Ziarah Kota Madinah Saat Ibadah Haji dan Umrah
Ziarah Kota Madinah Saat Ibadah Haji dan Umrah
Ziarah Kota Madinah Saat Ibadah Haji dan Umrah. Ketika musim haji tiba, terkadang para pemandu haji menyampaikan arahan kepada jama’ahnya dengan ungkapan sebeagi berikut: “Barangsiapa pergi haji lalu tidak mengunjungi kubur Nabi, berarti tidak sopan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Barangsiapa pergi haji lalu tidak ke Madinah, maka hajinya tidak sempurna. Barangsiapa melakukan shalat di masjid Nabawi 40 kali (shalat Arba’in) dia tidak akan masuk neraka. Bagi yang hendak meninggalkan Madinah melakukan ziarah Wada.” Dan masih banyak ucapan-ucapan semisal yang secara lahir menganjurkan kebaikan, tetapi sesungguhnya itu adalah amalan yang tidak disyariatkan.
Sesungguhnya Madinah adalah kota rasulullah صلى الله عليه وسلم, tempat yang penuh berkah, tempat kembalinya iman, tempat hijrahnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu menjadi tempat tinggal beliau hingga meninggal dunia.
Madinah merupakan pusat kota kaum muslimin yang pertama dan paling utama, pusat penyebaran ilmu dan agama Islam, sebaik-baik tempat setelah Makkah, satu dari dua tanah suci. Setiap kebaikan yang terjadi di muka bumi ini dan kebaikan di akhirat kelak tidak lain timbul dari Madinah.
Pembahasan ini diangkat berkaitan dengan datangnya musim haji yang biasanya para jama’ah haji berkunjung ke kota Madinah. Penekanan pembahasan berkisar tentang tata cara ziarah Madinah yang disyariatkan, sekaligus meluruskan perkara-perkara yang tidak disyariatkan pada waktu ziarah Madinah. Kami sarikan pembahasan ini dari risalah berjudul “Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziarotiha” karya Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr, Cet. Darul Mughni th. 1428 H, dan kami tambahkan dari referensi penting lainnya.
Keutamaan Kota Madinah [1]
Kota Madinah mempunyai banyak keutamaan dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia. Di antaranya adalah:
Allah عزّوجلّ menggelari kota Madinah dengan gelaran kota yang baik :
عَنْ سِمَاكٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى سَمَّى الْمَدِينَةَ طَابَةَ
“Dari Jabir bin Samurah berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala menamai kota Madinah dengan nama ‘Thaibah’[2] (kota yang baik).” (HR. Muslim: 1385)
Kota Madinah terdapat tanah haram/tanah suci di dalamnya, sebagaimana Makkah al-Mukarramah terdapat tanah haram di dalamnya, dalam sebuah hadits dijelaskan :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا لَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا وَلَا يُصَادُ صَيْدُهَا
“Dari jabir berkata: Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: Sesungguhnya Nabi Ibrahim mengharamkan Makkah, dan Aku telah mengharamkan Madinah yaitu antara dua bukit berbatunya, tidak boleh dicabut tumbuhannya, dan tidak boleh diburu binatang buruannya.” (HR. Muslim: 1362)[3]
Di antara keutamaan Madinah adalah, iman akan kembali ke Madinah. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا
“Dari Abu Hurairah berkata: Bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: Sesungguhnya iman itu akan kembali ke Madinah sebagaimana ular itu kembali ke lubangnya.” (HR. al-Bukhori: 1876 Muslim: 391)
Makna hadits ini adalah, keimanan akan kembali menuju Madinah, demikian juga para ahli iman (kaum muslimin akan berbondong-bondong mendatangi Madinah disebabkan keimanan dan kecintaan mereka kepada tempat yang penuh berkah yang telah dijadikan sebagai tanah haram oleh Allah Ta’ala.[4]
Madinah adalah suaru kampung yang mengalahkan kampung lainnya, Nabi صلى الله عليه وسلم pernah bersabda :
أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى يَقُولُونَ يَثْرِبَ وَهِيَ الْمَدِينَةُ تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Aku diperintahkan (untuk hijrah) ke suatu kampung yang menguasai kampung lainnya, mereka (orang-orang jahiliah) menyebut kampung ini Yatsrib, padahal (kampung itu) adalah Madinah yang mengeluarkan manusia (yang buruk), sebagaimana api mengeluarkan kotoran besi.” (HR. al-Bukhori: 1772 dan Muslim: 1382)
Hadits di atas mempunyai dua makna: pertama, bahwa Madinah menang dan mengalahkan kampung lainnya, dan makna kedua, bahwa Madinah menjadi tempat mengalirnya ghanimah setelah terjadi jihad fi sabilillah.[5]
Penduduk Madinah diperintahkan sabar menghadapi kesulitan di dalamnya karena akan mendapat pertolongan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم di akhirat kelak, hal ini didasari oleh sabda beliau :
الْمَدِينَةُ خَيْرٌ لَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ لَا يَدَعُهَا أَحَدٌ رَغْبَةً عَنْهَا إِلَّا أَبْدَلَ اللَّهُ فِيهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ وَلَا يَثْبُتُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا وَجَهْدِهَا إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahuinya, tidak seorang pun meninggalkan kota Madinah karena membencinya, niscaya Allah akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik (tinggal) di Madinah, dan tidak seorang pun tetap tinggal di Madinah dengan (menahan) susah dan kesulitannya, niscaya aku menjadi penolongnya atau saksinya pada hari kiamat.” (HR. Muslim: 1363)
Barang siapa berbuat bid’ah atau melindungi ahli bid’ah, maka akan dilaknat oleh Allah, malaikat-Nya serta seluruh manusia. Sabda beliau صلى الله عليه وسلم :
مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Barangsiapa melakukan perbuatan bid’ah di Madinah atau melindungi ahli bid’ah, maka dia mendapatkan laknat Allah, para malaikat-Nya, serta semua manusia. ” (HR. al-Bukhari: 1771 dan Muslim: 1370, dari jalan Ali bin Abi Tholib)
Nabi صلى الله عليه وسلم mengkhususkan Madinah dengan beberapa do’a. Di antaranya sabda beliau :
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا وَفِي ثِمَارِنَا وَفِي مُدِّنَا وَفِي صَاعِنَا بَرَكَةً مَعَ بَرَكَةٍ
“Ya Allah limpahkan lah berkah kepada kami di Madinah kami, dan (limpahkan berkah) pada hasil buah-buahan kami, dan takaran mud kami, takaran Sho’ kami berupa berkah di atas berkah yang lain.” (HR. Muslim: 4/117, dari jalan Abu Hurairah)
Madinah adalah salah satu dari dua tempat yang tidak terjangkit penyakit tho’un dan tidak dimasuki Dajjal. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلَائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلَا الدَّجَّالُ
“Pada tempat-tempat masuk kota Madinah terdapat para malaikat, sehingga penyakit tho’un dan Dajjal tidak dapat memasukinya.” (HR. al-Bukhori: 1781 dan Muslim: 3416, dari jalan Abu Hurairah)
Keutamaan Gunung Uhud Di Madinah
Seorang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم bernama Abu Humaid رضي الله عنه mengisahkan bahwa suatu hari ketika beliau bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya pulang dari perang Tabuk, beliau mengatakan apabila mendekati Madinah Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
هَذِهِ طَابَةُ وَهَذَا أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ
“(Madinah) ini adalah kota yang bagus, dan ini adalah gunung Uhud. Gunung yang mencintai kami dan kami mencintainya.” (HR. al-Bukhari: 4160)
Keutamaan Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah salah satu masjid yang memiliki keutamaan sebagaimana dua masjid lainnya, dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صلى الله عليه وسلم وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Tidak boleh diadakan perjalanan jauh kecuali menuju tiga masjid, masjidil Haram, masjid Rasul, dan masjidil Aqsha.” (HR. al-Bukhori: 1132 dan Muslim: 827)
Hadits di atas menunjukkan keutamaan tiga masjid tersebut dibanding dengan masjid lainnya sebagaimana dijelaskan keutamaannya dalam hadits berikut :
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: Shalat di masjidku ini lebih baik seribu kali lipat dari pada shalat di masjid lain kecuali masjidil haram.” (HR. al-Bukhori: 1133 dan Muslim: 1394)[6]
Hukum Ziarah Kubur Para Wali?
