Takhayul, Bidah, Khurofat dalam Haji dan Umrah

Takhayul, Bidah, Khurofat dalam Haji dan Umrah

Oleh: H.M. Sun’an Miskan Lc
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta
Ibadah haji sebagai puncaknya peribatan dalam Islam, maka bagi yang tidak berpengalaman apalagi awam, banyak sekali risiko yang akan dialami. Misalnya tersesat dijalan, tertipu oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Ikut-ikutan melakukan amalan ahli takhayul, bidah dan khurofat (TBC) yang datang dari berbagai penjuru dunia Islam. Bukan haji mabrur yang diperolehnya, tetapi haji yang mardud (tertolak).
Allah s.w.t dalam Firman-Nya:
اَمْ لَهُمْ شُرَكٰۤؤُا شَرَعُوْا لَهُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا لَمْ يَأْذَنْۢ بِهِ اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗوَاِنَّ الظّٰلِمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ – ٢١
Artinya: Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyareatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang orang yang dlalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (Q.S. Asy Syuura 21)
Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ َ * رواه البخاري
Dari ‘Aisyah r.a., Rasulullah bersabda:
Siapa yang mengada-ada dalam urusan agama kita, maka ia itu tertolak. (H.R. Bukhori)
Sabda Rasulullah SAW yang lain:
قال جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْمِي الْجَمْرَةَ وَهُوَ عَلَى بَعِيرِهِ وَهُوَ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ عَامِي هَذَا * رواه النسائى
Jabir bin Abdullah r.a. berkata: Saya pernah melihat Rasulullah s.a.w. sedang melempar jumrah dan ia ada di atas untanya dan beliau bersabda: Wahai manusia pegang teguhlah manasikmu (sebagaimana yang beliau contohkan), maka sungguh saya tidak tahu apakah saya akan berhaji sesudah tahun ini. (H.R. Imam Nasa’i)
Imam Nawawi dalam kitabnya Al Iydhaah halaman 37 wajib ‘ain bagi setiap calon jama’ah haji belajar manasik kepada ulama yang mumpuni, mampu memberikan buku pegangan yang benar dan ulama itu sendiri menguasai medan dan segala seluk-beluknya di daerah tanah suci. Beliau melarang keras kepada jama’ah haji yang suka ikut ikutan kepada orang ‘awam (bodoh) di Makkah. Berikut pendapatnya:
وَ هُنَا فَرْضُ عَيْنٍ اِذْ لاَ تَصِحُّ الْعِبَادَةُ مِمَّنْ لاَ يَعْرِفُهَا وَ يُسْتَحَبُّ اَنْ يُسْتَصْحَبَ مَعَهُ كِتَابًا وَاضِحاً فِى المْنَاَسِكِ جَامِعًا لِمَقَاصِدِهَا وَ اَنْ يُدِيْمَ مُطَالَعَتَهُ وَ يُكَرِّرَهَا فِى جَمِيْعِ طَرِيْقِهِ لِتَصِيْر َمُحَقَّقَةً عِنْدَهُ وَ مَنْ اَخَلَّ بهِذَا خَفْناَ عَليهِ انْ يَرْجعَ بِغَيْرِ حَجٍّ ِلاِخْلَاِلهِ بِشَرْطٍ مِن شُروطِه اوْ رُكْنٍ مِن اَرْكانِه اوْ عَنْ ذلكَ و ُربَّمَا قَلَّدَ كَثِيْر ٌ مِنَ النَّاسِ بَعْضَ عَوَّامِ مَكَّةَ وَ تَوَهَّم َاَنَّهُمْ يَعْرِفُوْنَ المْنَاَسِكَ فَاغْتَرَّ بِهِمْ وَ ذَلِكَ
خَطَأ ٌ فَاحِشٌ
Dan disini (belajar manasik kepada ulama ahlinya dan menguasai medannya) hukumnya adalah fardlu ‘ain.Sebab tidak sah ibadah itu (belajar) dari orang yang tidak mengetahuinya. Disunnatkan (calon haji) itu dilengkapi dengan buku petunjuk yang jelas. Tentang manasik lengkap dengan tujuan tujuannya. Ia harus terus mempelajarinya, mengulang- ulangi semua cara- caranya, agar ia dapat merealisirnya dengan mudah. Dan barang siapa yang jauh dari hal diatas kami takut kepada calon jamaah haji itu kalau pulang (dari tanah suci) tidak memperoleh haji(mabrur). Karena tidak menjalankan syarat syaratnya atau rukun rukunnya. Atau lebih dari itu barangkali ia hanya taqlid(ikut ikutan tanpa dalil) kepada orang awam Makkah(mukimin) dan ia duga bahwa ia itu menguasai manasik kemudian ia tertarik, kemudian mengikutinya. Demikian itu adalah kesalahan yang besar.
