Keamanan Masjidil Haram Dijamin Allah dan Sejarah Perkembangannya
Allah selalu menjaganya Makkah atau Masjidil Haram, sebagaimana firman-Nya surah Al-Qoshosh ayat 57:
وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَىٰ مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا ۚ أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَىٰ إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا
"Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami (Makkah)". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."
Penjagaan terhadap kota Makkah oleh Allah SWT itu semestinya orang beriman ketahui dan yakini, karena banyak firman Allah yang menjelaskannya. Dalam hadist Nabi Muhammad SAW disampaikan pula bahwa Allah SWT menjamin bahwa ini akan dijaga oleh malaikat dari fitnah Dajjal. Nabi saw bersabda.
“Tiada suatu negeri pun melainkan akan diinjak oleh Dajjal, kecuali hanya Makkah dan Madinah yang tidak. Tiada suatu lorong pun dari lorong-lorong Makkah dan Madinah itu, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindunginya. Kemudian Dajjal itu turun lah di suatu tanah yang berpasir ( di luar Madinah ) lalu kota Madinah bergoncanglah sebanyak tiga goncangan dan dari goncangan-goncangan itu Allah akan mengeluarkan setiap orang kafir dan munafik (dari Makkah – Madinah).” (Riwayat Muslim).
Baca artikel terkait : "Jangankan difitnah "wahabi", fitnah "dajjal" pun tak bakalan masuk ke kota Madinah"
----
SETIAP musim haji, ingatan kita selalu terpusat ke Kakbah. Bangunan monumental ini bukan hanya tepat di tengah-tengah Masjidil Haram, tapi juga persis di tengah-tengah Kota Mekah. Tawaf, yaitu mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, merupakan salah satu ritual wajib bagi setiap jamaah haji.
Karena letaknya dalam satu kompleks, maka Masjidil Haram selalu identik dengan Kakbah, dan begitu pula sebaliknya. Allah telah menjamin Mekkah serta kompleks Masjidil Haram itu secara khusus sebagai tempat aman. ”Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman,” begitu penegasan Allah dalam Alquran.
Namun ada juga segelintir orang yang mencoba melakukan provokasi. Seperti yang terjadi pada akhir Desember 1989, ketika sekelompok pemuda -dipimpin Muhammad bin Abdullah Al Qahthani dan Jahiman Al Utaibah- melakukan penyerbuan dengan memasuki Masjidil Haram. Mereka mengaku beroposisi dengan pihak Kerajaan Arab Saudi. Selama dua pekan konflik bersenjata itu, 135 orang tewas serta ratusan jamaah haji terluka. Dinding dan menara masjid pun ikut rusak, karena muntahan peluru dan bom.
Raja Fahd bin Abdul Aziz, penerus Dinasti Saud V, kemudian memimpin langsung renovasi Masjidil Haram, yang selesai pada Oktober 1996 (termasuk perbaikan dinding-dinding Kakbah). Renovasi dilakukan hampir bersamaan dengan perbaikan Masjid Nabawi di Madinah, yang seluruhnya menelan dana 29 miliar riyal (sekitar Rp 87 triliun).
Jaminan Allah tentu tidak harus diartikan secara harfiah, namun lebih maknawi, yaitu kemunculan orang-orang yang ”dipilih” Allah untuk menyelamatkan maupun memperbaiki bangunan yang disebut sebagai Baitul Atiq alias Rumah Kuno. Umat Islam meyakini Masjidil Haram sudah ada sejak zaman Nabi Adam, atau sekitar dua juta tahun lalu. Kemunculan orang-orang pilihan Allah inilah yang menyebabkan bangunan itu tetap berdiri kokoh sampai sekarang, bahkan -insya Allah-sampai kiamat!
Tentunya bangunan yang tampak sekarang tidak sama dengan di masa lalu. Semula, hanya berupa lapangan terbuka. Proyek perluasan untuk kali pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Utsman bin Affan meneruskannya dengan membangun dinding-dinding pembatas. Abdullah bin Zubair membuatkan atap pada dinding-dinding masjid.
