Sejarah dan Konsep Akidah Universitas Al Azhar Kairo
Di antara universitas-universitas papan atas, inilah universitas tertua di dunia. Bagaimana tidak, Universitas Al Azhar didirikan oleh Pemerintahan Dinasti Fatimiyah (penganut mazhab Syiah) yang pertama kalinya pada tahun 970 M.
Sejak saat itu, belum ada perguruan tinggi yang berdiri di bagian bumi manapun. Bahkan tercatat universitas di dunia baru berdiri kembali pada tahun 1200 di Italia.
Universitas ini pun sebetulnya berawal dari sebuah masjid dengan nama yang sama. Pada masa itu, masjid tidak hanya berperan sebagai tempat ibadah umat Islam saja. Masjid juga berfungsi sebagai sarana pendidikan pemuda-pemuda belajar setingkat perguruan tinggi.
Bidang pendidikannya pun masih cukup terbatas pada agama, seperti tafsir Al Qur'an dan darul hikam. Terlebih Dinasti Fatimiyah yang menerapkan mazhab tertentu semakin menguatkan penanaman pendidikan pada mazhab tersebut.
Kemudian pada kepemimpinan Abu Al Manshur Nizar Al Aziz lah universitas dibangun dan resmi menjadi lembaga pendidikan tinggi. Bisa dibilang Universitas Al Azhar Kairo berstatus institusi Perguruan Tinggi Negeri pada saat itu.
Pilihan jenis pendidikannya pun juga semakin meluas hingga ke bidang-bidang lainnya. Seperti Kedokteran, Pengetahuan Umum, Matematika, Teknik, Ekonomi, Psikologi, bahkan sampai Bahasa Arab.
Bukan hanya di masa lalu, sampai saat ini Universitas Al Azhar Kairo pun masih menjadi tujuan bagi banyak anak muda seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia yang rutin mengirimkan calon mahasiswa jalur beasiswa maupun non-beasiswa.
Sumber video : https://youtu.be/6bTv
Paham atau Konsep Akidah Universitas Al Azhar Kairo
Paham Asy'ariyah menjadi kiblat akidah al-Azhar selama lebih dari 10 abad, sampai saat ini.
Grand Syekh Al-Azhar Ahmed At-Tayeb mengatakan bahwa konsep akidah yang dianut oleh Al-Azhar mengikuti mazhab Abu Hasan al-Asy'ari. Mazhab teologi Islam ini kemudian populer dengan istilah paham Asy'ariyah.
Paham Asy'ariyah menjadi kiblat akidah al-Azhar selama lebih dari 10 abad, sampai saat ini.
Grand Syekh Al-Azhar Ahmed At-Tayeb mengatakan bahwa konsep akidah yang dianut oleh Al-Azhar mengikuti mazhab Abu Hasan al-Asy'ari. Mazhab teologi Islam ini kemudian populer dengan istilah paham Asy'ariyah.
Sumber video : https://youtu.be/
Selama lebih dari 10 abad sepanjang sejarah Al-Azhar, paham Asy'ariyah menjadi kiblat institusi keagamaan sunni itu dalam urusan akidah dan keyakinan. "Karena mazhab ini adalah cerminan yang jujur dan amanah dari apa yang dianut oleh Rasulullah, para sahabat dan para pengikutnya." terang Syekh Ahmed At-Tayeb.
Kunci paham Asy'ariyah terletak pada menjalankan agama dengan mudah dan simpel.
Seperti dikatakan oleh Syekh Ahmed At-Tayeb, Al-Azhar Asy-Syarif berpegang pada paham Asy'ariyah. Beliau pun menyerukan segenap kaum muslimin agar menganut dan mengikuti paham Imam al-Asy'ari ini.
Dalam wawancara dengan Alarabiya 20 Mei lalu, Syekh Al-Azhar mengatakan bahwa dirinya menemukan kalaui paham Asy'ariyah terbukti menjadi solusi atas persoalan-persoalan pemikiran keagamaan terutama pada dua abad sebelumnya, di mana muncul pemaksaan untuk menganut satu mazhab tertentu yang justru mematikan kekuatan besar yang dimiliki umat Islam.
Meskipun Al-Azhar menganut paham Asy'ariyah, beliau menegaskan bahwa lembaga Islam yang dipimpinnya itu membuka ruang bagi mazhab-mazhab teologi yang lain. Beliau memandang semua itu sebagai mazhab Islam dalam payung besar agama Islam yang menjadi tempat bernaung bagi setiap orang yang mempercayai rukun iman, mengucapkan syahadat, mendirikan shalat dan menunaikan rukun Islam lainnya.
Syekh Ahmed At-Tayeb menambahkan bahwa Al-Azhar tidak bersikap fanatik pada salah satu mazhab atau imam tertentu. "Tetapi pilihan Al-Azhar untuk menganut paham Asy'ariyah karena mazhab ini bukan tergolong sesuatu yang baru dan diada-adakan dalam agama. Sebaliknya, mazhab ini mencerminkan dengan jujur apa yang dianut oleh Rasulullah mulai dari akidah, syariat dan akhlak." tegas beliau.
