Benarkah Islam Benci Tradisi
SILAHKAN MENGERJAKAN TRADISI ASAL TIDAK BERTENTANGAN DENGAN SYARIAT ISLAM
Ketika terbentuk sebuah komunitas masyarakat, tumbuh pula adat atau tradisi yang mengiringinya. Tradisi ini kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan masyarakat lainnya. Ia tidak sekadar berkembang dengan nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri, namun juga acap dipengaruhi nilai-nilai dari luar, baik atau buruk.
Maka sebagai seorang muslim, semestinya kita melihat tradisi, adat, ataupun budaya sebagai sesuatu yang harus diselaraskan dengan nilai-nilai keimanan. Ia ibarat buah yang mesti kita cuci dan perlu kita kupas terlebih dahulu.
Di tengah kita, banyak tradisi yang mengandung unsur kesyirikan, seperti “sedekah” laut atau “sedekah” bumi yang dipersembahkan untuk selain Allah. Melekat pula pada tradisi-tradisi yang tumbuh tersebut, keyakinan terhadap benda-benda magis, kekeramatan tanggal/bulan tertentu atau tempat dan kuburan tertentu. Tumbuh pula budaya yang kental dengan kemaksiatan, seperti tari-tarian terutama yang dilakoni oleh para penari wanita—yang mempertontonkan aurat atau mengumbar erotisme—, pesta miras ketika hendak hajatan, dan sebagainya.
Maka dari itu, sebagai insan beriman, tidak bisa kita bersikap membebek, baik ikut-ikutan dengan alasan segan (ewuh-pekewuh) maupun gebyah-uyah atau menyamaratakan bahwa semua tradisi adalah warisan budaya yang mesti kita jaga.
Di sini, agamalah yang semestinya menjadi tolok ukur atau filter, bukan agama yang kita sesuaikan dengan tradisi yang ada, atau yang lebih parah dari itu, agama justru menjadi bungkus kejelekan.
Simak Video lengkap : https://youtu.be/dZvuT00LJCE
Komentar
Posting Komentar