Tafsir Ibnu Katsir : Al-Qur'an Surat Maryam 16-33


Maryam, ayat 16-21

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا (16) فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا (17) قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا (18) قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لأهَبَ لَكِ غُلامًا زَكِيًّا (19) قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا (20) قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا (21) }

Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril berkata, "Demikianlah; Tuhanmu berfirman, 'Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan'.”

Allah menceritakan kisah Maryam dan penciptaan putranya (yaitu Isa 'alaihissalam) tanpa melalui proses seorang ayah. Kedua kisah tersebut mempunyai kemiripan dan kesamaan. Hal yang sama telah disebutkan pula di dalam surat Ali Imran, juga surat Al-Anbiya secara beriringan, mengingat kedua kisah mempunyai keanehan yang sama. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuktikan kepada hamba-hamba-Nya akan kekuasaan Allah, kebesaran dan keagungan-Nya, dan bahwa Allah Maha Kuasa untuk menciptakan segala yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ}

Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an. (Maryam: 16)

Maryam adalah putri Imran, keturunan Daud 'alaihissalam Maryam berasal dari keluarga yang bersih lagi baik dikalangan Bani Israil. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menceritakan kisah saat ibunya melahirkan dia di dalam surat Ali Imran. Ibunya bernazar bahwa jika kelak anaknya lahir dengan selamat, maka anak itu akan dijadikan sebagai pelayan Baitul Maqdis; di masa itu mereka biasa melakukan amal taqarrub dengan cara demikian. Di sebutkan oleh firman-Nya

{فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا}

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik. (Ali Imran: 37)

Maryam dibesarkan di kalangan Bani Israil dalam lingkungan yang baik, sehingga jadilah Maryam seorang wanita ahli ibadah terkenal yang mencurahkan segenap hidupnya untuk ibadah dan tidak kawin. Maryam berada di dalam jaminan suami saudara perempuannya (yaitu Zakaria), Nabi Bani Israil saat itu dan pemimpin mereka yang menjadi tempat bertanya mereka dalam urusan agamanya.

Zakaria menyaksikan pada diri Maryam hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam sebagai karamah (kemuliaan) yang agung untuk Maryam dari Allah, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:

{كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}

Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria bertanya, "Hai Maryam, dari manakah kamu memperoleh (makanan) ini?”Maryam menjawab, "Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Ali Imran: 37)

Disebutkan bahwa Zakaria menjumpai di sisi Maryam buah-buahan musim dingin di musim panas, dan buah-buahan musim panas di musim dingin, seperti yang telah dijelaskan di dalam surat Ali Imran.

Ketika Allah berkehendak menciptakan hamba-Nya dari Maryam yang kelak akan menjadi rasul-Nya, yaitu Isa 'alaihissalam, salah seorang rasul Ulul 'Azmi dari kelima rasul yang besar.

{انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا}

ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Maryam: 16)

Yakni Maryam memisahkan diri dari mereka, menjauhi mereka, dan pergi ke arah timur Baitul Maqdis.

Abu Kadinah telah meriwayatkan dari Qabus ibnu Zabyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab telah diwajibkan melakukan salat menghadap ke Baitul Maqdis dan menziarahinya. Tiadalah yang memalingkan mereka dari Baitul Maqdis melainkan firman Tuhanmu yang mengatakan: ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Maryam keluar dari Baitul Maqdis ke suatu tempat di sebelah timur, akhirnya mereka (orang-orang Ahli Kitab) menghadap ke arah terbitnya matahari dalam salat mereka. Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Syahin, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdullah, dari Daud, dari Amir, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya saya benar-benar orang yang paling mengetahui di antara makhluk Allah tentang mengapa orang-orang Nasrani menjadikan arah timur sebagai kiblat mereka," yaitu karena ada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan: ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16) Mereka menjadikan tempat kelahiran Isa sebagai kiblat mereka.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: suatu tempat di sebelah timur. (Maryam: 16) Yaitu tempat yang luas lagi jauh (dari Masjidil Aqsa). Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Maryam pergi dengan membawa timbanya untuk mengambil air minumnya.

Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa Maryam membuat suatu rumah untuk tempat ibadahnya. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا}

maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka. (Maryam: 17)

Yakni Maryam menutupi dirinya dan bersembunyi dari pandangan mereka. Maka Allah mengutus kepadanya Malaikat Jibril 'alaihissalam

{فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا}

maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. (Maryam: 17)

Maksudnya, malaikat Jibril berganti rupa menjadi manusia yang sempurna.

Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Juraij, Wahb ibnu Munabbih, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya. (Maryam: 17) Yang dimaksud dengan roh Kami dalam ayat ini adalah Malaikat Jibril 'alaihissalam

Pendapat yang diutarakan oleh mereka ini berdasarkan makna lahiriah Al-Qur'an, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:

{نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ}

dan dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (Asy-Syu'ara: 193-194)

{قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا}

Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (Maryam: 18)

Setelah Jibril menjelma dalam rupa manusia yang sempurna di hadapan Maryam, saat itu Maryam berada di suatu tempat yang menyendiri; antara dia dan kaumnya terdapat hijab (dinding) penghalang, Maryam merasa takut kepada Jibril, ia menduga bahwa Jibril hendak berbuat tidak senonoh terhadap dirinya. Maka Maryam berkata: Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa. (Maryam: 18) Maryam mengatakan, "Jika kamu seorang yang bertakwa," dengan maksud mengingatkannya akan Allah.

