Hukum Membuat Patung
Sumber video : https://www.facebook.com/
Hukum Membuat Patung
Bagaimana hukum membuat patung? Karena asal mula kesyirikan awalnya dari adanya patung.
Menyerupakan dengan Ciptaan Allah
Menurut jumhur ulama dari madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambali berpendapat akan haramnya membuat shuroh, baik itu gambar tiga dimensi (yaitu patung), begitu pula gambar selain itu. Bahkan Imam Nawawi katakan bahwa haramnya hal ini adalah ijma’ (kata sepakat ulama). Namum klaim ijma’ tersebut tidaklah tepat karena ulama Malikiyah menyelisihi dalam hal ini. Pendapat mayoritas ulama inilah yang lebih tepat berdasarkan dalil-dalil larangan membuat sesuatu yang serupa dengan ciptaan Allah.
Dalil-dalil larangan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِى عَلَى سَهْوَةٍ لِى فِيهَا تَمَاثِيلُ ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – هَتَكَهُ وَقَالَ « أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ » . قَالَتْ فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu menutupi diri dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut terdapat gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau merobeknya dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi ciptaan Allah.” ‘Aisyah mengatakan, “Akhirnya kami menjadikan kain tersebut menjadi satu atau dua bantal.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107).
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ ، فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya pembuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan (buat).” (HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no. 2107)
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya orang yang peling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun (pembuat gambar).” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).
Hukum Membuat Patung
Shuwar (gambar) dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi (patung). Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir.
Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi (patung), mayoritas ulama -selain Malikiyah- mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak, sesuatu yang dianggap remeh (dihinakan), begitu pula sesuatu yang sifatnya temporer (tidak permanen) seperti jika dibuat dari manis-manisan dan adonan roti.
Alasan diharamkannya membuat gambar dan patung:
1- Menandingi Allah dalam mencipta.
2- Dapat menjadi perantara untuk berlebih-lebihan terhadap selain Alllah dengan mengagungkannya lebih-lebih patungnya adalah patung orang sholih.
3- Menyerupai orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah. Jika sampai disembah, maka lebih jelas lagi terlarangnya.
Yang termasuk dalam larangan adalah untuk patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan, tidak pada tumbuhan.
Patung Tanpa Kepala
Dalam Al Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan, “Ketika gambar atau patung dibentuk dari badan tanpa kepala atau kepala tanpa badan atau dijadikan kepala tetapi bagian lainnya adalah berbentuk lainnnya selain hewan, ini semua tidak termasuk dalam larangan.”
Namun menurut ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika bagian tubuh lain tidak ada, lalu masih tersisa kepala, maka pendapat yang rojih (kuat), gambar atau patung tersebut masih tetap haram.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7: 270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Gambar atau Patung Hasil Imajinasi
Membuat gambar atau patung imajinasi tetap masuk dalam hukum haram menurut ulama Syafi’iyah. Seperti misalnya manusia yang memiliki sayap dan sapi yang memiliki paruh yang ini semua tidak pernah nyata ada di makhluk. Namun beda halnya jika gambar atau patung untuk mainan anak-anak karena ‘Aisyah dahulu pernah memiliki mainan berupa kuda yang memiliki sayap. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tertawa karena melihat ‘Aisyah seperti itu sampai kelihatan gigi geraham beliau.[1]
Kalau demikian terlarang membuat patung, maka jelaslah bagaimana hukum jual beli patung dan berprofesi sebagai pembuat patung, semuanya dihukumi haram. Namun penjelasannya akan dihadirkan sendiri.
Demikian materi hukum membuat patung yang Rumaysho.Com sampaikan. Penjelasan di atas penulis ringkas dari Ensiklopedia Fikih yang diterbitkan oleh Kementrian Agama Kuwait. Moga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, juz ke 12, hal. 92-111, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al Islamiyyah.
[1] HR. Bukhari no. 6130.
Sumber : https://rumaysho.com/
Bagaimana hukum membuat patung? Karena asal mula kesyirikan awalnya dari adanya patung.
Menyerupakan dengan Ciptaan Allah
Menurut jumhur ulama dari madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambali berpendapat akan haramnya membuat shuroh, baik itu gambar tiga dimensi (yaitu patung), begitu pula gambar selain itu. Bahkan Imam Nawawi katakan bahwa haramnya hal ini adalah ijma’ (kata sepakat ulama). Namum klaim ijma’ tersebut tidaklah tepat karena ulama Malikiyah menyelisihi dalam hal ini. Pendapat mayoritas ulama inilah yang lebih tepat berdasarkan dalil-dalil larangan membuat sesuatu yang serupa dengan ciptaan Allah.
Dalil-dalil larangan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِى عَلَى سَهْوَةٍ لِى فِيهَا تَمَاثِيلُ ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – هَتَكَهُ وَقَالَ « أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ » . قَالَتْ فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu menutupi diri dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut terdapat gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau merobeknya dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi ciptaan Allah.” ‘Aisyah mengatakan, “Akhirnya kami menjadikan kain tersebut menjadi satu atau dua bantal.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107).
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُعَذَّبُونَ ، فَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya pembuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan (buat).” (HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no. 2107)
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya orang yang peling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun (pembuat gambar).” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).
Hukum Membuat Patung
Shuwar (gambar) dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi (patung). Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir.
Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi (patung), mayoritas ulama -selain Malikiyah- mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak, sesuatu yang dianggap remeh (dihinakan), begitu pula sesuatu yang sifatnya temporer (tidak permanen) seperti jika dibuat dari manis-manisan dan adonan roti.
Alasan diharamkannya membuat gambar dan patung:
1- Menandingi Allah dalam mencipta.
2- Dapat menjadi perantara untuk berlebih-lebihan terhadap selain Alllah dengan mengagungkannya lebih-lebih patungnya adalah patung orang sholih.
3- Menyerupai orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah. Jika sampai disembah, maka lebih jelas lagi terlarangnya.
Yang termasuk dalam larangan adalah untuk patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan, tidak pada tumbuhan.
Patung Tanpa Kepala
Dalam Al Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan, “Ketika gambar atau patung dibentuk dari badan tanpa kepala atau kepala tanpa badan atau dijadikan kepala tetapi bagian lainnya adalah berbentuk lainnnya selain hewan, ini semua tidak termasuk dalam larangan.”
Namun menurut ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika bagian tubuh lain tidak ada, lalu masih tersisa kepala, maka pendapat yang rojih (kuat), gambar atau patung tersebut masih tetap haram.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7: 270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)
Gambar atau Patung Hasil Imajinasi
Membuat gambar atau patung imajinasi tetap masuk dalam hukum haram menurut ulama Syafi’iyah. Seperti misalnya manusia yang memiliki sayap dan sapi yang memiliki paruh yang ini semua tidak pernah nyata ada di makhluk. Namun beda halnya jika gambar atau patung untuk mainan anak-anak karena ‘Aisyah dahulu pernah memiliki mainan berupa kuda yang memiliki sayap. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tertawa karena melihat ‘Aisyah seperti itu sampai kelihatan gigi geraham beliau.[1]
Kalau demikian terlarang membuat patung, maka jelaslah bagaimana hukum jual beli patung dan berprofesi sebagai pembuat patung, semuanya dihukumi haram. Namun penjelasannya akan dihadirkan sendiri.
Demikian materi hukum membuat patung yang Rumaysho.Com sampaikan. Penjelasan di atas penulis ringkas dari Ensiklopedia Fikih yang diterbitkan oleh Kementrian Agama Kuwait. Moga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, juz ke 12, hal. 92-111, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al Islamiyyah.
[1] HR. Bukhari no. 6130.
Sumber : https://rumaysho.com/
Komentar
Posting Komentar