Sepanjang Dinasti Umayyah berkuasa, arsitektur masjid bergeser menjadi bergaya Romawi. Wahid bin Abdul Malik, misalnya, merombak konstruksi masjid. Didirikan pula sederet tiang, setinggi 15 m dan garis tengah 1 m, yang dibungkus marmer putih dan batu granit hitam. Bahan khusus untuk tiang-tiang itu diangkut dari Suriah dan Mesir. Sementara ornamen dan inskripsi ayat Alquran ditambahkan di masa kepemimpinan Abu Ja’far Al-Mansur.
Mengingat jamaah makin bertambah dan berjubel di musim haji, pemerintahan Al-Mahdi memperluas bangunan di sebelah utara dan timur masjid. Tetapi perluasan itu membuat posisi Kakbah menjadi menjorok ke selatan. Karena itu, Musa Al-Hadi (putra Al-Mahdi) memperluas bangunan ke selatan dan barat, supaya posisi Kakbah kembali tepat di tengah-tengah Masjidil Haram.
Setiap khalifah mencoba memberikan tanda khusus terhadap upaya renovasi yang dilakukannya, seperti dilakukan Al-Muqtadir Billah, dengan membuat apa yang disebut ”Pintu Ibrahim”.
Pernah Terbakar
Masjidil Haram pernah terbakar pada abad ke-12. Kebakaran yang diikuti dengan banjir besar itu menimbulkan kerusakan hebat. Raja Mesir, Sultan Ibnu Barjauf, segera memerintahkan proyek renovasi. Waktu Dinasti Usmaniyah mulai berkuasa, bangunan-bangunan itu masih rusak, sehingga langsung dibereskannya. Bahkan di masa kekuasaan Sultan Salim II (1572), bangunan ini dipercantik dengan membuat atap kecil yang berbentuk kerucut.
Ada satu hal lagi tentang kekhasan yang ditampilkan penguasa Turki itu, yaitu pembangunan puluhan serambi dan kubah yang memayungi empat tiang persegi. Tapi belum rampung proyek itu, ia keburu wafat. Proyek Sultan Salim II ini kemudian dituntaskan putranya, Sultan Murad, yang juga memindahkan sumur air zamzam di bawah pelataran tempat tawaf.
Sepeninggal Sultan Murad, renovasi Masjidil Haram sempat berhenti dalam waktu sangat lama. Sebabnya, penguasa negeri-negeri muslim disibukkan dengan urusan perlawanan menghadapi penjajah asing. Pada 1955, Dinasti Saud memulai kembali renovasi Masjidil Haram setelah 400 tahun terhenti. Saat itu, bangunan rumah-rumah penduduk telah mengepung masjid. Sampai-sampai lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki menyerobot kawasan Shafa dan Marwah, yang digunakan untuk Sa’i (berjalan kaki di antara kedua bukit itu, sebagai salah satu rukun haji).
Renovasi tahap I dimulai dengan membebaskan permukiman dan lokasi perdagangan di sekitar Shafa dan Marwah, serta membangun jalur tempat Sa’i sepanjang 395 meter. Jadi jamaah haji tidak perlu berdesak-desakan lagi, karena jalan dibuat dua jalur dengan lebar seluruhnya 20 meter. Jalur Marwah-Shafa terpisah dari jalur Shafa-Marwah. Untuk kaum lanjut usia, atau yang menggunakan kursi roda, disediakan jalur lambat di bagian tengahnya. Di sepanjang jalur itu pun masih disediakan 16 pintu yang menghadap timur, sebagai pintu keluar-masuk jamaah.
Karena dianggap belum memadai, mas’a (jalur untuk sa’i) pun dibangun dua tingkat. Lantai dasarnya setinggi 12 m, sedangkan lantai atasnya setinggi 9 m. Ruangan bawah tanah juga dibenahi setinggi 3,5 m. Tiap-tiap lantai dihubungkan dengan tangga yang melingkar. Pada beberapa bagian masjid dilengkapi eskalator listrik sebagai pengganti tangga.