Bidah dan Sejarah Timbulnya
1. Menurut Bahasa
Bid’ah berasal dari kata bada’a ( ( بَدَعَ artinya mengadakan sesuatu yang baru yang belum ada contoh sebelumnya ( ( َاْلِاخْتِراَعُ عَلَى غَيْرِ مِثاَلٍ سَابِقٍ
Kata bid’lah ini dapat kita jumpai pula dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh 117 :
بَدِيْعُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاِذَا قَضٰٓى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ – ١١٧
(Allah) pencipta langit dan bumi , dan aapabila Dia berkehendak( untuk menciptakan sesuatu),maka cukuplah Ia mengatakan kepadanya “ Jadilah”. Lalu jadilah ia.
Juga dalam hadist Rasulullah s.a.w :
” اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتاَبُ اللهِ، وَ خَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَ شَرُّ اْلاُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَ كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة ٌ”
‘Amma Ba’du ,maka sesungguhnya sebaik baik omongan adalah Kitaabullah dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan sejelek jelek urusan ialah yang diada adakan dan seluruh bid’ah (yang diada adakan dalam hal agama) adalah sesat.(H.R. Abu Khoitsamah dlm Kitab Al ‘Ilmu no 54 sanadnya shahih dari Ibnu Mas’ud)
2. Bidah Menurut Pengertian Syara’
اَلْبِدْعَةُ : طَرِيْقَةٌ فِى الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٌ تُضَاهِى الشَّرْعِيَّةُ يَقْصُدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهاَ المْبُاَلَغَةُ فِى التَّعَبُّدِ ِللهِ سُبْحَانَهُ
Bid’ah ialah tata cara ibadah dalam agama yang dikarang karang sehingga ia menyerupai sesuatu yang disyareatkan dengan maksud tata cara itu untuk bisa beribadah dengan lebih sungguh sungguh kepada Allah swt.
( Al ‘Itisham oleh Imam Asy-Syaatiby Al Gharnathy,diberi pengantar oleh Syekh M.Rasyid Redla, Cetakan Dar As Staqofah Islamiyah,jilid I halaman 37)
Dari definisi diatas dapat diambil beberapa pengertian :
3. Thariqoh Fid Din (طريقة فى الدين ) dan Tudloohy Asy Syar’iyah ( ( تضاهى الشرعية
a. Thariqoh Fid Din (طريقة فى الدين )
Didalam definisi itu sama dengan istilah sunnah atau satu tata cara peribadatan yang ada kaitannya dengan Ad Din (agama). Jadi yang ada kaitannya dengan keduniaan yaitu science dan teknologi bukan termasuk hal yang disebut dengan bid’ah seperti penemuan dan pemakaian pengeras suara dll.
Jadi bid’ah disini ialah seluruh urusan agama yang baru yang tak ada ketentuan syara’nya. Adapun ilmu baru seperti ilmu ushuluddin, ilmu ushul fiqh maka itu semua adalah hasil ijtihad dari ayat Al Qur’an dan Hadist. Yaitu ayat ayat dan hadist yang menyangkut mentauhidkan Allah dan yang menyangkut dengan prinsip prinsip hukum Islam.
b. Tudloohy Asy Syar’iyah
تضاهى الشرعية
Menyerupai syareat, misalnya :
1.b. Orang bernazar bahwa ia akan berpuasa. Tetapi ia syaratkan akan berdiri terus selagi berpuasa itu tanpa duduk. Puasa yang begini disebut puasa yang bid’ah.