Hal inilah yang dianjurkan oleh syariat dalam membela diri, yaitu dengan memakai sarana yang paling mudah terlebih dahulu, kemudian baru dengan cara lainnya secara bertahap. Langkah pertama yang dilakukan oleh Maryam ialah memperingatkan orang itu akan siksa Allah Subhanahu wa Ta'ala jika ia bermaksud jahat.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Asim yang mengatakan bahwa Abu Wa-il menceritakan kisah Maryam; ia mengatakan bahwa orang yang bertakwa itu adalah orang yang mempunyai "self control" dalam dirinya terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah. Ketika Maryam berkata: Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa. Ia (Jibril) berkata, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang utusan Tuhanmu.” (Maryam: 18-19) Malaikat menjawab untuk melenyapkan rasa curiga dan takut Maryam terhadap dirinya yang menduga bahwa ia mau memperkosanya, "Keadaanku tidaklah seperti yang kamu duga. Sesungguhnya aku ini hanyalah utusan Tuhanmu. Allah-lah yang mengutusku kepadamu."

Menurut suatu riwayat, saat Maryam mengingatkan Jibril kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka Malaikat Jibril gemetar karena takut dan ujudnya kembali berubah seperti rupa aslinya, lalu berkata: Sesungguhnya aku ini hanya seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. (Maryam: 19)

Menurut Abu Amr ibnul Ala, lafaz li-ahaba dibaca liyahaba, artinya Dia akan memberimu seorang anak laki-laki yang suci.

Abu Amr ibnul Ala adalah seorang ahli qiraat yang terkenal. Sedangkan ulama lainnya membacanya seperti berikut: untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci. (Maryam: 19) Yakni dengan bacaan li-ahaba.

Masing-masing dari kedua qiraat tersebut mempunyai alasan yang baik dan makna yang benar, juga mempunyai kesimpulan yang sama.

{قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ }

Maryam berkata, "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki. (Maryam: 20)

Maryam merasa heran dengan berita tersebut, maka ia mengatakan, "Bagaimana aku bisa punya anak laki-laki," dengan cara apakah akan terjadi kelahiran anak laki-laki seperti itu dariku, padahal aku bukanlah wanita yang bersuami, dan mustahil aku berbuat lacur. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa Maryam berkata:

{وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا}

sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina. (Maryam: 20)

Al-bagyu artinya zina.

Di dalam hadis disebutkan bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melarang (memakan) maskawin pelacuran, yakni imbalan yang diberikan kepada pelacur.

{قَالَ كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ}

Jibril berkata, "Demikianlah, Tuhanmu berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku'.” (Maryam: 21)

Maka Malaikat itu berkata kepadanya dalam menjawab pertanyaannya, bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman, "Sesungguhnya Dia akan menciptakan darimu seorang anak laki-laki, sekalipun kamu tidak punya suami dan kamu tidak pernah melakukan perbuatan lacur." Karena sesungguhnya Dia Maha Kuasa terhadap semua apa yang dikehendaki­Nya.

Dalam firman selanjutnya disebutkan:

{وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ}

dan agar Kami menjadikannya suatu tanda. (Maryam: 21)

Yaitu petunjuk dan tanda bagi manusia tentang kekuasaan Pencipta mereka yang meragamkan proses penciptaan makhluk-Nya. Dia menciptakan bapak mereka (Adam) tanpa melalui ayah dan ibu, dan Dia menciptakan istrinya (Hawa) melalui laki-laki tanpa wanita. Dan Dia menciptakan keturunannya melalui laki-laki dan wanita, kecuali Isa, karena sesungguhnya Dia menciptakan Isa melalui wanita saja, tanpa laki-laki. Dengan demikian, lengkaplah keempat proses penciptaan ini yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruh­Nya; tidak ada Tuhan dan tidak ada Rabb selain Dia.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَرَحْمَةً مِنَّا}

dan sebagai rahmat dari Kami. (Maryam: 21)

Artinya, Kami jadikan anak itu —sebagai rahmat dari Kami— seorang nabi yang menyeru manusia untuk menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengesankan­Nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat lainnya, yaitu:

{إِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا وَمِنَ الصَّالِحِينَ}

(Ingatlah), ketika Malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kalahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” (Ali Imran: 45-46)

Yakni dia menyeru manusia untuk menyembah Tuhannya sejak dalam usia buaian dan dalam usia dewasanya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Marwan, telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnul Haris Al-Kufi, dari Mujahid yang mengatakan bahwa Maryam 'alaihissalam berkata, "Apabila aku sendirian, Isa yang masih ada dalam kandunganku berbicara dan bercerita kepadaku. Apabila aku bersama dengan orang lain, maka ia bertasbih dan bertakbir di dalam perutku."

