Tinggalkan perkataan siapapun yang menyelisihi Allah dan Rasul

Adanya perselisihan ditengah-tengah umat Islam yang seolah-olah tidak ada ujungnya, seakan umat Islam tidak punya pedoman untuk menyatukan mereka.

Diantara penyebab perselisihan tersebut adalah tidak dikembalikannya setiap perselisihan yang ada kepada Allah dan Rasulnya, sebagian dari umat Islam lebih suka mengembalikannya kepada tokoh-tokohnya, pendapat ustad atau habibnya, atau madzhabnya.

Shalafus Shalih adalah umat yang paling utama, paling selamat dan paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki keshalihan yang tertinggi.

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

خَيْرَ أُمَّتِي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku (para Sahabat). Kemudian orang-orang yang setelah mereka (tabi’in), lalu orang-orang yang setelah mereka (tabi’ut tabi’in).” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650).

Karenanya, sudah merupakan kemestian bila menghendaki pemahaman dan pengamalan Islam yang benar merujuk kepada mereka (Shalafus shaalih).

Dalam hal ini para Shalafus Shaalih sudah memperingatkan umat supaya meninggalkan perkata’an siapapun manakala perkata’an atau pendapatnya itu bertentangan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Berikut ini perkata’an para Shalafus Shaalih:

– Abdullah ibnu Abbas berkata :

“Tidak ada seorang pun boleh diambil perkata’an nya atau di tolak, kecuali perkata’an Rasulullah Sallallohu ‘alaihi wasallam (Rowahu Thobroni). Dan juga berkata : “Aku khawatir akan datang hujan batu dari langit , ketika aku mengatakan Rasulullah berkata . . , engkau mengatakan Abu Bakar berkata . . , atau Umar berkata . .

– Imam Abu Hanifah berkata :

“Apabila saya mengucapkan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits Rasulullah, maka tinggalkanlah perkata’anku .

– Imam Malik bin Annas berkata :

“Saya ini hanya seorang manusia, bisa salah dan bisa benar, maka telitilah pendapatku. Setiap pendapatku yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah, maka ambillah pendapatku tersebut, dan setiap pendapatku yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah, maka tinggalkanlah pendapatku tersebut”. Beliau juga berkata : “Tidak ada seorangpun sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali pendapatnya bisa diambil atau juga bisa ditolak.

– Imam Ahmad berkata ;

لَيْسَ أَحَدَ إِلَّا وَيُؤْخَذُ مِنْ رَايَةَ وَيُتْرَكُ ؛ مَا خَلَا النَّبِيَّ

“Pendapat seseorang bisa diambil atau ditinggalkan selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”

Dan berikut ini beberapa perkata’an Imam As Syafi’i, yang melarang umat, mengikuti pendapat orang lain, padahal sudah jelas ada hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

– Imam As Syafi’i berkata ;

إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ وَدَعُوا مَا قُلْتُ – وفي رواية – فَاتَّبِعُوهَا وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ

“Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku. Dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang”. (Al Majmu’ syarh Al Muhadzdzab, 1: 63).

– Imam As Syafi’i berkata ;

كُلُّ حَدِيثٍ عَنِ النَّبِيِّ فَهُوَ قَوْلِي وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوهُ مِنيِّ

“Setiap hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku”. (Tarikh Dimasyq, 51: 389).

– Imam As Syafi’i berkata ;

كُلُّ مَا قُلْتُ فَكَانَ عَنِ النَّبِيِّ خِلاَفُ قَوْلِي مِمَّا يَصِحُّ فَحَدِيثُ النَّبِيِّ أَوْلىَ فَلاَ تُقَلِّدُونِي

“Semua yang pernah kukatakan jika ternyata berseberangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits Nabi lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taqlid kepadaku”. (Tarikh Dimasyq, Ibnu ‘Asakir, 2: 9: 15).

– Imam As Syafi’i berkata ;

كُلُّ مَسْأَلَةٍ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي

“Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku”. (Hilyatul Auliya’, 9: 107).

– Imam As Syafi’i berkata ;

إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ

“Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok”. (Siyar A’laamin Nubala’, 3: 3284-3285).

– Imam As Syafi’i berkata ;

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun”. (I’lamul Muwaqi’in, 2: 282).

Juga ada riwayat tentang Imam Syafi’i yang sangat marah ketika ada seseorang yang mendapatkan hadits dari Rasulullah tapi masih mencari pendapat orang lain.

Berikut riwayatnya, Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu ?”, maka gemetar dan marahlah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya,

أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ

“Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?”. (Hilyatul Auliya’, 9: 107).

Setelah kita mendapatkan keterangan dari para Shalafus Shaalih supaya mengembalikan kepada Rasulnya ketika ada perselisihan. Maka ketika ada pendapat atau perkata’an yang menyelisihi Rasulnya, SIAPA YANG MAU DI IKUTI ?

[ Sumber : agussantosa39.wordpress.com ]

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab