Duduk Bersandar yang Dimurkai dan Cara Duduk Rasulullah yang Patut Diteladani
Simak video berikut : Duduk Iq'a
Oleh : Ustadz Ammi Nur Baits, ST , BA
Sumber video : https://youtu.be/8MM
Sifat seorang muslim adalah selalu taat dan patuh terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Ketika Allah melarang sesuatu, maka ia patuh. Begitu pula ketika Rasul-Nya melarang sesuatu dengan mensifati sebagai sesuatu yang dimurkai, maka seorang muslim pun mendengar dan menjauhi tindakan semacam itu. Di antara bentuk duduk yang terlarang adalah duduk bersandar sebagaimana para pembaca lihat pada gambar di bawah ini, yaitu duduk dengan meletakkan tangan kiri di belakang dan dijadikan sandaran atau tumpuan.
Berikut penjelasan mengenai hadits yang melarang hal tersebut dan keterangan beberapa ulama mengenai hal ini.
عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».
Syirrid bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud no. 4848. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Yang dimaksud dengan al maghdhub ‘alaihim adalah orang Yahudi sebagaimana kata Ath Thibiy. Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata bahwa yang dimaksud dimurkai di sini lebih umum, baik orang kafir, orang fajir (gemar maksiat) , orang sombong, orang yang ujub dari cara duduk, jalan mereka dan semacamnya. (‘Aunul Ma’bud, 13: 135)
Dalam Iqthido’ Shirotil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini berisi larangan duduk seperti yang disebutkan karena duduk seperti ini dilaknat, termasuk duduk orang yang mendapatkan adzab. Hadits ini juga bermakna agar kita menjauhi jalan orang-orang semacam itu.”
Kata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, duduk seperti ini terlarang di dalam dan di luar shalat. Bentuknya adalah duduk dengan bersandar pada tangan kiri yang dekat dengan bokong. Demikian cara duduknya dan tekstual hadits dapat dipahami bahwa duduk seperti itu adalah duduk yang terlarang. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 25: 161)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan dalam Syarh Riyadhus Sholihin, “Duduk dengan bersandar pada tangan kiri disifatkan dengan duduk orang yang dimurkai Allah. Adapun meletakkan kedua tangan di belakang badan lalu bersandar pada keduanya, maka tidaklah masalah. Juga ketika tangan kanan yang jadi sandaran, maka tidak mengapa. Yang dikatakan duduk dimurkai sebagaimana disifati nabi adalah duduk dengan menjadikan tangan kiri di belakang badan dan tangan kiri tadi diletakkan di lantai dan jadi sandaran. Inilah duduk yang dimurkai sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sifatkan.”
Sebagian ulama menyatakan bahwa duduk semacam ini dikatakan makruh (tidak haram). Namun hal ini kurang tepat. Syaikh ‘Abdul Al ‘Abbad berkata, “Makruh dapat dimaknakan juga haram. Dan kadang makruh juga berarti makruh tanzih (tidak sampai haram). Akan tetapi dalam hadits disifati duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai, maka ini sudah jelas menunjukkan haramnya.” (Syarh Sunan Abi Daud, 28: 49)
Jika ada yang bertanya, logikanya mana, kok sampai duduk seperti ini dilarang? Maka jawabnya, sudah dijelaskan bahwa duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai Allah (maghdhub ‘alaihim). Jika sudah disebutkan demikian, maka sikap kita adalah sami’na wa atho’na, kami dengar dan taat. Tidak perlu cari hikmahnya dulu atau berkata ‘why?‘ ‘why?‘, baru diamalkan. Seorang muslim pun tidak boleh sampai berkata, ah seperti itu saja kok masalah. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nur: 63). Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan atas dasar hawa nafsunya yang ia utarakan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An Najm: 3-4)
Ibnu Katsir berkata, “Khawatirlah dan takutlah bagi siapa saja yang menyelisihi syari’at Rasul secara lahir dan batin karena niscaya ia akan tertimpa fitnah berupa kekufuran, kemunafikan atau perbuatan bid’ah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 281)
عَنْ أَبِيهِ الشَّرِيدِ بْنِ سُوَيْدٍ قَالَ مَرَّ بِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا جَالِسٌ هَكَذَا وَقَدْ وَضَعْتُ يَدِىَ الْيُسْرَى خَلْفَ ظَهْرِى وَاتَّكَأْتُ عَلَى أَلْيَةِ يَدِى فَقَالَ « أَتَقْعُدُ قِعْدَةَ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ ».
Syirrid bin Suwaid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud no. 4848. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Yang dimaksud dengan al maghdhub ‘alaihim adalah orang Yahudi sebagaimana kata Ath Thibiy. Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata bahwa yang dimaksud dimurkai di sini lebih umum, baik orang kafir, orang fajir (gemar maksiat) , orang sombong, orang yang ujub dari cara duduk, jalan mereka dan semacamnya. (‘Aunul Ma’bud, 13: 135)
Dalam Iqthido’ Shirotil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini berisi larangan duduk seperti yang disebutkan karena duduk seperti ini dilaknat, termasuk duduk orang yang mendapatkan adzab. Hadits ini juga bermakna agar kita menjauhi jalan orang-orang semacam itu.”
