Al-Qur an, Al a'raf 12 : KALAU SUDAH MERASA BAIK AKAN SULIT DIPERBAIKI
KALAU SUDAH MERASA BAIK AKAN SULIT DIPERBAIKI
Iblis menjadi terkutuk karena merasa lebih baik dari Adam alayissalam ..
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis, "Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." [Al a'raf : 12]
Ummul Mu`miniin ‘Aa`isyah radhiyallaahu ‘anha pernah ditanya:
مَتَى يَكُوْنُ الرَّجُلُ مُسِيْأً
Kapan seseorang itu dikatakan buruk?
Beliau menjawab:
إِذَا ظَنَّ أَنَّهُ مُحْسِنٌ
Ketika dia menyangka dirinya seorang yang baik.
(At-Taisiir bisyarh Al-Jaami’ as-Shoghiir 2/606; kutip dari web ust. firanda)
1. Itulah salah satu awal mula keterperosokan seseorang dalam keburukan, ketika dia menilai dirinya sebagai seorang yang baik. Maka diapun akan mulai merendahkan orang lain. Maka dia pun merasa serba-berkecukupan, sehingga menghalangi dirinya untuk terus memperbaiki segala keburukannya, kesalahannya, kekeliruannya, serta kekurangan-kekurangannya dalam penunaian kebaikan.
2. Demikian pula, Seseorang itu sulit mendapatkan ilmu, ketika sudah merasa berilmu.
Fudhayl bin ‘Iyyaadh ditanyakan tentang tawadhu’, maka beliau menjawab:
أَنْ تَخْضَعَ لِلْحَقِّ وَتَنْقَادَ لَهُ وَلَوْ سَمِعْتَهُ مِنْ صَبِيٍّ قَبِلْتَهُ مِنْهُ، وَلَوْ سَمِعْتَهُ مِنْ أَجْهَلِ النَّاسِ قَبِلْتَهُ مِنْهُ
"Engkau tunduk dan patuh pada kebenaran, meskipun engkau mendengarnya dari seorang anak kecil; (ketika engkau mendapati ia menyampaikan kebenaran), maka engkau menerima kebenaran tersebut darinya. Meskipun engkau mendengarnya dari manusia yang paling bodoh; (ketika engkau mendapati ia menyampaikan kebenaran), maka engkau menerima kebenaran tersebut darinya." [Hilyatul Auliyaa’ 8/91]
Jangan sampai banyaknya pengajian yang telah kita hadiri, banyaknya buku yang telah kita baca, banyaknya nasehat yang kita dapatkan dari saudara seiman kita; tapi itu semua tidaklah menambah keimanan dalam hati-hati kita. Sehingga ketika kita mendapati nasehat, masukan, saran atau kritik dari saudara kita (dan apa yang disampaikan tersebut benar); yang kita nilai level keilmuannya mungkin lebih rendah dari kita; lantas kita malah menolaknya hanya karena hal tersebut. Sehingga kitapun terhalang dari mendapatkan ilmu karena sikap tersebut… Sehingga kitapun menjadi terbelakang, karena sikap tersebut…
3. Demikian pula, seseorang itu sulit mengakui dan menghadirkan kekurangan amal dirinya, apabila dia telah menyangka amalnya sudah seluruhnya sesuai al Qur'an dan Sunnah ( menyangka amalnya sudah diterima/sempurna); sehingga ia pun enggan memperbaiki kualitas amalnya, apalagi menambahkan kuantitasnya.
Berkata salah seorang ulama ketika melihat orang yang mengagumi amalnya:
لاَ يَغُرَنَّكَ مَا رَأَيْتَ مِنِّي فَإِنَّ إِبْلِيْسَ تَعَبَّدَ آلاَفَ سِنِيْنَ ثُمَّ صَارَ إِلَى مَا صَارَ إِلَيْهِ
“Janganlah engkau terpedaya dengan apa yang kau lihat dariku, sesungguhnya Iblis beribadah kepada Allah ribuan tahun, kemudian dia menjadi kafir kepada Allah” [At-Taisiir bisyarh Al-Jaami’ as-Shoghiir 2/606]
Allaahu akbar. Sungguh menakjubkan perkataan beliau. Alangkah jauhnya beliau dari ketertipuan dan keterpedayaan.
Banyaknya amal yang beliau lakukan, tidaklah lantas menjadikan beliau pongah. Kagumnya orang-orang pada amal beliau, tidaklah menjadikan beliau berbangga (ujub dan sombong). Bahkan beliau tetap khawatir dengan dirinya, karena dahulu iblis pun adalah makhluq yang -zhahirnya- taat, tapi karena ujub dan sombong (bangga diri dan kebusukan hatinya) hingga akhirnya Allaah menampakkan hakikatnya ketika dia diuji.
----
Tafsir Ibnu Katsir :
Al-A'raf, ayat 12
{قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (12) }
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis, "Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah."