Untuk mencegah banjir yang sewaktu-waktu datang, misalnya air bah yang pernah menenggelamkan Kakbah (1941), dibuatkan saluran pembuangan air berkedalaman 4-6 m di bawah tanah. Akibat renovasi itu, salah satu bangunan terpaksa digeser, yaitu ”makam” Nabi Ibrahim. Bangunan ini pernah dipercaya oleh jamaah awam sebagai kuburan Ibrahim.
Padahal itu hanya sebuah batu berukuran 40×40 cm yang jadi tempat berpijak Ibrahim saat membangun Kakbah bersama putranya, Ismail. Pada batu itu tercetak dua telapak kaki Ibrahim. Sebagai penggantinya, dibuat tutup kaca kristal setinggi 3 m. Dari balik kaca itulah, jamaah dapat melihat tapak kaki Ibrahim setiap selesai satu putaran tawaf.
Empat Pintu
Pada renovasi tahap II, pondasi serambi di sebelah timur digali. Dinding yang berdiri di atasnya dilapisi marmer dari Italia. Sementara kubah maupun plafon terbuat dari batu-batu pahatan. Tahap selanjutnya, membenahi serambi sebelah barat dan utara yang membentang dari Pintu Umrah (Babul Umrah) dan Pintu Keselamatan (Babus Salam). Saat ini, Masjidil Haram memiliki empat pintu gerbang utama. Selain Pintu Umrah dan Pintu Keselamatan, juga ada Pintu Raja (Babul Malik) dan Pintu Kemenangan (Babal Fath).
Pada sisi keempat pintu itu berdiri tegak masing-masing dua menara yang saling mengapit, dengan tinggi 89 meter. Setiap menara dihiasi lambang bulan sabit di pucuknya, setinggi 6 meter. Ada satu lagi menara serupa yang mengapit Pintu Shafa. Jamaah boleh masuk ke masjid dari pintu gerbang mana saja, termasuk 41 pintu lain yang ada. Tetapi banyak jamaah yang sengaja memilih Babas Salam, karena dianggap paling mantap.
Titik sentral Masjidil Haram adalah Kakbah, yang berukuran 10×12 m2. Bangunan ini pertama kali direnovasi oleh Ibrahim. Satu persatu potongan batu ditatanya sehingga tiap sisinya bertinggi 15 m. Begitu sederhananya Kakbah sejak semula; tak diperlukan kerumitan arsitektur atau pun kecanggihan teknologi. Begitu pun inti ajaran Islam -tauhid- yang juga ”sederhana”: hanya ada satu Tuhan, Allah Ta’ala, dan hanya Dzat itulah yang wajib disembah.
Umat Islam menjadikan Kakbah sebagai kiblat dalam salat. Ini tidak dimaksudkan untuk menyembahnya. Tujuan ibadah tetap Allah semata, sedangkan Kakbah hanya berfungsi sebagai penyatu arah. Dipandang dari arah langit lazuardi, barisan salat umat Islam di permukaan bumi itu membentuk lingkaran konsentrik, dengan Kakbah sebagai pusatnya. Lingkaran itu pun seperti jamaah yang sedang tawaf.
Di pojok Kakbah terdapat cekungan dan berisi Batu Hitam (Hajar Aswad). Mereka yang akan menyentuh batu itu, atau menciumnya, harus berjuang keras menyiasati arus deras manusia yang sedang bertawaf. Hajar Aswad kini makin licin, akibat usapan tangan dan sentuhan bibir jutaan orang. ”Andai aku tidak melihat Nabi menciummu, maka aku tidak akan melakukannya,” kata Khalifah Umar, karena takut dianggap menyakralkan batu yang terbelah jadi tiga keping dalam sebuah insiden ini.
