat dan diterima masyarakat maka K.H Hasyim Asyari diminta untuk menjadi ketua majlis Syura.
Kaum tradisional di luar Jawa pun tidak mau ketinggalan, sehingga muncullah PERTI di Sumatra dan Nahdhatul Wathan di NTB dan AL-Khairat di Sulawesi.
Ketiga, paham pergerakan Kamunis yang dipelopori oleh Semaun, seorang buruh kereta api yang direkrut oleh Cokroaminoto untuk bergabung dengan SI. Akhirnya membelot dan mendirikan gerakan Kamunis yang menjadi cikal bakal PKI dan akhirnya PKI besar di tangan Tan Malaka dan D.N Aidit.
Sejak itulah gesekan antara ketiga kelompok terus menguat dan membara. Hingga puncaknya kaum Modernisme bersama-sama dengan kaum tradisional menghadang laju PKI yang makin kuat dan eksis sehingga pada tahun 1965 PKI sanggup dilumpuhkan.
Akan tetapi setelah lenyapnya PKI, kedua kelompok; Modernisme yang diwakili oleh SI, Muhammadiyah, Persis dan al-Irsyad, dan kelompok Tradisional yang diwakili NU, PERTI dan Nahdhatul Wathan dan AL-Khairat sering terlibat dalam dialog keagamaan yang kadang memanas.
Hingga pada tahun 1937 Kiai Hasyim Asyari dalam kongres Nahdatul Ulama di Banjarmasin, Kalimantan Selatan; beliau mengeluarkan sebuah seruan yang menyeru semua ulama peserta kongres untuk mengesampingkan semua pertikaian, membuang perasaan ta'ashub (fanatik) dalam berpendapat, melupakan segala cacian dan celaan terhadap sesama serta menegakkan persatuan.
Beliau mendesak mereka untuk mempertahankan Alquran dan Allah serta menolak yang salah. Beliau menambahkan agar seseorang hanya teguh tegak dalam hal-hal yang prinsipal saja. Tugas utama mengajak orang untuk memeluk Islam.
Beliau menasehati kaum tradisional sebagai berikut,
Sampailah kepadaku suatu berita, bahwa di antara kamu semuanya sampai kepada masa ini, Berkobarlah api fitnah dan pertentangan-pertentangan. semuanya telah bermusuh-musuhan.
Wahai ulama-ulama yang telah ta'ashub kepada setengah madzhab atau setengah qaul! Tinggalkanlah ta'ashubmu dalam soal-soal furu' itu! Yang ulama sendiri dalam hal demikian mempunyai dua pendapat....
Dan Belalah agama Islam, berijtihadlah menolak orang-orang yang menghina AL-Quran dan sifat-sifat Tuhan.
Adapun ta'ashub kamu pada ranting-ranting agama dan mendorong orang supaya memegang satu madzhab atau satu qaul, tidaklah disukai oleh Allah ta'ala! Dan tidaklah diridhai oleh Rasulullah, apalah lagi jika yang mendorongmu berlaku demikian, hanyalah semata-mata ta'ashub dan berebut-rebutan serta berdengki-dengkian.
SEKIRANYA IMAM SYAFI'I, IMAM ABU HANIFAH, IMAM MALIK, IMAM AHMAD, IMAM IBNU HAJAR DAN RAMLI MASIH HIDUP, NISCAYA MEREKA AKAN SANGAT MENOLAK PERBUATANMU INI!
Beliau juga berseru kepada kaum pembaharu saat itu sebagai berikut,
Wahai ulama-ulama! Kalau ada kamu lihat orang berbuat suatu amalan berdasar kepada qaul (pendapat) Imam-Imam yang boleh ditaqlidi, meskipun qaul itu marjuh (tidak kuat dalilnya), maka jika kamu tidak setuju, maka janganlah kamu cerca mereka, tapi beri petunjuklah dengan halus! Dan jika mereka tidak sudi mengikuti kamu, janganlah mereka dimusuhi.
Kalau kamu berbuat demikian, SAMALAH KAMU DENGAN ORANG YANG MEMBANGUN SEBUAH ISTANA, DENGAN MENGHANCURKAN LEBIH DAHULU SEBUAH KOTA.
Kemudian beliau berseru kepada seluruh kaum muslimin baik kepada kalangan tradisi dan pembaharu,
Janganlah kamu jadikan semuanya itu menjadi sebab buat bercerai-berai, berpecah-belah, bertengkar-tengkar, dan bermusuh-musuhan.....Atau akan kita lanjutkan jugakah perpecahan ini; hina-menghinakan, pecah-memecah, munafik......
Padahal agama kita hanya satu belaka: Islam!
Madzhab kita hanya satu belaka: Syafi'i!
Dan kita semuanya adalah Ahli Sunnah Wal Jamaah belaka!
Sekian !!!
ZAINAL ABIDIN SYAMSUDDIN
Sumber : https://m.facebook.com
Komentar
Posting Komentar