Zhahir/teks hadits di atas (HR. al-Bukhari: 1132 dan Muslim: 827) merupakan larangan Nabi صلى الله عليه وسلم yang mencakup larangan untuk berziarah ke semua tempat termasuk ziarah kuburnya Nabi atau para wali. Apabila dilakukan dengan mengadakan perjalanan jauh kecuali (dibolehkan) hanya menuju tiga masjid yang memiliki keistimewaan yang telah disebutkan. Hal ini dipahami oleh para sahabat Rasulullah secara lahir/zhahir dari konteks larangan dalam hadits yang mencakup semua tempat, baik itu masjid, kuburan atau tempat-tempat yang dianggap bersejarah, kecuali tiga masjid yang mulia saja. Oleh karena itu Abu Hurairah رضي الله عنه sempat ditegur oleh Abu Bashrah al-Ghifari رضي الله عنه sepulang dari sebuah perjalanan jauhnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَلَقِيتُ أَبَا بَصْرَةَ الْغِفَارِيَّ قَالَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ فَقُلْتُ مِنْ الطُّورِ فَقَالَ أَمَا لَوْ أَدْرَكْتُكَ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ إِلَيْهِ مَا خَرَجْتَ إِلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ
Dari Hurairoh beliau berkata (dalam sebuah haditsnya): Lalu aku berjumpa dengan Abu Bashrah al-Ghifari, kemudian dia berkata: Dari mana engkau?, maka Aku menjawab: Aku baru datang dari bukit Thur, lalu dia berkata: Andaikan aku menjumpaimu sebelum pergimu, pasti engkau tidak akan pergi (karena aku melarangmu untuk pergi). Karena Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: (Lalu dia menyebutkan hadits larangan mengadakan perjalanan ke selain tiga masjid).” (HR. Ahmad: 6/6, at-Thayalisi no.1348 dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Ahkam al-Jana’iz hlm. 287)[7]
Dan larangan ini tidak termasuk safar/perjalanan jauh untuk mengunjungi saudara, menjenguk orang sakit, menuntut ilmu dan semisalnya, lantaran safar-safar tersebut tujuannya bukan bermaksud untuk menuju suatu tempat yang dianggap memiliki keistimewaan khusus. Tetapi untuk suatu tujuan yang telah dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya secara khusus.[8]
Raudhah, Taman Surga Dalam Masjid Nabawi
Dalam masjid Nabawi terdapat salah satu taman surga atau yang lebih dikenal oleh jamaah haji dan umrah dengan sebutan raudhah, yang terletak di antara rumah dan mimbar Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana sabda beliau:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Di antara rumahku dan mimbarku ada salah satu taman surga.” (HR. al-Bukhori: 1137 dan Muslim: 1390)
Pengkhususan tempat tersebut dengan sifat yang disebutkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم menunjukkan bahwa tempat tersebut memiliki keistimewaan. Keistimewaan tersebut dapat bermanfaat bagi seseorang yang melaksanakan sholat sunnah di dalamnya, berdzikir dan berdo’a. Tetapi dengan syarat tidak boleh disertai perkara yang memudharatkan diri sendiri atau orang lain, seperti saling berdesakan memperebutkan tempat ini dan saling menyakiti. Karena hal ini diharamkan[9] dan tidak mungkin seorang muslim yang berakal sehat melaksanakan ibadah sunnah tetapi dengan cara yang mungkar.[10]
Tata Cara Ziarah Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah salah satu dari tiga masjid yang dipilih oleh Allah dan dilebihkan pahala orang yang shalat di dalamnya. Untuk mendapatkan pahala yang besar dari Allah selayaknya seorang yang datang ke masjid Nabawi tersebut melakukan perkara-perkara di bawah ini:
Jika sampai masjid Nabawi hendaknya mendahulukan kaki kanan, seraya berdo’a dengan mengucap :
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ وَسَلَّمَ ، اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَبَ رَحْمَتِكَ
“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah shalawat serta salam curahkan kepada Nabi Muhammad, (ya Allah), bukakan pintu rahmat-Mu untukku.” (HR. Muslim: 1685)
Atau dengan do’a lain seperti:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Maha Mulia, dan dengan kekuasaan-Nya yang terdahulu, dari godaan setan yang terkutuk.” (HR. Abu Dawud 466, dishahihkan oleh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: 749)
Langsung melakukan shalat dua roka’at tahiyatul masjid sebelum duduk (HR. Muslim: 714)
Setelah shalat lalu menuju kuburan Nabi untuk mengucapkan salam kepada Nabi صلى الله عليه وسلم :
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلَاحِقُونَ
Semoga keselamatan atasmu wahai penduduk kampung dari kaum mukminin dan muslimin, semoga Allah merahmati para pendahulu dan yang datang setelah kami, dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim: 974)
Setelah itu mengucapkan salam dan bershalawat atas Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم[11] dan mendoakan kebaikan untuknya.[12]
Setelah itu bergeser mendekati kuburnya Abu Bakar رضي الله عنه dan mengucapkan salam kepadanya lalu mendoakannya, kemudian mendekati kuburnya Umar رضي الله عنه dan mengucapkan salam kepadanya lalu mendo’akannya.[13]
Sunnah Ziarah Masjid Quba’
Bagi siapa saja yang berada di Madinah disunnahkan untuk menziarahi masjid Quba, dan shalat dua raka’at di sana. Jika mampu setiap hari Sabtu, atau kapan saja pun juga diperbolehkan. Hal ini didasari oleh sebuah hadits dari Ibnu Umar رضي الله عنهما. Beliau berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا
“Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم mendatangi masjid Quba’ setiap Sabtu baik dengan jalan kaki atau berkendaraan.” (HR. al-Bukhari: 1135)
Dalam riwayat yang lain beliau صلى الله عليه وسلم bersabda :
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ
“Barangsiapa bersuci di rumahnya, lalu mendatangi masjid Quba’ dan sholat di dalamnya, maka dia mendapatkan pahala umrah.” (HR. Ibnu Majah: 1412, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 2/23)
Ziarah Kuburan Baqi’ Dan Syuhada Uhud
Bagi para peziarah masjid Nabawi dianjurkan untuk melakukan ziarah kuburan Baqi. Kuburan Baqi’ menjadi kuburan kaum muslimin di Kota Madinah. Banyak para sahabat dikubur di Baqi’, kemudian diikuti kaum muslimin pada zaman dahulu sampai sekarang, mereka rata-rata dikubur di Baqi’.
Sedangkan gunung Uhud adalah gunung yang dicintai serta mencintai Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka dianjurkan juga para peziarah masjid Nabawi untuk menyempatkan diri berziarah ke Uhud, karena di dalamnya ada 70 lebih kaum sahabat yang mati syahid di sana. Hal ini termasuk melakukan perintah Nabi صلى الله عليه وسلم dalam ziarah kubur secara umum.” (HR. al-Bukhori: 4083 dan Muslim: 1393)[14]
Pergi Haji Tidak Harus Ke Madinah
Termasuk yang harus diketahui oleh setiap muslim, bahwasanya tidak ada keharusan bagi orang yang melaksanakan haji untuk melakukan ziarah ke Madinah. Haji atau umroh yang dilaksanakan tetap sempurna walaupun tidak disertai ziarah ke Madinah. Demikian pula sebaliknya, siapa saja boleh melakukan ziarah ke Madinah tanpa harus pergi ke Makkah untuk haji. Hanya saja kebanyakan jama’ah haji ketika menempuh perjalanan jauh dari negeri-nya, dan boleh jadi hanya sekali seumur hidup, maka mereka berusaha juga untuk ziarah ke masjid Nabawi, sehingga mereka mendapatkan dua pahala dalam satu kali perjalanan yang jauh. (Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziarotiha: hlm. 51-52)
Adapun hadits-hadits yang menganjurkan jama’ah haji untuk berziarah ke kubur Nabi صلى الله عليه وسلم, maka perlu diketahui bahwa hadits-hadits tersebut sangat lemah bahkan ada yang palsu, di antara hadits itu adalah :
مَنْ حَجَّ الْبَيْتَ وَلَـمْ يَزُرْنِيْ فَقَدَ جَفَانِيْ
“Barangsiapa berhaji dan tidak mengunjungi aku maka dia tidak sopan ”
Keterangan:
Hadits ini palsu/maudhu’, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Jauzi, Imam adz-Dzahabi, az-Zarkasyi, dan selain mereka. Sebab palsunya hadits ini karena di antara perowinya bernama Muhammad bin Muhammad, atau Nu’man bin Syibl (kakeknya Muhammad bin Muhammad), kedua orang ini tertuduh berdusta dalam meriwayatkan hadits. Demikian dikatakan oleh al-Albani dalam Difa’ anil Hadits an-Nabawi: 1/107.[]
Artikel ditulis oleh : Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali AM حفظه الله
Disalin dari Majalah Al-Furqon Ed.5 Th.ke-9_1430 H (www.ibnumajjah.com)
Footenote :
[1] Yang akan kami sebutkan hanya beberapa keutamaan kota Madinah yang terdapat dalam hadits-hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduanya, dan masih banyak hadits-hadits lain selain HR. al-Bukhari dan Muslim. Barangsiapa ingin memperluas pembahasan ini silakan merujuk kepada kitab “al-Ahadits al-Wandah fi Fadha’il al-Madinah jam’an wa Dirasatan” karya Dr. Shalih bin Hamid ar-Rifa’iy, kitab ini tergolong bagus dan lengkap dalam bab ini (Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziarotiha hlm. 15).
