Egois : "Penyakit Ananiyah"
APA ITU ANANIYAH?
Ananiyah atau ke-Aku-an atau Egoisme adalah kecintaan manusia terhadap diri sendiri, serta ambisi untuk menguasai serta mendominasi orang lain. Dia adalah Aku yang membuat manusia tidak mau melihat kecuali dirinya sendiri, serta tidak peduli melainkan hanya kepada dirinya sendiri.
Ananiyah ini adalah karakter alami yang ada pada diri setiap insan apabila ia diperlakukan sesuai dengan batas koridor yang ada. Namun apabila melampaui kadarnya, sehingga menjelma menjadi sebuah sikap jumawa, sombong, meremehkan orang lain, menganggap orang lain itu kecil, menyepelekan pendapat orang lain, serta senantiasa berusaha untuk menguasai orang lain, maka ini adalah bahaya laten serta penyakit yang membinasakan.
Maka dari itu seorang manusia yang terkena virus ini tidak akan mau mengakui kesalahan. Dan ia senantiasa menyangka dirinya selalu benar, merasa bersih dari kesalahan dan ketergelinciran. Ia tidak memahami bahwa mengakui kesalahan itu sebagai bentuk memuliakan akal manusia.
Dan seorang Anani (yang terkena virus keakuan-pent) tidak memiliki pantangan, semuanya boleh bagi dia selama di sana ada keuntungan bagi diri pribadinya.
Ananiyah adalah penyakit jiwa yang harus disembuhkan karena ia menjadi sebab besar dilanggarnya pantangan serta dilakukannya kesalahan yang fatal. Ananiyah adalah penyakit yang membinasakan orang yang dijangkitinya
Seorang yang kena Ananiyah tidak ingin ada orang lain menyertai dia di dalam segala hal. Ia ingin melihat orang lain celaka dan kemaslahatan semua ingin dia kuasai.
Ada beberapa sebab yang menjadikan manusia terkena Ananiyah diantaranya ;
- Kesalahan pendidikan dari kedua orang tua terhadap anak.
- Serta tidak adanya perhatian terhadap anjuran untuk menjauhi penyakit hasad serta keinginan untuk menguasai orang lain.
- Demikian pula kebencian serta banyaknya hukuman yang diberikan terhadap berbagai kesalahan yang kecil maupun yang besar.
- Demikian pula tidak adanya keadilan terhadap anak, serta melebihkan satu anak dibandingkan anak yang lain.
- Demikian pula tekanan ekonomi yang menyebabkan seseorang tidak peduli kecuali kepada diri sendiri dan tidak melakukan aktivitas kecuali untuk kemaslahatan diri sendiri.
Sehingga anak harus diajarkan agar menjauhi Ananiyah sedini mungkin. Dan agar ia mencintai bagi orang lain apa yang ia cintai bagi dirinya. Serta berupaya semaksimal mungkin hingga ia sampai pada derajat dimana orang lain bisa berpengaruh pada dirinya.
Allah ta’ala berfirman ketika mensifati karakter orang-orang yang beriman :
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). Mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” [QS Al-Hasyr : 9]
Disebutkan pula dalam salah satu riwayat :
عنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ ، عَنْ أَبِيهِ مُعَاذٍ ؛ أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَفْضَلِ الإِيمَانِ ؟ قَالَ : أَفْضَلُ الإِيمَانِ : أَنْ تُحِبَّ ِللهِ ، وَتُبْغِضَ فِي اللهِ ، وَتُعْمِلَ لِسَانَكَ فِي ذِكْرِ اللهِ ، قَالَ : وَمَاذَا يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : وَأَنْ تُحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ ، وَتَكْرَهَ لَهُمْ مَا تَكْرَهُ لِنَفْسِكَ ، وَأَنْ تَقُولَ خَيْرًا ، أَوْ تَصْمُتَ.
“Dari Sahl bin Mu’adz dari ayahnya yang bernama Muadz bahwasanya beliau bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang keimanan yang paling utama. Beliau menjawab ;
Keimanan yang paling utama adalah engkau mencintai karena Allāh , membenci karena Allāh , dan engkau membasahi lisanmu dengan dzikir kepada Allāh .
Muadz bertanya lagi ; Kemudian apa lagi wahai Rasūlullāh ?
Beliau menjawab ; Dan engkau mencintai bagi orang lain apa yang engkau cintai bagi dirimu sendiri. Engkau membenci keburukan menimpa mereka sebagaimana engkau benci keburukan menimpa dirimu. Dan engkau mengucapkan kebaikan atau diam.” [HR Ahmad : 5/247 no. 22481]
Dalam riwayat yang lain disebutkan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ يَأْخُذُ مِنْ أُمَّتِي خَمْسَ خِصَالٍ ، فَيَعْمَلُ بِهِنَّ ، أَوْ يُعَلِّمُهُنَّ مَنْ يَعْمَلُ بِهِنَّ ؟ قَالَ : قُلْتُ : أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ ، قَالَ : فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّهُنَّ فِيهَا ، ثُمَّ قَالَ : اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ ، وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ ، وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا ، وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا ، وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata ; Rasūlullāh shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda ; Siapa yang bersedia mengambil dari umatku mengambil lima sifat kemudian mengamalkannya atau mengajarkannya pada orang yang mengamalkannya ?
Aku mengatakan ; Aku wahai Rasūlullāh.
Beliau kemudian menggandeng tanganku dan menyampaikan kelima hal tersebut sembari berkata ;
Jauhilah keharaman engkau akan menjadi manusia paling rajin beribadah. Ridhalah terhadap jatah yang telah Allāh berikan untuk dirimu, engkau akan menjadi manusia yang paling kaya.
Berbuat baiklah kepada tetanggamu engkau akan menjadi orang yang beriman. Cintailah bagi manusia apa yang engkau cintai bagi dirimu sendiri maka engkau akan menjadi seorang muslim dan jangan memperbanyak tertawa karena banyak tertawa itu mematikan hati. [HR Ahmad : 2/310 No.8081, Tirmidzi No.310]
Demikian pula hendaknya kita membiasakan diri kita untuk senang bekerjasama, amal jama’i, bergaul, mendekat serta ikut serta dalam aksi-aksi sosial dan komunitas yang memberi manfaat kepada banyak orang.
Serta belajar membiasakan diri bekerja sama dengan keluarga, tetangga, karib kerabat untuk membantu fakir miskin, anak-anak yatim dan orang-orang sakit. Seorang penyair menyatakan :
Dan semut pun membangun istana mereka dengan bergandengan tangan. Demikian pula lebah memanen madu mereka dengan berkelompok.
Biasakanlah diri kalian untuk menghormati orang lain, diam mendengarkan pembicaraan mereka serta menghormati usulan mereka. Jangan menjadi orang yang egois tidak mencintai kecuali diri sendiri dan tidak peduli kecuali terhadap diri sendiri.
Karena lambat laun engkau akan membakar dirimu sendiri serta celaka karenanya sebelum engkau mencelakakan orang lain.
Diterjemahkan dari artikel berjudul “Jangan Engkau Membakar Dirimu Sendiri Dengan Api Keakuan” karya DR Badr Abdul Hamid.
Alih bahasa oleh:
Ustadz Abul Aswad al Bayati حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)
Sumber : https://bimbinganislam.com
Baca Artikel Terkait :
Komentar
Posting Komentar