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

{وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا}

dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. (Maryam: 21)

Kalimat ini dapat ditakwilkan merupakan perkataan Jibril kepada Maryam yang menceritakan kepadanya bahwa penciptaan anak itu merupakan suatu hal yang telah ditakdirkan di dalam ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala dan telah menjadi kehendak-Nya. Dapat ditakwilkan pula bahwa kalimat ini merupakan cerita dari Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam Dan makna yang dimaksud adalah ungkapan kiasan yang mengandung makna bahwa Jibril melakukan tiupan ke dalam rahim Maryam. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

{وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا}

dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami. (At-Tahrim: 12)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا}

Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatan­nya, lalu Kami tiupkan ke dalam rahimnya roh dari Kami. (Al-Anbiya: 91)

Muhammad ibrru Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. (Maryam: 21) Yakni sesungguhnya Allah telah menetapkan perkara itu dan bahwa perkara itu harus terjadi. Pendapat ini dipilih pula oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, tiada seorang pun yang meriwayatkannya kecuali hanya dia. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Maryam, ayat 22-23

{فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) }

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,ia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menceritakan tentang Maryam, bahwa ketika Jibril telah menyampaikan firman Allah kepadanya, maka Maryam dengan segenap jiwa dan raganya berserah diri kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta'ala Banyak ulama yang menceritakan dari ulama terdahulu, bahwa malaikat tersebut adalah Jibril 'alaihissalam Saat itu Jibril melakukan tiupan ke dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun kebagian bawah tubuhnya hingga masuk ke dalam farjinya, maka dengan serta-merta Maryam mengandung anak dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala

Setelah Maryam merasakan dirinya berbadan dua, terasa sempitlah dadanya karena kebingungan, ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya kepada orang-orang. Maryam merasa yakin bahwa orang-orang tidak akan mempercayai ucapannya bila ia ceritakan hal itu kepada mereka. Hanya Maryam menceritakan rahasia dirinya itu kepada saudara perempuannya yang menjadi istri Zakaria, karena Zakaria 'alaihissalam pernah memohon dikaruniai seorang anak kepada Allah, dan Allah memperkenankan permintaannya sehingga istrinya mengandung.

Maryam masuk ke dalam rumah saudara perempuannya. Saudara perempuannya itu bangkit menyambutnya dengan hangat, lalu memeluknya dan berkata, "Hai Maryam, tidakkah engkau merasakan bahwa saya sedang hamil?" Maryam menjawab, "Apakah engkau tidak merasakan pula bahwa diriku sedang mengandung juga?" Kemudian Maryam menceritakan kepada saudara perempuannya itu tentang kejadian yang dialaminya; keluarga Zakaria adalah keluarga yang beriman dan percaya kepada kebenaran.

Setelah peristiwa itu istri Zakaria apabila berhadapan dengan Maryam merasakan bahwa kandungan yang ada di dalam perutnya bersujud kepada kandungan yang ada di dalam perut Maryam, yakni mengagungkan dan berendah diri kepada anak yang dikandung oleh Maryam. Karena se­sungguhnya bersujud menurut syariat mereka merupakan hal yang diper­bolehkan saat memberi salam. Sebagaimana telah bersujud kepada Yusuf, kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam 'alaihissalam Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan di dalam syariat agama Islam, demi menyempurnakan pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Mahaagung.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain yang mengatakan, "Telah dibacakan kepada Al-Haris ibnu Miskin, sedangkan saya (Ali ibnul Husain) mendengarkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim, bahwa Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa sesungguhnya Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Zakaria 'alaihissalam adalah saudara sepupu dari pihak ibu, dan kedua-duanya dikandung dalam masa yang bersamaan."

Imam Malik mengatakan, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa ibu Yahya berkata kepada Maryam,' Sesungguhnya saya merasakan anak yang ada dalam kandunganku bersujud kepada anak yang ada dalam kandunganmu'."

Imam Malik mengatakan bahwa menurut pendapatnya, demikian itu karena keutamaan yang dimiliki oleh Isa 'alaihissalam, sebab Allah memberinya keistimewaan dapat menghidupkan orang-orang yang baru mati, dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit supak.

Kemudian para ahli tafsir berbeda pendapat tentang masa kandungan yang dialami oleh Isa 'alaihissalam Menurut pendapat yang terkenal dari jumhur ulama, Maryam mengandung Isa selama sembilan bulan. Ikrimah mengatakan delapan bulan, karena itulah menurutnya bayi yang dilahirkan dalam usia kandungan delapan bulan tidak ada yang dapat bertahan hidup.

Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Mugirah ibnu Utbah ibnu Abdullah As-Saqafi yang mendengar Ibnu Abbas berkata saat ditanya mengenai kandungan Maryam, bahwa begitu Maryam mengandung, langsung melahirkan dalam waktu yang singkat.

Tetapi pendapat ini aneh sekali, seakan-akan pendapat ini tersimpulkan dari makna lahiriah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:

{فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 22-23)

Sekalipun huruf fa yang ada dalam ayat menunjukkan makna ta'qib (urutan), tetapi pengertiannya disesuaikan dengan tradisi yang berlaku. Seperti halnya pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا}

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah, lalu ' alaqah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. (Al-Mu’minun: 12-14)

Huruf fa yang ada dalam ayat ini sama bermakna ta'qib (menunjukkan) urutan kejadian), tetapi jarak tenggang masanya berdasarkan kebiasaan yang berlaku.

Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa di antara kedua tahap tersebut jarak masanya empat puluh hari. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman dalam ayat lain, yaitu:

{أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَتُصْبِحُ الأرْضُ مُخْضَرَّةً}

Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? (Al-Hajj: 63)

Menurut pendapat yang terkenal, makna yang dimaksud sesuai dengan makna lahiriah ayat, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Maryam mengandung Isa sebagaimana biasanya kaum wanita mengandung anak-anaknya. Karena itulah setelah kelihatan tanda kehamilan pada diri Maryam, sedangkan di dalam masjid tempat ia berada terdapat seorang lelaki saleh dari kalangan kerabatnya, yang juga ikut berkhidmat mengurusi masjid Baitul Muqaddas; ia dikenal dengan nama Yusuf An-Najjar. Maka ketika Yusuf melihat perut Maryam semakin besar ia tidak mempercayai hal tersebut karena sepanjang pengetahuannya Maryam adalah wanita yang bersih suci lagi rajin beribadah dan kuat agamanya.

Tetapi kejadian yang dialami oleh Maryam selalu menghantui pikirannya, tanpa dapat ia enyahkan. Akhirnya dengan memberanikan diri ia bertanya kepada Maryam dengan bahasa sindiran, "Hai Maryam, sesungguhnya aku hendak bertanya kepadamu tentang suatu perkara, tetapi janganlah engkau menyimpulkan hal yang tidak baik terhadap diriku." Maryam berkata, "Apakah yang hendak engkau tanyakan itu?" Yusuf berkata, "Apakah ada pohon tanpa biji, dan apakah ada tanaman tanpa benih, dan apakah ada seorang anak tanpa ayah?"

Maryam menjawab, "Ya." Maryam memahami apa yang dimaksud oleh Yusuf dalam kata sindirannya itu. Maryam melanjutkan perkataannya, "Adapun tentang pertanyaanmu yang mengatakan bahwa bisakah ada pohon tanpa biji, tanaman tanpa benih? Sesungguhnya Allah menciptakan pepohonan dan tanam-tanaman pada pertama kalinya tanpa biji dan tanpa benih. Dan mengenai pertanyaanmu, bisakah lahir anak tanpa ayah? Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menciptakan Adam tanpa melalui ayah juga ibu." Akhirnya Yusuf percaya kepada kesucian Maryam dan memaklumi keadaannya.

Setelah Maryam merasakan bahwa kaumnya telah menuduh tidak baik terhadap dirinya, akhirnya ia menjauhkan diri dari mereka ke tempat yang jauh, agar dia tidak melihat mereka dan mereka tidak melihat dirinya.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Maryam mengandung Isa dan Maryam telah mengisi penuh wadah airnya, lalu kembali, dia tidak berhaid lagi dan merasakan keadaan seperti yang biasa dirasakan oleh wanita yang sedang mengandung anak; tubuhnya terasa letih, berat badannya bertambah dan pucat, hingga lisannya terasa berat untuk berbicara. Maka tiada suatu cobaan pun yang seberat apa yang sedang menimpa keluarga Zakaria. Berita kehamilannya telah tersiar di kalangan kaum Bani Israil. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya yang menghamilinya tiada lain adalah si Yusuf. Mereka mengatakan demikian karena di dalam gereja itu tiada yang bersama dengan Maryam selain Yusuf. Akhirnya Maryam bersembunyi dari orang banyak dan membuat hijab penghalang bagi dirinya sehingga orang-orang tidak dapat melihatnya dan dia pun tidak dapat melihat mereka.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ}

Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 23)

Yakni rasa sakit yang dialaminya karena akan melahirkan anak memaksanya untuk bersandar pada pangkal pohon kurma di tempat pengasingannya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat tersebut, As-Saddi mengatakan bahwa tempat tersebut terletak di sebelah timur mihrabnya yang merupakan tempat ia biasa melakukan ibadahnya di Baitul Maqdis. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Maryam pergi melarikan diri, dan ketika ia berada di antara negeri Syam dan negeri Mesir, ia merasakan sakit akan melahirkan anak.

Di dalam riwayat lain dari Wahb ibnu Munabbih disebutkan bahwa tempat tersebut jauhnya delapan mil dari Baitul Maqdis di sebuah dusun yang dikenal dengan nama Baitul Lahm.

Menurut kami, dalam hadis isra melalui riwayat Imam Nasai dari Anas dan riwayat Imam Baihaqi dari Syaddad ibnu Aus telah disebutkan bahwa hal itu terjadi di Baitul Lahm (tempat penyembelihan hewan alias pejagalan). Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.

Pendapat inilah yang terkenal dikalangan orang banyak dan diterima oleh mereka. Kalangan kaum Nasrani pun tidak meragukan bahwa Isa dilahirkan di Baitul Lahm; pendapat ini diterima di kalangan mereka. Adapula sebuah hadis yang menceritakan tentang hal ini, jika hadis tersebut memang berpredikat sahih.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menceritakan perkataan Maryam:

{قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا}

dia berkata, "Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.” (Maryam: 23)

Ayat ini mengandung pengertian yang menunjukkan boleh mengharapkan mati di saat tertimpa fitnah; karena Maryam merasakan bahwa dirinya akan mendapat cobaan dan ujian dengan kelahiran anaknya, yang membuat orang-orang keheranan dan tidak akan mempercayai cerita yang sebenarnya. Sehingga kejadian tersebut membuat pandangan mereka terhadap dirinya menjadi terbalik; dahulu mereka menganggapnya sebagai wanita ahli ibadah dan bertakwa, kemudian mereka menganggapnya sebagai seorang wanita pelacur, menurut dugaan mereka. Karena itulah Maryam berkata kepada dirinya sendiri: Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini. (Maryam: 23) Maksudnya, sebelum kejadian dia mengandung. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni diriku tidak diciptakan dan bukan berupa sesuatu apa pun. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