[2] Berkata Ibnu Mandhur, Ibnul Atsir berkata dalam hadits ini ada perintah supaya menamai kota Madinah dengan طيّبة (thayyibun) dan طابة {thaibah)”, kedua nama ini berasal dari kata thayyib (yang artinya baik atau bersih). Dahulu Madinah dinamai “Yatsrib” yang maknanya adalah “buruk/rusak”, lalu Alloh melarangnya, dan menamainya Thobah dan Thoyyibah, kedua nama ini adalah bentuk muannats dari kata طيب (thoib, dengan menfathahTho’ dan mensukun Ya’) Dan diambil dari kata طاب (thob) yang maknanya adalah طيب (thiib, dengan menkasroh tho’ dan mensukun Ya’ yang bermakna bagus). Dan ada yang mengatakan berasal dari kata الطَّيِّبِ bermakna “suci”, (dinamai demikian) karena sucinya dari kesyirikan, dan disucikannya darinya. (Lisanul Arab: 1/566)
[3] Tidak ada satu tempat selain Makkah dan Madinah yang disebut mempunyai tanah haram, adapun yang disebutkan orang bahwa al-Aqsho adalah tanah haram, maka ini adalah sebuah kesalahan, karena tidak ada landasannya, dan yang benar adalah masjid al-Aqsho adalah salah satu masjid yang memiliki keistimewaan setelah masjidil Haram dan masjid Nabawi (Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziaratiha hlm. 7).
[4] Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziaratiha hlm. 10-11.
[5] Lihat Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziaratiha hlm. 11-12, Syarh an-Nawawi ala Muslim: 5/46, dan Umdatul Qari’: 16/179.
[6] Dalam hadits lain dijelaskan bahwa sholat di masjidil Haram lebih baik seratus ribu kali lipat, sholat di masjid Nabawi lebih baik seribu kali lipat, dan sholat di masjidil Aqsho lebih baik limaratus kali lipat dari sholat di masjid-masjid lainnya. (HR. Ahmad: 3/343, Ibnu Majah no. 1406, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Gholil: 4/341-343).
[7] Lihat majalah AL-FURQ0N edisi no. 79, dalam rubrik Akidah hlm. 21-27, dan lebih lengkapnya dalam risalah kami Penjelasan Gamblang Seputar Hukum Ziarah Wali Songo, hlm. 49-73. Cet. Pustaka al-Ummat thn. 1428H.
[8] Lihat perkataan ini oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawanya: 2/186.
[9] Lihat Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziarotiha hlm. 18-19.
[10] Hal ini semisal mencium hajar aswad yang hukumnya sunnah, banyak kaum muslimin mengejar perkara sunnah ini tetapi disertai dengan kemungkaran, mereka tidak mempedulikan cara yang dilakukan dengan berdesakan antara lawan jenis, saling tarik atau pukul memukul. Bahkan kami pernah melihat (waktu kami shalat Jum’at di lantai paling atas sehingga dapat melihat Ka’bah dan orang yang di dekatnya) ada seorang yang sengaja bermakmum di dekat hajar aswad supaya bisa mencium hajar aswad, ketika tasyahud akhir, menjelang salam, orang ini langsung meloncat dan mencium hajar aswad padahal imam belum salam. Orang ini mengejar perkara yang sunnah tetapi merusak/ membatalkan perkara yang wajib yaitu shalat Jum’atnya. Na’udhu billah min dzalik.
[11] Syaikh Al-Albani berkata: yang disyariatkan [ketika ziarah ke makam Nabi dan kedua sahabatnya] membaca:
السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا أَبَابَكْرٍ، السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا عُمَرْ
”Kesejahteraan, rahmat dan berkat Allah kepada-mu wahai Rasulullah, kesejahteraan bagimu wahai Abu Bakr, kesejahteraan bagimu wahai Umar”
Sebagaimana yang dilakukan Ibn Umar رضي الله عنهما, jika menambah sedikit terilham dan tidak mewajibkannya, maka Insya Allah tidak apa-apa. [Panduan Mansik Haji dan Umrah, Syaikh Al-Albani, Terbitan At-Tibyan-Solo] Ibnu Majjah
[12] Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah Syaikh Ibnu Baz: 11/4.
[13] Lihat Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziaratiha hlm. 37-38, Ahkamul Jana’iz: 1/5, dan al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal-Kitab al-Aziz hlm. 270.
[14] Lihat Fadhlul Madinah wa Adab Suknaha wa Ziaratiha hlm. 55, dan al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal-Kitab al-Aziz hlm. 272.
Sumber : https://perjalananumroh.com/
Komentar
Posting Komentar