LAU KAANA KHAIRAN LASABAQUUNA ILAIHI
RINGKASAN CERAMAH AGAMA ISLAM DAN TABLIGH AKBAR : LAU KAANA KHAIRAN LASABAQUUNA ILAIHI
Pembahasan pada tabligh dan kajian kali ini adalah penjelasan dari sebuah perkataan yang sangat indah dan maknanya sangat besar yang seringkali dibawakan juga oleh para ulama baik secara lisan maupun tulisan, yaitu:
لَوْ كَانَ خَيْرًا لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Kalau sekirannya perbuatan itu baik tentulah para sahabat telah mendahului kita dalam mengamalkannya.”
Di antara ulama yang mengucapkan perkataan ini adalah Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya, ketika menafsirkan Surat An-Najm ayat 38 dan 39. Allah Ta’ala berfirman:
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى، وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS An-Najm [53]: 38-39)
Dari ayat yang mulia ini, Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah bersama ulama yang mengikutinya dari kalangan Madzhab Syafi’i telah mengeluarkan sebuah hukum dan keputusan yang menyatakan bahwa bacaan Al-Quran tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang telah mati. Hal itu karena bacaan itu bukan termasuk dari amal dan usaha mereka.
Oleh karena itu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mensyariatkan umatnya untuk menghadiahkan bacaan Al-Quran kepada orang yang telah mati, dan tidak pula pernah menggemakannya atau memberikan petunjuk kepada mereka baik itu dengan nash dalil secara langsung maupun dengan isyarat. Dan tidak pernah dinukil dari seorang pun di antara para sahabat bahwa mereka pernah mengirimkan bacaan Al-Quran kepada orang yang telah mati.
Kemudian Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
لَوْ كَانَ خَيْرًا لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Kalau sekirannya perbuatan itu baik tentulah para sahabat telah mendahului kita dalam mengamalkannya.”
Beliau juga menjelaskan bahwa dalam masalah ibadah itu hanya terbatas pada dalil dan tidak boleh dipalingkan dengan berbagai macam qiyas dan ra’yu, yaitu akal pikiran manusia.
Jika ada suatu amalan yang baik pasti para sahabat telah mendahului kita dalam mengamalkannya. Hal itu karena tidak ada suatu amal dari amalan-amalan yang ada di dalam Islam yang luput dari para sahabat. Karena Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada mereka segala sesuatunya, sampai adab buang hajat pun telah diajarkan.
Bagaimana penjelasan selengkapnya tentang perkataan dan kaidah Lau Kaana Khairan Lasabaquuna Ilaihi ini? Silakan simak uraian dan penjelasannya oleh Ustadz Abdul Hakim Abdat حفظه الله di dalam rekaman ceramah agama ini, melalui tautan youtube yang tersedia di bawah ini :
- Sikap Rasulullah Terhadap Bid'ah
- Mengikuti Pemahaman Sahabat Nabi Dalam Beragama
- Bahaya Beribadah Jika Beralasan "Yang Penting Kan Baik, Kan Bagus"
- Dalam Beribadah, Hanya Niat Baik Semata Itu Tidak Cukup
- Manut pada Kiyai : Kiyai dan pendapat kiyai bukan "sunnah atau dalil"
- Pendapat Ulama Bukan Dalil
- Makna Al Jama’ah dan As Sawadul A’zham
- PILAR-PILAR IBADAH DALAM ISLAM
- Beda antara Adat dan Ibadah
- Mengenal Seluk Beluk BID’AH
- Hadits-Hadits Tentang Bid’ah
- SEBAB-SEBAB BID’AH
- SELUK BELUK BID’AH
- Dalil Larangan berbuat Bid'ah dalam Al-Qur an dan Beberapa contoh amalan Bid'ah
- Ini Dalilnya : Makna Setiap Bid’ah adalah Sesat
- Perbedaan antara Bid’ah dan Maksiat
- Benarkah bahas bid'ah memecah belah umat..?!
- Modernisasi "Bid'ah Hasanah" Islam
- Tidak Semua Pendapat Dalam Khilafiyah Ditoleransi
- MENUDUH SAHABAT BERBUAT BID'AH
- Sahabat melakukan bid ah?
- Menjelaskan Bid’ah Bukan Berarti Membid'akan-bid'ahkan
- MEMBAHAS SYIRIK BUKAN BERARTI KITA MENSYIRIKKAN"
- ASWAJA Yang membingungkan
- Bahaya Syubhat, Sekali Masuk Sulit Keluar, Segera Tinggalkan
- Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat
- Allah Menutup Pintu Taubat Bagi Pelaku Bid'ah
Komentar
Posting Komentar