Hal ini diakui sendiri oleh banyak tokoh era sekarang yang menulis tentang paham Asy'ariyah. "Imam Al-Asy'ari tidak membuat mazhab baru sebagaimana halnya Muktazilah atau mazhab teologi yang lain yang pengkaji siapapun dengan mudah menemukan kontradiksinya dengan Al-Quran dan Sunnah." tambah beliau.
Syekh Ahmed At-Tayeb menegaskan bawa apa yang dilakukan oleh Imam Al-Asy'ari adalah merumuskan mazhab akidah yang di dalamnya beliau membela Al-Quran dan Sunnah dengan dalil-dalil rasional dan dengan menjelaskan bahwa nash-nash wahyu akan dipahami dengan benar lewat kejernihan penalaran yang terlepas dari hawa nafsu, perdebatan yang gaduh dan kesalahan berpikir.
Imam al-Baihaqi sebagaimana dinukil Ibnu Asakir, "Imam Al-Asy'ari tidak membuat sesuatu yagng baru dalam agama Allah dan tidak pula menciptakan bid'ah. Beliau mengambil pendapat-pendapat para sahabat, tabi'in dan generasi selanjutnya dalam merumuskan pokok-pokok agama (ushuluddin)."
Senada dengan Syekh Ahmed At-Tayeb, Dr. Ahmad Karimah Dosen Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar memaparkan bahwa paham Asy'ariyah itu bukan mazhab fikih seperti mazhab fikih empat yang telah ada: Maliki, Hanafi, Syaf'i dan Hanmbali.
"Asy'ariyah adalah mazhab teologi yang menjadi lawan dari Muktazilah, Murjiah dan Salafiyah, dan identik dengan konsep harmonisasi wahyu dan akal." terang Dr. Ahmad. Paham Asy'ariyah menafsirkan hal-hal yang berkaitan dengan akidah berdasarkan akal dan petunjuk-petunjuk nash.
Paham Asy'ariyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy'ari. Dia lahir di Basrah, Irak pada tahun 270 H.
Menurut Dr. Ahmad Karimah, perjalanan hidup Imam Abu Hasan al-Asy'ari dapat dikategorikan ke dalam tiga fase.
Fase Pertama
Imam Al-Asy'ari hidup dalam bimbingan Abu Ali Al-Juba'i guru besar mazhab Muktazilah waktu itu sampai-sampai Al-Asy'ari menjadi wakil dan murid kepercayaannya.
Fase Kedua
Dia memberontak dan melawan mazhab gurunya itu setelah merenung seorang diri dalam rumahnya selama 15 hari.
Dalam jangka waktu setengah bulan itu, dia berpikir, mengkaji dan meminta petunjuk kepada Allah terkait akidah hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan ketetangan.
Dia menyatakan berlepas ikatan dari mazhab Muktazilah dan memutuskan untuk merumuskan manhaj baru yang dijadikan pedoman untuk menafsirkan nash-nash wahyu dengan narasi yang bersesuaian dengan akal.
Dia juga menetapkan adanya 7 sifat wajib Allah lewat rasionalitas akal. Ketujuh sifat itu adalah hayah, ilmu, iradah, qudrah, sama', bashar dan kalam.
Fase Ketiga
Ditandai dengan penetapan dan penegasan Imam Al-Asy'ari pada seluruh sifat wajib Allah. Pada fase ini, beliau menulis kitab Al-Ibanah 'an Ushul Ad-Din. Di dalamnya beliau memenangkan dan mengunggulkan konsep dan manhaj akidah generasi salaf di mana panji benderanya dikibarkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.
Tidak cukup sampai di sana, Imam Al-Asy'ari telah meninggalkan khazanah keislaman yang begitu banyak tentang Sunnah dan paparan konsep akidah. Jumlah karyanya tidak kurang dari 98 kitab. Beliau wafat pada 324 H dan dikebumikan di Baghdad.
"Pada hari ini, seorang pembela Sunnah telah pergi untuk selama-lamanya," demikian ucap orang-orang saat jenazahnya diiring ke pemakaman.
Dr. Ahmad Karimah menunjukkan bahwa paham Asy'ariyah mencerminkan konsep wasatiyah dan moderatisme dalam Islam. Mazhab ini menyatukan antara hal-hal yang permanen dan elastis dalam agama.
Banyak ulama besar sepanjang sejarah Islam menganut paham Asy'ariyah. Antara lain Imam An-Nawawi pengarang Syarah Shahih Mulim dan Riyadh Ash-Shalihin, serta Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani pengarang Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.
Dari kalangan ulama tafsir yang menganut paham ini antara lain Imam Al-Qurthubi, Ibnu Al-Arabi, Ar-Razi, Ibnu Athiyah, Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Alusi dan Az-Zarqani.
Kemudian dari kalangan ulama hadits yang menganut paham ini antara lain Imam Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu Asakir, Abu Nu'aim Al-Ashbihani, Al-Izz bin Abdus Salam, Al-Haitsami dan Ibnu Hajar.
Demikian ini alasan mengapa Al-Azhar berhak menganut paham Asy'ariyah dan mengajarkannya kepada para pelajar dan mahasiswa.
Baca juga artikel terkait : "
Komentar
Posting Komentar