SEJARAH KAKBAH
Ka’bah adalah bangunan suci kaum Muslim yang terletak di kota Mekkah di dalam Masjidil Haram. Merupakan bangunan yang dijadikan patokan arah kiblat atau arah patokan untuk hal hal yang bersifat ibadah bagi umat Islam di seluruh dunia seperti sholat. Selain itu, merupakan bangunan yang wajib dikunjungi atau diziarahi pada saat musim haji dan umrah.
Bangunan berbentuk kubus ini berukuran 12 x 10 x 15 meter. Juga disebut dengan nama Baitallah.
Sejarah perkembangan :
Ka’bah yang juga dinamakan Baitul Atiq atau rumah tua adalah bangunan yang dibangun pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah nabi Ismail berada di mekkah atas perintah Allah SWT.
Pada masa Nabi Muhammad SAW berusia 30 tahun (Kira kira 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat bajir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad namun berkat penyelesaian Muhammad SAW perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah. Lingkungan Ka’bah penuh dengan patung yang merupakan perwujudan Tuhan bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Tuhan tidak boleh disembah dengan diserupakan dengan benda atau makhluk apapun dan tidak memiliki perantara untuk menyembahnya serta tunggal tidak ada yang menyerupainya dan tidak beranak dan diperanakkan (Surat Al Ikhlas dalam Al-Qur’an) . Ka’bah akhirnya dibersihkan dari patung patung ketika Nabi Muhammad mebebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah.
Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah sebagai pemegang kunci ka’bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawwiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Bangunan Ka’bah
Pada awalnya bangunan Ka’bah terdiri atas dua pintu serta letak pintu ka’bah terletak diatas tanah , tidak seperti sekarang yang pintunya terletak agak tinggi sebagaimana pondasi yang dibuat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Namun ketika Renovasi Ka’bah akibat bencana banjir pada saat Muhammad SAW berusia 30 tahun dan sebelum diangkat menjadi rasul, karena merenovasi ka’bah sebagai bangunan suci harus menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan ka’bah dibuat hanya satu pintu serta ada bagian ka’bah yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan ka’bah yang dinamakan Hijir Ismail yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi ka’bah. Saat itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya. Karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang sangat dimuliakan oleh bangsa Arab.
Karena kaumnya baru saja masuk Islam, maka Nabi Muhammad SAW mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali ka’bah sehinggas ditulis dalam sebuah hadits perkataan beliau: “Andaikata kaumku bukan baru saja meninggalkan kekafiran, akan Aku turunkan pintu ka’bah dan dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail kedalam Ka’bah”, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.
Ketika masa Abdurrahman bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan itu dibuat sebagaimana perkataan Nabi Muhammad SAW atas pondasi Nabi Ibrahim. Namun karena terjadi peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan, penguasa daerah Syam (Suriah,Yordania dan Lebanon sekarang) dan Palestina, terjadi kebakaran pada Ka’bah akibat tembakan peluru pelontar (onager) yang dimiliki pasukan Syam. Sehingga Abdul Malik bin Marwan yang kemudian menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Ka’bah berdasarkan bangunan hasil renovasi Nabi Muhammad SAW pada usia 30 tahun bukan berdasarkan pondasi yang dibangun Nabi Ibrahim. Dalam sejarahnya Ka’bah beberapa kali mengalami kerusakan sebagai akibat dari peperangan dan umur bangunan.
Ketika masa pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah, khalifah berencana untuk merenovasi kembali ka’bah sesuai pondasi Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi Muhammad SAW. namun segera dicegah oleh salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena dikhawatirkan nanti bangunan suci itu dijadikan ajang bongkar pasang para penguasa sesudah beliau. Sehingga bangunan Ka’bah tetap sesuai masa renovasi khalifah Abdul Malik bin Marwan sampai sekarang.
Baca juga artikel terkait : "Grand Design Perluasan Majidil Haram Makkah"
Sumber : intropeksidiri.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar