Dalam agama Kristen juga ada tasyabbuh. Dalam Islam tasyabbuh dilarang
Berikut cuplikan video tasyabbuh agama Kristen meniru ibadat dan pakaian agama Islam :
Gereja di kalimantan barat menyerupai Masjid, adzannya menyerupai adzan umat islam
Dalam Islam Tasyabbuh tidak diperbolehkan :
Syariat Islam melarang umat Islam berpenampilan khas agama lain, termasuk agama Kristen. Penampilan itu misalnya lambang salib yang sudah khas di seluruh dunia. Termasuk juga jubah khas para pendeta, pastor dan sejenisnya. Keharaman mengenakan pakaian yang menyerupai pakaian orang non muslim didasarkan dari salah satu sabda Rasulullah SAW
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum itu (HR. Abu Daud)
Selain itu juga ada hadits lainnya dimana beliau meminta para shahabatnya untuk berpenampilan lain yang tidak menyerupai orang-orang yahudi.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.” (HR. Bukhari)
Para ulama berpendapat bahwa kedua hadits ini adalah dasar dari keharaman seorang muslim dari berpakaian atau berpenampilan seperti layaknya seorang yang bukan beragama Islam. Tidak semua pakaian yang mengandung nilai kesamaan dengan pakaian non muslim lantas menjadi haram atau kufur pelakunya. Para ulama telah membuat batasan yang jelas tentang masalah ini, agar kita tidak begitu saja menjatuhkan vonis kafir kepada sembarang orang.
Al-Imam Ar-Ramli dalam Asna Al-Mathalib menegaskan bahwa seorang muslim akan menjadi kafir ketika mengenakan pakaian khas non muslim di dalam negeri Islam. Sedangkan bila dia mengenakannya di dalam negeri kafir, tidak dihukumi haram atau kafir. Hal itu mengingat bahwa boleh jadi pakaian yang tersedia di negeri kafir itu memang hanya tersedia yang seperti itu.
Jila seseorang yang tinggal di sebuah negeri non muslim, baik darul kufri harbi atau darul kufri ghairul harbi, mengenakan pakaian yang menjadi ciri khas penduduk negeri itu, dengan niat dan tujuan untuk dapat melakukan pendekatan diri kepada penduduknya dalam rangka proses menyampaikan dakwah Islam, maka hukumnya tidak haram.
Seseorang menjadi kufur atau berdosa besar kala mengenakan pakaian khas non muslim , bila tidak ada alasan dharurat. Sedangkan bila dia mengenakannya karena dalam keadaan dharurat, maka hal itu dibolehkan. Di antara bentuk keadaan dharurat antara lain karena perang, cuaca, terpaksa atau pun karena kemiskinan.
Dalam perang yang berkecamuk dengan dahsyat, terkadang dibutuhkan sebuah tipu daya untuk mengelabuhi musuh. Misalnya dalam operasi penyelamatan sandera dengan cara mengendap-endap masuk ke wilayah musuh, dalam hal ini dibolehkan seorang tentara muslim mengenakan pakaian khas milik non muslim. Atau dalam operasi inteligen yang membutuhkan penyamaran, maka hukumnya dibolehkan bila memakai pakaian khas non muslim.
Sedangkan contoh karena penyebab cuaca misalnya negeri sub-tropis dengan suhu yang ekstrim, penduduk yang tinggal di negeri itu harus mengenakan pakaian yang bisa untuk bertahan terhadap cuaca dingin yang mengigit atau cuaca panas yang menyengat. Bila saat itu yang ada hanya pakaian khas milik non muslim, hukumnya diperbolehkan untuk dipakai karena darurat.
Yang diharamkan untuk dipakai hanyalah pakaian khas milik agama tertentu, dimana selain pemeluk agama itu tidak akan mengenakannya. Pakaian itu bukan milik bangsa atau rakyat yang tinggal di negeri tertentu. Dan mode pakaian suatu agama pun terkadang mengalami perubahan yang signifikan. Maka keharamannya hanya sebagai ketika suatu jenis pakaian sedang dijadikan pakaian khas suatu agama. Sehingga boleh jadi, ketika zaman berganti, dan suatu agama mengubah pakaian khas mereka, maka pakaian yang lama yang sudah tidak jadi ciri khas agama itu sudah tidak lagi haram untuk dipakai oleh seorang muslim.
