Aneh jika merayakan Isra Mi’raj, namun mengingkari sifat Al ‘Uluw
-------
Berikut Hadits Mi’raj :
(1)
قال النبي صلى الله عليه وسلم ففرض الله عز وجل على أمتي خمسين صلاة فرجعت بذلك حتى مررت على موسى فقال ما فرض الله لك على أمتك قلت فرض خمسين صلاة قال فارجع إلى ربك فإن أمتك لا تطيق ذلك فراجعت فوضع شطرها فرجعت إلى موسى قلت وضع شطرها فقال راجع ربك فإن أمتك لا تطيق فراجعت فوضع شطرها فرجعت إليه فقال ارجع إلى ربك فإن أمتك لا تطيق ذلك فراجعته فقال هي خمس وهي خمسون لا يبدل القول لدي فرجعت إلى موسى فقال راجع ربك فقلت استحييت من ربي
Nabi SAW bersabda, "Allah mewajibkan atas umatku 50 shalat dan aku kembali dengan perintah itu, sampai aku melewati nabi Musa di mana dia bertanya, "Apa yang Allah wajibkan kepada umatmu?" Aku menjawab, "Allah mewajibkan 50 shalat.
"Musa berkata, "Kembali kepada tuhanmu, karena umatmu tidak akan kuat atas perintah itu." Maka aku kembali dan Allah menghapuskan separuhnya dan aku kembali kepada Musa dan berkata, "Allah telah menghapuskan sepatuhnya."
Musa berkata lagi, "Kembali kepada tuhanmu, karena umatmu tidak akan kuat atas perintah itu." Maka aku kembali dan Allah menghapuskan separuhnya dan aku kembali kepada Musa.
Musa berkata lagi, "Kembali kepada tuhanmu, karena umatmu tidak akan kuat atas perintah itu." Maka aku kembali dan Allah berkata, "Shalat itu lima (waktu) dan dinilai lima puluh (pahalanya) dan perkataan-Ku tidak akan berganti." Aku kembali lagi kepada Musa.
Musa berkata lagi, "Kembali kepada tuhanmu." Namun aku berkata, "Aku sudah malu kepada tuhanku."(HR Bukhari Muslim)
(2)
هِيَ خَمْسٌ، وَهِيَ خَمْسُونَ، لاَ يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ". قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: رَاجِعْ رَبَّكَ. فَقُلْتُ: اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي
"Lima waktu itu setara dengan lima puluh waktu. Tak akan lagi berubah keputusanKu." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku kembali bertemu dengan Musa. Ia menyarankan, 'Kembalilah menemui Rabbmu'. Kujawab, 'Aku malu pada Rabbku'." (HR Bukhari).
Aneh jika merayakan Isra Mi’raj, namun mengingkari sifat Al ‘Uluw (Maha Tinggi)
Sebagian orang mereka mengadakan acara peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam namun di sisi lain mereka mengingkari bahwa Allah Maha Tinggi ber-istiwa di atas Arsy. Mereka malah mengatakan Allah ada dimana-mana, ada di hari kita, atau perkataan bahwa “Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di dalam dunia dan tidak di luar dunia”, atau perkataan “Allah ada tanpa tempat”, atau sikap tawaqquf seperti mengatakan “hanya Allah yang tahu Ia dimana”, “kita serahkan maknanya kepada Allah” dan perkataan-perkataan semisalnya yang pada hakikatnya ingin mengingkari bahwa Allah Ta’ala Maha Tinggi ber-istiwa di atas Arsy sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil.
Ini menjadi aneh karena mereka justru membuat perayaan Isra Mi’raj (yang tidak ada tuntunan untuk merayakannya) namun mereka tidak menerima muqtadha (konsekuensi) dari peristiwa Isra Mi’raj tersebut yaitu penetapan sifat Al ‘Uluw bagi Allah. Syaikh Salim bin Sa’ad Ath Thawil mengatakan:
إن مناهج وعقائد أهل البدع متناقضة غاية التناقض!! وذلك لأنها من عند غير الله تعالى. فتجدهم يثبتون المعراج لرسول الله صلى الله عليه وسلم ويحتفلون بذكراه مع أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يحتفل فيه ولم يرشد إلى ذلك، كما أنهم يثبتون معراج النبي صلى الله عليه وسلم إلى السماوات العلا وينكرون أو يشكون أو يتوقفون في علو الله تبارك وتعالى
“Diantara manhaj ahlul bid’ah adalah berlaku kontradiktif hingga tingkatan kontradiksi yang paling puncak. Itu karena keyakinan mereka itu bukan berasal dari Allah Ta’ala. Anda bisa melihat mereka membenarkan peristiwa Mi’raj-nya Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, dan bahkan membuat perayaan untuk mengenangnya, padahal Nabi Shallallahu’alahi Wasallam tidak pernah merayakannya dan tidak pernah menuntunkannya. Mereka juga membenarkan bahwa Nabi Shallallahu’alahi Wasallam diangkat ke langit. Namun mereka mengingkari atau meragukan atau bersikap tawaqquf tentang sifat Al ‘Uluw bagi Allah Tabaraka wa Ta’ala”
Beliau juga mengatakan:
إذا لم نقل بأن الله تعالى فوق السماء فإلى من عرج النبي صلى الله عليه وسلم؟ ومن فرض عليه الصلاة في السماوات العلا
“Jika kita tidak mengatakan bahwa Allah Ta’ala berada di atas langit, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika Mi’raj ke langit itu menghadap siapa? Dan siapa yang memberi perintah wajibnya shalat lima waktu di sana?” (Ayyuhal Muhtafilun bil Isra wal Mi’raj Afala Ta’qilun, http://www.saltaweel.com/articles/4
Baca juga artikel berikut :
Referensi :
Komentar
Posting Komentar