2.b. Ibadah ada yang Muqoyyadah (terkendali) yaitu telah ditentukan banyak bilangannya, tata caranya, waktu dan tempatnya seperti : shalat lima waktu, shalat Id, ibadah haji, dzikir sesudah shalat fardlu, dan takbir hari raya. Ibadahpun ada pula yang mutlaqoh(muthlaq) yaitu ibadah yang ditentukan sebagian dari ketentuan- ketentuannya, seperti : Shalat nawafil, berdzikir, do’a dan pembacaan Al Qur’an yang tidak ditentukan banyaknya, waktunya, tata caranya dan tempatnya. Maka tiap ibadah mutlaqoh wajibnya dilakukan secara muthlaqoh, jangan dijadikan serupa dengan ibadah muqoyyadah yang dikerjakan dengan ketentuan. Amalan yang demikian ini namanya bid’ah idhofiyah (dikaitkan dengan sesuatu). Misalnya do’a wudlu yang berbunyi :
اَللّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ بَيْضِ الْوُجُوْهِ
Ya Allah putihkanlah wajahku pada hari dimana (orang baik ) adalah orang yang diputihkan wajahnya.
Disamping Bid’ah yang idlofiyah tersebut ada pula bid’ah yang hakikiyah yaitu bid’ah yang betul tidak bersumber dari agama seperti :
Kaum Jahiliyah merubah Agama Nabi Ibrahim yang hanif menjadi agama musyrik. Yaitu dengan bertawassul lewat berhala Latta, Uzza, Manata dengan maksud untuk lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah swt.sewaktu beribadah.
Firman Allah swt surat Az Zumar 3 :
اَلَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ ۗوَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ەۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ – ٣
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar
Kaum jahiliyah melakukan thawaf dengan tepuk tepuk tangan dan tanpa busana dengan alasan mereka tidak mau memakai busana itu karena pernah dipakai untuk perbuatan maksiyat. Mereka bahwa menghadap Allah tidak boleh dengan pakai pakaian yang pernah dibuat maksiyat untuk itu lebih baik thawaf tanpa busana.
Firman Allah Surat Al Anfal 35 :
وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ اِلَّا مُكَاۤءً وَّتَصْدِيَةًۗ فَذُوْقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ – ٣٥
Dan salat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu
4. Penyebabnya ialah :
1. Kebodohan orang terhadap agamanya.
Firman Allah ( Q.S, Az Zumar 39 )
قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَىٰ مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
[39:39] Katakanlah: “Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui
2. Kultus individu kepada pemimpin agamanya, kemudian mengkeramatkannya sesudah meninggal.
3. Meniru tradisi agama lain.
Bid’ah yang masuk dibidang akidah ini juga disebut khurofat misalnya keyakinan sebagian masyarakat yang pergi haji bahwa siapa yang rajin memberi makan burung dara dihalaman Masjidil Haram akan menjadi awet muda dan diluaskan reskinya. Bahkan ada yang percaya bahwa kalau bunyi burung hantu atau burung lainnya pada jam jam tertentu, maka nanti akan terjadi sesuatu kejadian luar biasa. Bid’ah ini disebut juga dengan Tathayur sebagaimana Sabda Nabi :
لَيْسَ مِنَّامَنْ تَطَيَّرَ أوْ تُطَيِّرَ لَه أَوْ تَكَهَّنَ أو تُكُهِّنَ له أو سَحَرَ أوْ سُحِرَو مَنْ أتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِماَ يَقُوْلُ فقَدْ كَفَرَ بِماَ أُنْزِلَ عَلَى محمَّدٍ ص . (رَوَاه البزَّارُ عَنْ عِمْرَانِ بْنِ الْحُصَّيْنِ بِاءِسْنَادٍ جَيِّدٍ )
Bukan dari golonganku siapa yang menyatakan akan keramatnya burung atau mengikuti keyakinan itu atau melakukan perdukunan atau dduikuni atau mensihir atau disihir atau ia mendatangi dukun dan membenarkan apa yang diomongkan maka ia telah ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w. ( H.R. Al Bazzar dari ‘Imran bin Hushein dengan sanad yang baik)