Kata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, duduk seperti ini terlarang di dalam dan di luar shalat. Bentuknya adalah duduk dengan bersandar pada tangan kiri yang dekat dengan bokong. Demikian cara duduknya dan tekstual hadits dapat dipahami bahwa duduk seperti itu adalah duduk yang terlarang. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 25: 161)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menjelaskan dalam Syarh Riyadhus Sholihin, “Duduk dengan bersandar pada tangan kiri disifatkan dengan duduk orang yang dimurkai Allah. Adapun meletakkan kedua tangan di belakang badan lalu bersandar pada keduanya, maka tidaklah masalah. Juga ketika tangan kanan yang jadi sandaran, maka tidak mengapa. Yang dikatakan duduk dimurkai sebagaimana disifati nabi adalah duduk dengan menjadikan tangan kiri di belakang badan dan tangan kiri tadi diletakkan di lantai dan jadi sandaran. Inilah duduk yang dimurkai sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sifatkan.”
Jika ada yang bertanya, logikanya mana, kok sampai duduk seperti ini dilarang? Maka jawabnya, sudah dijelaskan bahwa duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai Allah (maghdhub ‘alaihim). Jika sudah disebutkan demikian, maka sikap kita adalah sami’na wa atho’na, kami dengar dan taat. Tidak perlu cari hikmahnya dulu atau berkata ‘why?‘ ‘why?‘, baru diamalkan. Seorang muslim pun tidak boleh sampai berkata, ah seperti itu saja kok masalah. Ingatlah, Allah Ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nur: 63). Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan atas dasar hawa nafsunya yang ia utarakan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An Najm: 3-4)
Ibnu Katsir berkata, “Khawatirlah dan takutlah bagi siapa saja yang menyelisihi syari’at Rasul secara lahir dan batin karena niscaya ia akan tertimpa fitnah berupa kekufuran, kemunafikan atau perbuatan bid’ah.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 281)
---
Simak video berikut : Duduk Iq'a Syetan
Sumber video : https://youtu.be/Mx
Kesimpulan : Cara Duduk Rasulullah yang Patut Diteladani
Banyak hal yang bisa diteladani dari Rasulullah, termasuk cara duduknya. Ternyata cara duduk Rasulullah juga bisa menjadi jalan untuk meraih sunnahnya.
Mungkin sebagian besar dari kita sering menyepelekan cara duduk, hingga tidak disadari badan malah terasa pegal, bahkan ada juga yang sampai menderita suatu penyakit. Nah, berikut ini adalah cara duduk Rasulullah yang ternyata bermanfaat untuk kesehatan.
1. Duduk menekuk lutut
Dalam sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra berkata, "Di dalam masjid, Rasulullah saw duduk memeluk lutut dengan punggung kakinya diikat baju" (HR Baihaqi).
2. Lutut diangkat sampai menempel ke perut
Dari Qailah binti Makhramah berkata, "Aku melihat Rasulullah di dalam masjid, beliau sedang duduk dengan lutut diangkat menempel ke perut". Ia kemudian berkata, "Ketika aku melihat Rasulullah duduk dengan sangat khusyuk, aku gemetar karena takut" (HR Abu Dawud).
3. Bersandar menggunakan bantal
Dari Jabir bin Samurah ra meriwayatkan, “Aku melihat Rasulullah bersandar ke bantal di sisi kiri tubuh beliau" (HR Tirmidzi).
Dari tiga cara duduk Rasulullah di atas, meskipun terlihat sederhana, tetapi sebagai orang beriman kita wajib meyakini bahwa apapun yang dikerjakan oleh Rasulullah pasti mengandung hikmah di baliknya. Jadi, bagi yang mempunyai masalah kesehatan karena salah posisi duduk, tidak ada salahnya untuk mencoba cara duduk Rasulullah seperti di atas.
Secara lebih lengkap, berikut ini adalah beberapa cara duduk yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah:
• Duduk Bersila, dilakukan dengan cara menyilangkan kedua kaki yang berada dalam posisi rebah dan terlipat, sehingga persilangannya ada di antara kedua betis. Rasulullah pernah duduk bersila dari setelah selesai sholat subuh, hingga terbit matahari.
• Duduk Qurfasha, dilakukan dengan cara melipat lutut dan menegakkannya sehingga kedua telapak kaki menjejak lantai. Lalu kedua tangan merangkul kedua lutut tersebut. Tapi, cara duduk seperti ini dilarang oleh Rasulullah ketika mendengarkan khutbah Jum’at.