As-Saddi mengatakan bahwa saat Maryam merasa sakit akan melahirkan, ia berkata kepada dirinya sendiri, "Aduhai, sekiranya aku mati sebelum musibah ini, dan kesedihanku karena melahirkan anak tanpa suami." Ia mengatakan demikian karena malu kepada orang-orang. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Maksudnya, dilupakan sehingga tidak ada yang mencarinya; perihalnya sama dengan kain pembalut haid bila sudah terpakai, dibuang begitu saja tanpa pikir panjang lagi. Demikian pula halnya segala sesuatu yang dilupakan dan dibiarkan, ia tidak disebut-sebut lagi.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni sesuatu yang tidak dikenal, tidak disebut-sebut, dan tidak diketahui jati dirinya.

Ar-Rabi' ibnu Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yaitu menjadi bayi yang mati keguguran.

Ibnu Zaid mengatakan bahwa Maryam bermaksud seandainya saja dirinya tidak ada sama sekali.

Dalam pembahasan terdahulu telah diketengahkan hadis-hadis yang melarang mengharapkan mati kecuali di saat tertimpa fitnah (yang menimpa agama orang yang bersangkutan), yaitu pada firman-Nya:

{تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ}

Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101)

Maryam, ayat 24-26

{فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25) فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (26) }

Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu; maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”

Sebagian ulama membaca firman-Nya:

{مَنْ تَحْتَهَا}

dari tempat yang rendah. (Maryam: 24)

menjadi man tahtaha, yang artinya orang yang ada di tempat yang lebih rendah daripadanya. Sedangkan ulama lainnya membacanya sesuai dengan apa yang tertera di-dalam mus-haf, yakni min tahtiha, dengan mengartikan huruf min sebagai huruf jar.

Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai orang yang menyeru Maryam, siapakah dia sebenarnya?

Al-Aufi dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah malaikat Jibril, dan Isa masih belum berbicara sebelum ibunya membawanya kepada kaumnya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Amr ibnu Maimun, As-Saddi, dan Qatadah, bahwa yang menyerunya adalah Malaikat Jibril 'alaihissalam Jibril memanggilnya dari lembah yang ada di tempat yang lebih rendah.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah Isa putra Maryam.

Hal yang sama dikatakan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang menyerunya adalah putranya (Isa).

Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa orang yang menyerunya adalah putranya. Selanjutnya Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidakkah kamu mendengar firman-Nya yang mengatakan: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, juga oleh Ibnu Zaid.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{أَلا تَحْزَنِي}

Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24)

Yakni Malaikat Jibril menyerunya seraya mengatakan bahwa janganlah kamu bersedih hati.

{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا}

sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24)

Sufyan As-Sauri dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib, sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24) Bahwa yang dimaksud dengan sariyya ialah anak-anak sungai.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa as-sariy artinya sungai.

Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Amr ibnu Maimun, bahwa as-sariy artinya sungai airnya dapat diminum.

Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai menurut bahasa Siryani,

Said ibnu Jubair mengatakan sungai kecil dengan bahasa Nabti.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai kecil menurut bahasa Siryani.

Ibrahim An-Nakha'i mengatakan sungai kecil.

Qatadah mengatakan bahwa as-sariy artinya anak sungai menurut dialek penduduk Hijaz.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan, as-sariy artinya sungai kecil yang mengalir.

As-Saddi mengatakan sungai. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu';

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شُعَيْبٍ الحَرَّاني: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ البَابلُتِّي حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ نَهِيك، سَمِعْتُ عِكْرِمَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: "إِنَّ السَّرِيَّ الَّذِي قَالَ اللَّهُ لِمَرْيَمَ: {قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا} نَهْرٌ أَخْرَجَهُ اللَّهُ لِتَشْرَبَ مِنْهُ"

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syu'aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah Al-Babili, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu Nuhaik; ia pernah mendengar Ikrimah maula (bekas budak) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya makna as-sariy yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam firman-Nya, "Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu " (Maryam: 24), adalah sungai yang dikeluarkan oleh Allah untuk minum Maryam.

Hadis ini garib sekali bila ditinjau dari jalur periwayatannya; karena Ayyub ibnu Nuhaik Al-Habli yang ada dalam sanad hadis ini menurut Abu Hatim Ar-Razi orangnya daif. Sedangkan menurut Abu Zar'ah, hadisnya munkar (tidak dapat diterima). Menurut penilaian Abul Fath Al-Azdi, hadisnya matruk (tidak terpakai).

Ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-sariy adalah Isa 'alaihissalam Hal ini dikatakan oleh Al-Hasan, Ar-Rabi' ibnu Anas, Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja'far.

Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Qatadah, dan pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena itulah disebutkan dalam firman selanjutaya:

{وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ}

Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. (Maryam: 25)

Yakni peganglah pangkal pohon kurma itu.