Beberapa Bentuk TBC dalam Ibadah Haji dan Umrah
1. Minta barokah pada kubur Nabi s.a.w.
Amalan ini adalah kemusyrikan sebgaimana yang dijelaskan oleh Hadis Rasul berikut ini :
وحَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ * رواه إمام مالك
Meriwayatkan padaku, Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar bahwa Rasulullah saw berkata : Ya Allah janganlah dijadikan kuburanku seperti berhala, kemudian diibadahi. Sungguh Allah sangat murka kepada satu kaum yang menjadikan kubur Nabi mereka seperti Masjid. (HR Imam Malik)
Kalaulah ada pihak yang meriwayatkan Hadis :
مَنْ زَارَنِى بَعْدَمَماَتِى فَكَأنمَّاَ زَارَنِى فىِ حَيَاتِى
Siapa yang menziaraiku sesudah matiku maka sesungguhnya ia sama seperti menziarahiku waktu aku masih hidup.
Atau :
مَنْ زارَ قَبْرِى وَجَبَتْ شَفَاعَتِى
Barangsiapa yang menziarahi kuburku,ia wajib mendapat syafaatku.
Menurut para ahli Hadist semisal : Imam Darul Quthny, Imam Baihaqi dan Ibnu Hajar, maka derajatnya adalah bohong dan maudlu’( lihat Kitab Syifa’a Asy Syaqom Lis Subkiy).
Adapun yang diperintahkan justru sebaliknya yaitu kita yang mendoakan ahli kubur tersebut.
sebagaimana suruhan Rasul saw :
عَنْ ابِى هُريرةَ ر ض انَّ النَّبى ص قال : مَا مِنْ اَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَىَّ اِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَى رُوْحِى حَتَّى اَرُدَّ عَليْهِ السَّلَام ( اخْرجَه ابو دَاوُد)
Dari Abu Hurairoh r.a. bahwa Nabi pernah bersabda : “ Tidak ada seorangpun yang mengucapkan salam, kecuali Allah mengembalikan ruhku, sehingga aku dapat membalas ucapan salam itu. ( Hadis dikeluarkan oleh Abu Dawud ).
Salam itu dapat kita ucapkan dimana saja kita berada.
Rasulullah saw yang bersabda :
لاَ تَتَّخِذُوا قَبْرِى عِيْدًا و لاَ بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَ صَلُّوا عَلَىَّ فَاِنَّ صَلاَتَكم تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ
Janganlah kamu jadikan kuburanku ini sebagai tempat perayaan, an janganlah rumah kalian dijadikan sebagai kuburan. Bershalawatlah kalian kepadaku, karena sesungguhnya salam kalian itu sampai kepadaku dimana saja kalian berada. (HR Al Hafidz Muhammad bin Abdul Wahid Al Maqdisi dalam kitabnya “ Al Mukhtarah “).
2. Minta berkahnya Ka’bah, Hajar Aswad, kelambunya. Sikap yang benar ialah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhory dan Muslim adalah sikap Sayidina Umar tatkala hendak Thawaf. Beliau berkata :
Kamu adalah batu tidak memberi manfaat dan juga tidak memberi madlarat.Kalaulah bukan kerena ittiba’ Rasul saya tidak menjalankannya.
3, Membawa kain putih berbal-bal, lalu direndam dengan air Zam Zam untuk dibawa pulang dijadikan kain kafan dengan harga yang mahal dan dapat menyelamatkan orang yang dikubur.
4, Mengambil tanah dari kuburan DI Haramain untuk ngalap berkah.