• Duduk Bertinggung, dilakukan seperti berjongkok dengan seluruh telapak kaki menjejak lantai, bagian pantat tidak menyentuh lantai. Rasulullah pernah duduk bertinggung ketika sedang makan kurma.
• Duduk Iftirasy, sama dengan duduk antara dua sujud maupun sujud ketika tahiyatul awal dalam sholat.
• Duduk Tawarruk, sama dengan duduk ketika tahiyatul akhir dalam sholat.
Cara Duduk yang Dilarang Rasulullah
Banyak hal yang bisa diteladani dari Rasulullah, termasuk cara duduknya. Ternyata cara duduk Rasulullah juga bisa menjadi jalan untuk meraih sunnahnya.
Mungkin sebagian besar dari kita sering menyepelekan cara duduk, hingga tidak disadari badan malah terasa pegal, bahkan ada juga yang sampai menderita suatu penyakit. Nah, berikut ini adalah cara duduk Rasulullah yang ternyata bermanfaat untuk kesehatan.
1. Duduk menekuk lutut
Dalam sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra berkata, "Di dalam masjid, Rasulullah saw duduk memeluk lutut dengan punggung kakinya diikat baju" (HR Baihaqi).
2. Lutut diangkat sampai menempel ke perut
Dari Qailah binti Makhramah berkata, "Aku melihat Rasulullah di dalam masjid, beliau sedang duduk dengan lutut diangkat menempel ke perut". Ia kemudian berkata, "Ketika aku melihat Rasulullah duduk dengan sangat khusyuk, aku gemetar karena takut" (HR Abu Dawud).
3. Bersandar menggunakan bantal
Dari Jabir bin Samurah ra meriwayatkan, “Aku melihat Rasulullah bersandar ke bantal di sisi kiri tubuh beliau" (HR Tirmidzi).
Dari tiga cara duduk Rasulullah di atas, meskipun terlihat sederhana, tetapi sebagai orang beriman kita wajib meyakini bahwa apapun yang dikerjakan oleh Rasulullah pasti mengandung hikmah di baliknya. Jadi, bagi yang mempunyai masalah kesehatan karena salah posisi duduk, tidak ada salahnya untuk mencoba cara duduk Rasulullah seperti di atas.
Secara lebih lengkap, berikut ini adalah beberapa cara duduk yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah:
• Duduk Bersila, dilakukan dengan cara menyilangkan kedua kaki yang berada dalam posisi rebah dan terlipat, sehingga persilangannya ada di antara kedua betis. Rasulullah pernah duduk bersila dari setelah selesai sholat subuh, hingga terbit matahari.
• Duduk Qurfasha, dilakukan dengan cara melipat lutut dan menegakkannya sehingga kedua telapak kaki menjejak lantai. Lalu kedua tangan merangkul kedua lutut tersebut. Tapi, cara duduk seperti ini dilarang oleh Rasulullah ketika mendengarkan khutbah Jum’at.
• Duduk Bertinggung, dilakukan seperti berjongkok dengan seluruh telapak kaki menjejak lantai, bagian pantat tidak menyentuh lantai. Rasulullah pernah duduk bertinggung ketika sedang makan kurma.
• Duduk Iftirasy, sama dengan duduk antara dua sujud maupun sujud ketika tahiyatul awal dalam sholat.
• Duduk Tawarruk, sama dengan duduk ketika tahiyatul akhir dalam sholat.
Cara Duduk yang Dilarang Rasulullah
Sedangkan beberapa cara duduk yang dilarang oleh Rasulullah adalah sebagai berikut:
• Duduk Qurfasha ketika mendengarkan khutbah Jum’at.
• Duduk berselonjor atau bertelekan tangan ke belakang ketika mendengarkan khutbah Jum’at.
• Duduk bertelekan dengan sebelah tangan.
• Duduk bersandar miring ke arah sebelah sisi badan ketika sedang makan, di mana duduk ini adalah duduk seperti duduknya orang-orang yang sombong. Lagipula duduk ini ketika makan akan menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan baik.
• Duduk Qurfasha ketika mendengarkan khutbah Jum’at.
• Duduk berselonjor atau bertelekan tangan ke belakang ketika mendengarkan khutbah Jum’at.
• Duduk bertelekan dengan sebelah tangan.
• Duduk bersandar miring ke arah sebelah sisi badan ketika sedang makan, di mana duduk ini adalah duduk seperti duduknya orang-orang yang sombong. Lagipula duduk ini ketika makan akan menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan baik.
Sumber video : https://youtu.be/Hk
---Baca juga artikel terkait berikut :
---
Demikian penjelasan terkait cara duduk Rasulullah yang ternyata bermanfaat untuk kesehatan. Perhatikan juga cara duduk yang dilarang Rasulullah seperti telah dijelaskan di atas.
Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi: Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 149230
Sumber :
Referensi: Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 149230
Sumber :
Komentar
Posting Komentar