As-Sudais Mengeraskan Basmalah, Apakah Termasuk Talfiq?

Simak video berikut :
Syeikh Abdul Rahman As-Sudais Mengimami Sholat Jum'at di Masjid Istiqlal Jakarta pada 31 Oktober 2014.

Sumber video : https://youtu.be/c7fx

As-Sudais Mengeraskan Basmalah

Apa yang dilakukan oleh Imam Masjid Al-Haram Mekkah sesungguhnya wujud dari keluasan dan kedalam ilmu syariah yang beliau miliki. Perlu diketahui bahwa beliau bukan hanya sekedar hafal Al-Quran 30 juz dan enak bacaannya, tetapi yang harus diketahui beliau juga seorang doktor dalam bidang ushul fiqh. Ilmunya sangat luas dan pemahaman beliau atas fiqih perbedaan mazhab pun sudah matang.

Meski beliau tinggal dan tumbuh belajar agama di Saudi Arabia yang notabene akar mazhabnya adalah Hambali, namun tidak mentang-mentang jadi Imam Masjid Al-Haram lantas beliau jadi arogan dan memaksakan pendapatnya sendiri. Apalagi ketika beliau mengadakan kunjungan ke negeri-negeri lain yang kebetulan akar mazhabnya agak berbeda. Maka beliau melakukan yang paling tepat, yaitu menyesuaikan diri dengan apa yang dianut oleh umumnya bangsa tersebut.

Ketika berkunjung ke Indonesia, beliau tahu persis bahwa rata-rata bangsa Indonesia ini terdidik secara akar fiqihnya dalam mazhab Asy-Syafi'i. Maka apa yang dianut oleh bangsa ini dalam masalah menjaharkan bacaan basmalah itu sangat beliau hormati. Kalau biasanya di Masjidilharam beliau tidak menjaharkan basmalah, kali ini untuk menghormati dan mengapresiasi bangsa Indonesia yang bermazhab Asy-syafi'i, maka sangat terpuji bila beliau menjaharkannya.

Apakah Termasuk Talfiq?

Secara bahasa apa yang beliau lakukan memang termasuk talfiq, yaitu mencampur aduk mazhab. Sebab dalam mazhab orang Saudi yang rata-rata menganut mazhab Al-Hanabilah, basmalah tetap dibaca tetapi dengan suara lirih (sirr) dan tidak dikeraskan.

Namun talfiq yang beliau lakukan termasuk jenis talfiq yang mulia dan terpuji. Kita harus tahu bahwa tidak semua talfiq ini salah. Ada juga talfiq yang hukumnya boleh, wajib dan juga bahkan mulia dan terpuji. Apalagi yang melakukannya adalah ulama yang ilmunya sudah mencukupi, sehingga talfiq yang dilakukan bukan termasuk talfiq yang keliru.

Tetapi karena sepanjang hidupnya beliau selalu menjalani mazhab Al-Hanabilah, maka dalam rekaman video itu beliau mungkin agak 'terlupa'. Sebab pada rakaat kedua beliau kembali membaca dengan sirr seperti kebiasaannya sehar-hari, meski tetap terdengar di pengeras suara.

Tetapi intinya, apa yang beliau perlihatkan adalah wajah persahabatan, bukan wajah permusuhan. Sebab meski beda mazhab, tetapi semua pasti benar dan tidak ada yang salah.

Hukum Al-Fatihah : Mengeraskan Basmalah dalam Shalat

Bagaimana hukum mengeraskan basmalah saat membaca Al-Fatihah, apakah suatu kewajiban? Sebagian belum memahami perbedaan dalam masalah ini sehingga menganggap orang lain keliru. Padahal kita sendiri sebenarnya yang belum paham.

Para fuqaha berbeda pendapat dalam hal hukum membaca basmalah bagi imam, makmum dan orang yang shalat sendirian. Perbedaan ini muncul dari masalah apakah basmalah merupakan bagian dari Al-Fatihah ataukah bukan.

Dalam madzhab Hanafiyah, disunnahkan membaca basmalah secara lirih bagi imam dan orang yang shalat sendirian di setiap membaca awal Al-Fatihah di setiap raka’at. Namun tidak disunnahkan membaca basmalah antara Al-Fatihah dan surat lainnya secara mutlak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf karena menurut mereka basmalah bukan merupakan bagian dari Al-Fatihah. Penyebutan basmalah hanya untuk mengambil berkah (tabarruk).

Yang masyhur dalam madzhab Malikiyah, basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah. Sehingga basmalah tidak dibaca dalam shalat wajib yang sirr (Zhuhur dan Ashar) dan jaher (Maghrib, Isya dan Shubuh), baik bagi imam, makmum maupun munfarid (orang yang shalat sendirian).

Pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, wajib bagi imam dan makmum serta munfarid untuk membaca basmalah dalam setiap raka’at sebelum membaca Al-Fatihah, baik shalat tersebut wajib ataukah sunnah, begitu pula berlaku dalam shalat sirr (Zhuhur dan Ashar) dan shalat jaher (Maghrib, Isya dan Shubuh).

Pendapat yang paling kuat dalam madzhab Hambali, tidak wajib membaca basmalah saat membaca Al-Fatihah, begitu pula surat lainnya di setiap raka’at.

Juga pendapat terkuat dalam madhzab Imam Ahmad, disunnahkan membaca basmalah secara lirih pada dua raka’at pertama dari setiap shalat. Begitu pula basmalah dibaca pada awal surat setelah surat Al-Fatihah, namun lirih. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 8: 86-88)

Adapun ulama yang berdalil bahwa bismillahirrahmanirrahim tidak dikeraskan adalah berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu membaca alhamdulillahi robbil ‘alamin.” (HR. Muslim no. 498).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ketika menjelaskan hadits di atas dalam ‘Umdah Al-Ahkam, beliau berkata, “Ini adalah dalil bahwa bacaan basmalah tidaklah dijahrkan (dikeraskan).” (Syarh ‘Umdah Al-Ahkam karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 161).

Juga dalil lainnya adalah hadits Anas, di mana ia berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ )

“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bersama Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca ‘ bismillahir rahmanir rahiim’.” (HR. Muslim no. 399).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang sesuai sunnah, basmalah dibaca sebelum surat Al Fatihah dan bacaan tersebut dilirihkan (tidak dikeraskan).” (Kitab Shifat Ash-Shalah min Syarh Al-‘Umdah karya Ibnu Taimiyah, hlm. 105).

Saran kami:

Kalau seseorang menjadi imam untuk jamaah yang belum paham akan masalah mensirrkan (memelankan) bacaan basmalah, baiknya tetap dibaca keras agar lebih menarik hati jama’ah kala itu. Dan masalah ini pun bukan masalah besar yang sampai jatuh pada keharaman. Coba lihat bagaimana contoh dari Syaikh ‘Abdurrahman As-Sudais (imam besar Masjidil Haram Makkah) saat bertamu dan saat memimpin shalat di Masjid Istiqlal yang notabene di negeri kita ini mengambil pendapat madzhab Syafi’i yang mewajibkan membaca basmalah,  beliau tetap mengeraskan bacaan basmalah kala itu.

Semoga pembahasan ini juga semakin membuka pemahaman kalangan yang belum mengetahui adanya beda pendapat dalam masalah ini. Intinya, yang berbeda padahal sama-sama muslim, hendaklah kita berprasangka baik bahwa ia barangkali mempunyai dalil yang belum kita pahami.

Semoga bermanfaat.

Referensi : 

Komentar

Kajian Populer

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?

Di Masa Kelam, Masjidil Haram mempunyai 4 Mihrab