5. Berbagai cerita takhayul yang dikarang tentang berbagai keanehan selama musim haji yang berbahu khurofat.
6. D.L.L. yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Hikmah Ibadah Haji dan Umrah
Islam sejak pertama kali datang diterima oleh masyarakat yang mampu berfikir rasional dan logis, mampu membedakan dan menarik garis pemisah yang tegas antara yang Islam dan bukan Islam. Firman Allah Lakum dinukum Waliyadin merupakan penegasan bahwa dalam masalah agama tak ada kompromi dan tak ada pencampur adukan.
Islam pada awalnya tumbuh dan berkembang secara singkrun (serempak) zikir, pikir dan amal perbuatan nyata. Pengamalan Islam tidak didasari oleh pandangan yuridis formal fighiyah semata. Akan tetapi dilandasi keyakinan agama dan pancaran oleh rasa moralitas keislaman(ihsan ). Nabi s.a.w, sahabat sahabatnya dan tabiin sampai Tabi Tabiin yaitu generasi Hasan Basri ( w.110 H/728M ), mereka masih memandang kedudukan dan jabatan jabatan kenegaraan sebagai medan yang paling mulia untuk beribadah(amal saleh) dalam mengabdi kebesaran dan kejayaan agama dan ummat manusia, bukan bagi kepentingan pribadi, golongan atau keluarga.
Tetapi setelah itu lahir kelompok Bani Umayah mengubah sistem ajaran yang memandang jabatan jabatan kenegaraan sebagai kemukten bagi diri , keluarga dan keturunan mereka dengan mendirikan kerajaan di luar jazirah Arabia dengan mencontoh birokrasi Kerajaan Romawi. Maka lahirlah reaksi sebaliknya. Yaitu kelompok kelompok extrem yang anti politik , sebagai reaksi terhadap kemewahan kerajaan Bani Umayyah. Perhatikanlah Mistikus Rabi’ah Adawiyah ( w 185 H/801 M ) yang mengaku bisa berhubungan langsung secara fana (ectasy) dengan alam ghaib dan zat Tuhan.
Pada gilirannya dari sinilah lahirnya nanti berbagai bid’ah, baik yang idlofiyah maupun haqiqiyah terutama pengkultusan para wali.
Jamaah haji dan umrah harus dihindarnya dari berbagai pemikiran yang ruwet yang tak ada dasar Qur’an dan sunnah tadi, sehingga mereka sempat memikirkan secara sendiri sendiri atau kelompok tentang manfaat ibadah haji sebagaimana firman Allah QS Al Haj 27-28 :
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ ﴿ ٢٧﴾
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ ﴿ ٢٨﴾
[22:27] Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh
[22:28] supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir
Diantara manfaat yang besar yaitu kita beramal dengan menyerahkan dana “ dam “ dan dana “ qurban “ ke Bank Islam yang membuka post-post di berbagai penjuru tanah suci Makkah. Dana tersebut ada Rls. 10,- yang digunakan untuk memberi beasiswa kepada putra putri dunia Islam yang terbaik untuk disekolahkan ke pusat pusat ilmu pengetahuan dan teknologi di negara negara maju seperti Jepang dan Jerman. Dengan cara demikian ini kita dapat membersihkan kemusyrikan saat kita bayar dam dan penyembelihan hewan qurban Serta mengerti cara pengawetan daging tersebut untuk dikirim ke nagara-negara yang membutuhkan.
Pancaran iman yang bersih itu melahirkan greget perbuatan lahiriyah (Islam) yaitu kita membayar dana dam dan dana qurban ke Bank Islam. Atau kita serahkan ke LKBH (Lembaga Khusus Bimbingan Haji ‘Aisyiyah DKI agar sisa lebih dari dana tersebut untuk mendirikan TK (Taman Kanak-Kanak ) ‘Aisyiyah Bustanul Athfal ,PUSDIKLAT( Pusat Pendidikan Dan Pelatihan) ‘Aisyiyah .
Itulah moralitas keislaman (ihsan). Islam sebagai rahmat ke berbagai penjuru dunia sampai akhir zaman dapat terwujud (Al Quran Surat At Taubah 33 dan Al Fath 28). Islam sebagai agama rahmat menjadi harum namanya. (*)

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Perbedaan Muhammadiyah dengan Wahabi