Menurut pendapat Ibnu Abbas, pohon kurma itu pada asalnya kering. Menurut pendapat lainnya, pohon kurma itu berbuah. Mujahid mengatakan bahwa pohon kurma itu tidak berbuah. As-Sauri mengatakan dari Abu DaudNufai' Al-A'ma, bahwa pohon kurma itu sudah mati. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa yang dipegangnya itu adalah pohon kurma, tetapi di saat sedang tidak  berbuah. Demikianlah menurut Wahb ibnu Munabbih. Allah memberikan karunia kepada Maryam dengan menyediakan di dekatnya makanan dan minuman, sebagai imbalan dari usahanya.

{تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا}

niscaya pohon kurma itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan dan minumlah serta bersenang hatilah kamu. (Maryam: 25-26)

Maryam, ayat 27-33

{فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا (27) يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا (28) فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا (29) قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32) وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (33) }

Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina, " maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menceritakan tentang Maryam ketika diperintahkan puasa pada hari itu, yaitu hendaknya dia tidak berbicara kepada seorang manusia pun; karena dengan puasa, maka keadaan dirinya yang sebenarnya tidak kelihatan dan puasa menjadi alasan baginya untuk tidak berbicara. Maryam berserah diri kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan pasrah kepada keputusan Allah. Lalu Maryam menggendong putranya dan membawanya kepada kaumnya. Ketika kaumnya melihat Maryam membawa bayinya, mereka sangat kaget dan mengecamnya dengan kecaman yang berat, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala menyitir kata-kata kaumnya:

{يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}

Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. (Maryam: 27)

Yakni suatu perkara yang besar dosanya. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa kaum Maryam pergi mencari-carinya. Maryam berasal dari keluarga nabi dan keluarga ter­hormat. Mereka merasa kehilangan Maryam. karenanya mereka mencari-carinya; dan mereka bersua dengan seorang pengembala sapi, lalu mereka bertanya, "Apakah kamu pernah melihat wanita muda yang ciri khasnya anu dan anu?" Pengembala sapi menjawab, "Tidak, tetapi tadi malam saya melihat sapi saya melakukan perbuatan yang belum pernah saya lihat sebelumnya."

Mereka bertanya, "Apakah yang telah dilakukan sapimu?" Pe­ngembala sapi berkata, "Tadi malam saya melihat sapi saya bersujud ke arah lembah itu."

Abdullah ibnu Abu Ziyad mengatakan, ia teringat akan perkataan Syaiban yang mengatakan bahwa pengembala itu menjawab, "Saya melihat cahaya yang terang." Maka mereka pergi menuju ke arah yang ditunjukkan oleh si pengembala itu, tiba-tiba mereka berpapasan dengan Maryam. Ketika Maryam melihat kaumnya, maka duduklah ia dan menggendong bayinya di pangkuannya. Mereka datang kepadanya dan berdiri di dekatnya.

{قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}

Mereka berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (Maryam: 27)

Yaitu suatu perkara yang sangat berat dosanya.

{يَا أُخْتَ هَارُونَ}

Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)

Makna yang dimaksud ialah hai wanita yang ibadahnya mirip dengan Harun 'alaihissalam

{مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا}

Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorangpezina. (Maryam: 28)

Yakni kamu berasal dari keluarga yang baik lagi suci, terkenal dengan kesalehannya, ibadah, dan zuhudnya. Maka mengapa hal seperti itu kamu lakukan?

Ali ibnu AbuTalhah dan As-Saddi mengatakan bahwa dikatakan kepada Maryam:

{يَا أُخْتَ هَارُونَ}

Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)

Yang dimaksud ialah saudara Musa, dan Maryam adalah keturunan darinya. Perihalnya sama dengan seseorang dari Bani Tamim dipanggil 'hai saudara Tamim', dan dari Bani Mudar dipanggil 'hai saudara Mudar'.

Menurut pendapat yang lain, Maryam dinisbatkan kepada seorang lelaki saleh di kalangan mereka yang bernama Harun; Maryam dalam hal ibadah dan zuhud sama dengan lelaki saleh itu.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian di antara mereka, bahwa mereka (Bani Israil) menyerupakan Maryam dengan seorang lelaki pendurhaka yang ada di kalangan mereka bernama Harun; riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Sa'id ibnu Jubair.

Hal yang lebih aneh dari kesemuanya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim berikut ini. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain Al-Hijistani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Al-Mufaddal ibnu Abu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Abu Sakhr, dari Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa Maryam adalah saudara perempuan Harun alias juga saudara perempuan Musa yang mengikuti jejak Musa saat Musa dilemparkan ke dalam sungai Nil dalam suatu peti (waktu itu Musa masih bayi).

{فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}

Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 11)

Pendapat ini keliru sama sekali, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan di dalam Kitab-Nya (Al-Qur'an), bahwa sesudah para rasul Dia mengiringi mereka dengan Isa sesudah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Isa adalah nabi yang akhir, tiada nabi lagi sesudahnya selain Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam sebagai penutup para nabi. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ؛ إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ"

Aku adalah nabi yang paling berhak terhadap (Isa) putra Maryam, karena sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun antara aku dan dia.

Seandainya keadaannya seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, tentulah Isa bukan termasuk rasul yang akhir sebelum Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam Dan tentulah Isa berada sebelum Sulaiman dan Daud, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Daud sesudah Musa, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

{أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسِيتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَا أَلا نُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}

Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, 'Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami ber­perangai Bawah pimpinannya) di jalan Allah.” (Al-Baqarah: 246)

Dan dalam ayat-ayat selanjutnya disebutkan:

{وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ}

dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251) hingga akhir ayat.