Ulama ahli nahwu dalam menganalisis firman-Nya: Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu? (Al-A' raf: 12)
Huruf la dalam ayat ini adalah zaidah (tambahan). Sedangkan menurut sebagian dari mereka, huruf la ini ditambahkan untuk mengukuhkan keingkaran. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
مَا إِنْ رأيتُ وَلَا سمعتُ بِمِثْلِهِ
Sesungguhnya aku tidak pernah melihat dan tidak pernah pula mendengar semisalnya.
Maka huruf in dimasukkan sebelum ma nafiyah untuk mengukuhkan makna nafinya. Mereka mengatakan bahwa demikian pula pengertiannya dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:
{مَا مَنَعَكَ أَلا تَسْجُدَ}
Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (Al-A'raf: 12)
Padahal sebelumnya telah disebutkan melalui firman-Nya:
{لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ}
Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (Al-A"raf: 11)
yang mengandung pengertian ketiadaan bersujud.
Kedua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan keduanya disanggahnya. Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna mana'aka' mengandung pengertian kata kerja lain yang bentuk lengkapnya adalah seperti berikut, "Apakah yang mencegahmu, menindasmu, dan memaksamu untuk tidak bersujud di saat Aku perintahkan kamu untuk melakukannya," atau pengertian yang semisal. Pendapat ini cukup baik dan kuat.
Ucapan iblis yang mengatakan:
{أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ}
Saya lebih baik daripadanya (Adam). (Al-A'raf: 12)
Alasan iblis merupakan sesuatu hal yang lebih besar daripada dosanya, seakan-akan iblis membangkang —tidak mau taat— karena tidak ada perintah yang menganjurkan seseorang yang memiliki keutamaan bersujud kepada orang yang lebih rendah keutamaannya daripada yang diperintah. Seakan-akan iblis la’natullah mengatakan, "Saya lebih baik daripadanya, maka mengapa Engkau perintahkan saya untuk bersujud kepadanya?"
Kemudian iblis mengatakan, dikatakan dirinya lebih baik karena ia diciptakan dari api, sedangkan api itu lebih baik daripada apa yang diciptakan-Nya dari tanah liat. Iblis yang laknat dalam alasannya mengacu kepada asal unsur kejadian, tidak mengacu kepada kemuliaan yang besar yang ada pada diri Adam. Yaitu Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh (ciptaan)-Nya.
Iblis melakukan analogi yang tidak benar, berlawanan dengan nas firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ}
maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud. (Al-Hijr: 29, Shad: 72)
Iblis memisahkan diri di antara malaikat karena tidak mau bersujud. Karena itulah maka dia terusir dari rahmat dan putus asa dari rahmat. Iblis la'natultah keliru dalam analogi dan pengakuannya yang mengatakan bahwa api lebih mulia daripada tanah.
Padahal sesungguhnya tabiat tanah liat itu ialah kuat, sabar, tenang, dan kokoh. Tanah merupakan tempat bagi tetumbuhan, pengembangan, penambahan, dan perbaikan; sedangkan api mempunyai watak membakar, liar, dan cepat. Karena itulah iblis berkhianat terhadap unsur kejadian dirinya, sedangkan Adam mendapat manfaat dari unsur kejadiannya, yaitu selalu ingat kepada Allah, kembali kepada-Nya, tenang, taat dan berserah diri kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengakui dosa dan memohon tobat serta ampunan.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda:
"خُلِقَت الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وخُلقَ إِبْلِيسُ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ"
Malaikat diciptakan dari nur (cahaya), dan iblis diciptakan dari nyala api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah digambarkan kepada kalian.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.
قَالَ ابْنُ مَرْدُوَيه: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، حدثنا نُعَيم ابن حَمَّادٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَلَقَ اللَّهُ الْمَلَائِكَةَ مِنْ نُورِ الْعَرْشِ، وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ [مَارِجٍ مِنْ] نَارٍ، وَخُلِقَ آدم مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ". قُلْتُ لِنُعَيْمِ بْنِ حَمَّادٍ: أَيْنَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ؟ قَالَ: بِالْيَمَنِ
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Allah menciptakan malaikat dari nur Arasy, dan menciptakan jin dari nyala api, serta menciptakan Adam dari apa yang digambarkan kepada kalian. Saya (perawi) bertanya kepada Na'im ibnu Hammad, "Di manakah engkau mendengar hadis ini dari Abdur Razzaq?" Na'im menjawab, "Di Yaman."
Menurut lafaz lain dari hadis ini yang tidak sahih disebutkan seperti berikut:
"وَخُلِقَتِ الْحُورُ الْعِينُ مِنَ الزَّعْفَرَانِ"
Dan Aku menciptakan bidadari yang bermata jeli dari za'faran.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Ibnu Syauzab, dari Matar Al-Waraq, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah. (Al-A'raf: 12) Bahwa iblis melakukan analogi, dialah yang mula-mula melakukan analogi (kias). Sanad asar berpredikat sahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Malik, telah menceritakan kepadanya Yahya ibnu Salim At-Taifi, dari Hisyam ibnu Sirin yang telah mengatakan bahwa iblislah yang mula-mula melakukan kias (analogi), dan tidak sekali-kali matahari dan rembulan disembah melainkan karena adanya kias tersebut. Sanad asar ini berpredikat sahih pula.
Komentar
Posting Komentar