Hal yang mendorong Al-Qurazi berani mengemukakan pendapat ini ialah apa yang tertera di dalam kitab Taurat. Disebutkan bahwa sesudah Musa dan Bani Israil keluar dari laut (yang dibelahnya) dan Firaun beserta kaumnya ditenggelamkan di dalam laut itu, Maryam binti Imran (saudara perempuan sekandung Musa dan Harun) memukul rebana bersama kaum wanita Bani Israil seraya bertasbih menyucikan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Bani Israil.

Kemudian Al-Qurazi beranggapan bahwa Maryam yang disebutkan dalam kisah tersebut adalah ibu Isa. Padahal pendapat tersebut merupakan suatu kekeliruan yang fatal karena pada hakikatnya Maryam ibunya Isa hanya senama dengan Maryam saudara perempuan Musa 'alaihissalam Disebutkan bahwa mereka biasa memakai nama para nabi dan orang-orang saleh mereka.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، سَمِعَتْ أَبِي يَذْكُرُهُ عَنْ سِمَاك، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى نَجْرَانَ، فَقَالُوا: أَرَأَيْتَ مَا تَقْرَءُونَ: {يَا أُخْتَ هَارُونَ} ، وَمُوسَى قَبْلَ عِيسَى بِكَذَا وَكَذَا؟ قَالَ: فَرَجَعْتُ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "أَلَا أَخْبَرْتَهُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَسَمّون بِالْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ قَبْلَهُمْ؟ ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris; ia pernah mendengar ayahnya menceritakan kisah berikut dari Sammak, dari Alqamah ibnu Wa-il, dari Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah mengutusnya ke negeri Najran. Maka orang-orang Nasrani Najran bertanya kepadanya, "Mengapa kalian (kaum muslim) membaca firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun'. (Maryam: 28) Padahal Musa sebelum Isa dalam jarak masa yang amat jauh?" Al-Mugirah ibnu Syu'bah tidak dapat menjawab. Ketika ia pulang, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Mengapa kamu tidak menceritakan kepada mereka bahwa mereka dahulu biasa memakai nama-nama nabi dan orang-orang saleh sebelum mereka?

Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Sammak dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih garib, yakni kalau tidak hasan, sahih, atau garib; kami tidak mengenalnya, melainkan melalui hadis Ibnu Idris.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sa'id ibnu Abu Sadaqah, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, ia pernah mendapat berita bahwa Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa yang dimaksud bukanlah Harun saudara lelaki Musa 'alaihissalam Maka perkataannya itu dibantah oleh Siti Aisyah, "kamu dusta." Ka'b menjawab, "Wahai Ummul Mu’minin, sesungguhnya Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah mengatakan­nya bahwa beliau lebih mengetahui dan lebih teliti. Jika Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak mengatakannya, maka sesungguhnya saya menjumpai jarak masa di antara mereka ada enam ratus tahun." Akhirnya Siti Aisyah terdiam. Akan tetapi, jawaban Ka'b yang mengatakan jarak masa enam ratus tahun masih diragukan kebenarannya.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya. Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) hingga akhir ayat. Bahwa Maryam berasal dari keluarga yang dikenal akan kesalehannya, mereka sama sekali tidak pernah berbuat kebobrokan. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan kesalehannya, dan keturunan mereka pun berpegang teguh kepada tradisi kesalehan itu. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan keburukannya, dan keturunan mereka terkenal pula dengan keburukan itu. Harun terkenal saorang yang saleh  lagi dicintai dikalangan kabilahnya, tetapi Harun di sini bukanlah Harun saudara lelaki Nabi Musa, melainkan Harun yang lain.

Ibnu Jarir mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa saat Harun meninggal dunia, jenazahnya dihantarkan kepemakamannya oleh empat puluh ribu orang Bani Israil yang semuanya bernama Harun.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}

maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, "Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih ada dalam ayunan?” (Maryam: 29)

Yakni ketika mereka mencurigai keadaan Maryam dan mengingkari kejadian yang dialaminya, serta mengatakan kepadanya dengan kalimat sindiran yang menuduhnya berbuat tidak senonoh dan melakukan perbuatan zina. Saat itu Maryam sedang puasa dan tidak bicara, maka ia memalingkan jawabannya dengan menunjuk ke arah anaknya, dengan maksud agar mereka berbicara langsung dengan anaknya yang masih bayi. Maka mereka menjawab dengan nada memperolok-olokkan Maryam meledek dan mempermainkan mereka: Bagaimanakah kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Maryam: 29)

Maimun ibnu Mahran mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) dengan maksud bahwa hendaknya mereka berbicara langsung dengan bayinya. Maka mereka merasa terkejut mendapat jawaban demikian seraya mengatakan, "Apakah kamu menyuruh kami berbicara dengan anak yang masih dalam usia ayunan?"

As-saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Ketika Maryam berlaku demikian, mereka marah dan mengatakan, "Sungguh ini merupakan ejekan dia terhadap kami, yang lebih parah daripada perbuatan zina yang dilakukannya, karena dia menyuruh kita berbicara dengan bayi ini."

{قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}

Mereka berkata, "bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (Maryam: 29)

Yakni anak yang masih dalam usia ayunan lagi masih bayi, mana mungkin dia dapat berbicara.

{إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ}

Berkata Isa, "Sesungguhnya aku ini hamba Allah.” (Maryam: 30)

Mula-mula kalimat yang diucapkan Isa ialah menyucikan Zat Tuhannya dan membersihkan-Nya dari sifat beranak, kemudian mengukuhkan eksistensi dirinya sebagai hamba Allah.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا}

Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)

Kalimat ini dimaksudkan membersihkan nama ibunya dari tuduhan berzina yang dilontarkan oleh kaumnya.

Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa setelah mereka mengucapkan kata-kata tuduhan yang tidak senonoh terhadap ibunya, saat itu ia (Isa) sedang menetek pada ibunya. Maka ia melepaskan payudara ibunya dan memalingkan mukanya ke arah kiri seraya berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) sampai dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: selama aku hidup. (Maryam: 31)

Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit Al-Bannani, bahwa Isa mengangkat jari telunjuknya ke atas pundaknya yang sebelah kiri seraya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)

Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dia memberiku Al-Kitab (Injil). (Maryam: 30) Artinya Dia telah memutuskan bahwa Dia akan memberiku Al-Kitab dalam ketetapan-Nya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id Al-Attar, dari Abdul Aziz ibnu Ziyad, dari Anas ibnu Malik Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam telah mempelajari kitab Taurat dan menguasainya sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Yang demikian itu adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menyitir kata-katanya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)

Akan tetapi, Yahya ibnu Sa’id Al-Attar orangnya berpredikat matruk yakni hadisnya tidak terpakai.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ}

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31)

Mujahid dan Amr ibnu Qais serta As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menjadikan Isa seorang pengajar kebaikan. Menurut riwayat yang lain dari Mujahid, Isa adalah seorang mujahid yang banyak memberikan manfaat.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais Al-Makhzumi; ia pernah mendengar Wuhaib ibnul Ward (bekas budak Bani Makhzum) mengatakan bahwa seorang yang berilmu bersua dengan seorang yang berilmu lagi lebih daripadanya, lalu orang yang berilmu lebih tinggi itu bertanya kepadanya, "Semoga Allah me­rahmati kamu, apakah yang kelihatan dari amal perbuatanku (menurutmu)?" Ia menjawab, "Memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara mungkar. Karena sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan agama Allah yang disampaikan oleh para nabi-Nya kepada hamba-hamba-Nya."

Ulama fiqih telah sepakat tentang makna firman-Nya: dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31) Ketika ditanyakan, "Apakah keberkatannya?" yang ditanya menjawab, "Amar ma'ruf dan nahi munkar di mana pun ia berada."

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا}

dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31)

Sama pengertiannya dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam:

{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99)

Abdur Rahman ibnul Qasim telah meriwayatkan dari Malik ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31) Isa dalam jawabannya menyebutkan perkara yang dialaminya sejak lahir sampai wafat sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan terhadapnya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَبَرًّا بِوَالِدَتِي}

dan berbakti kepada ibuku. (Maryam: 32)

Yakni Allah memerintahkan pula kepadaku agar berbakti kepada ibuku. Allah Swt. menyebutkan berbakti kepada orang tua sesudah taat kepada Tuhannya, sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala sering menyebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah-Nya dan taat kepada kedua orang tua. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)

*******************

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا}

dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32)

Maksudnya, Allah tidak menjadikan diriku seorang yang angkara murka lagi sombong, tidak mau menyembah dan taat kepada-Nya serta tidak mau berbakti kepada ibuku, yang akibatnya aku menjadi orang yang celaka.

Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa makna al-jabbarusy syaqiyyu ialah orang yang tega membunuh karena marah. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya, melainkan kamu jumpai dia berwatak sombong lagi celaka. Kemudian ia membacakan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32) tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang berperangai buruk, melainkan kamu jumpai dia orang yang angkuh lagi sombong. Kemudian ia membacakan firman-Nya:

{وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}

dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)

Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa ada seorang wanita melihat putra Maryam menghidupkan orang-orang mati serta menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit supak dengan seizin Allah. Maka wanita itu berkata, "Beruntunglah bagi orang yang mengandungmu, beruntunglah bagi orang yang menyusukanmu." Maka Nabi Isa 'alaihissalam berkata menjawabnya, "Beruntunglah bagi orang yang membaca Kitabullah dan mengikuti petunjuk yang ada di dalamnya, serta bukan menjadi orang yang sombong lagi celaka."

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا}

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Maryam: 33)

Hal ini membuktikan akan predikat dirinya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bahwa Isa adalah seorang makhluk Allah yang hidup dan mati serta dibangkitkan sebagaimana makhluk lainnya. Akan tetapi, Isa diselamatkan dari semua fase tersebut yang merupakan fase-fase yang paling berat dirasakan oleh semua hamba Allah.

Komentar

Kajian Populer

Rekam jejak sikap oknum dan PBNU selama sekitar 100 tahun terakhir terhadap Muslimiin yang bukan NU

Adi Hidayat : "Dubesnya NU di Muhammadiyah"

Makkah Royal Clock Tower adalah "Tanduk Setan" di kota Nejd...?