Lambang salib sebagai ciri khas pakaian atau asesoris kaum nasrani haram hukumnya dikenakan oleh seorang muslim. Baik lambang itu dalam bentuk motif pakaian, atau pun dalam bentuk perhiasan pada kalung, gelang, cincin, atau tongkat. Walau pun belum tentu orang yang mengenakan lambang salib itu menjadi pemeluk agama nasrani, namun syariat Islam melarang umatnya untuk memakai pakaian dan asesoris yang melambangkan suatu agama.
Di antara pakaian yang khas hanya dikenakan oleh non muslim adalah jubah pendeta dari suatu agama, entah Hindu, Budha, Konghuchu atau yahudi dan nasrani. Jubah-jubah itu umumnya punya lambang tertentu, warna tertentu serta model dan cara pemakaian tertentu.
Namun kita tidak bisa membuat vonis bahwa siapa pun yang mengenakan jubah berarti telah meniru non muslim. Sebab jubah adalah pakaian yang sejak zaman dulu telah dikenakan orang sebagai pakaian yang tidak mengandung nilai.
Agama yahudi punya topi khas yang hanya dikenakan oleh mereka saja. Di luar yahudi, rasanya tidak ada orang yang memakai penutup kepala seperti itu. Maka karena topi ini khas milik kaum yahudi, dengan cara pemakaian yang unik, maka umat Islam diharamkan untuk mengenakan topi seperti itu.
Orang-orang yahudi amat memuja Nabi Daud alaihissalam, meskipun cara pemujaan mereka tidak dibenarkan dalam syariah Islam. Salah satu bentuk pemujaan mereka adalah membuat bintang david yang berbentuk persegi enam. Namun terkadang ada jenis mode pakaian yang masuk ke wilayah yang diperdebatkan, apakah termasuk dianggap menyerupai pakaian orang kafir, ataukah dianggap sudah bukan lagi khas orang kafir. Di antara yang sering diperdebatkan itu misalnya kemeja, jas dan dasi, serta celana jeans.
Yang menarik untuk dibahas adalah bagaimana hukum memakai kemeja, jas dan dasi buat seorang muslim? Di masa lalu, ketika penjajah Portugis dan Belanda menjajah negeri ini, kemeja, jas dan dasi memang menjadi ciri khas pakaian mereka. Lantas pada masa itu banyak ulama yang mengharamkan umat Islam berdandan ala kostum penjajah, lantaran pakaian mencirikan jati diri seseorang.
Lantas, apakah umat Islam akan selamanya diharamkan mengenakan kemeja, jas dan dasi, karena pakaian itu dianggap menyerupai orang kafir? Jawabannya relatif, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Mungkin pendapat yang mengatakan kemeja, jas dan dasi itu haram bisa diterima untuk suatu masa dan wilayah tertentu, salah satunya di masa penjajahan dulu.
Tetapi sebagaimana kita tahu, pakaian tiap bangsa selalu berganti. Apa yang dulu menjadi ciri khas suatu bangsa tertentu, kemudian akan berganti menjadi sesuatu yang lain. Anggaplah dahulu kemeja, jas dan dasi itu menjadi khas milik orang-orang barat yang nota bene bukan muslim. Tetapi perkembangan terkini menyebutkan justru mereka sudah banyak yang masuk Islam. Belanda termasuk negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbanyak dan tercepat dibandingkan dengan negara-negara lain di Eropa.
Dan karena orang Belanda punya pakaian khas kemeja, jas dan dasi, apakah bila ada yang masuk Islam lantas harus berganti kostum ala orang Arab? Jawabnya tentu tidak. Sebab kemeja, jas dan dasi hanya sekedar pakaian orang Belanda, yang kebetulan agamanya bukan Islam. Tetapi kemeja, jas dan dasi itu bukan cerminan dari agama Nasrani. Para pendeta Belanda malah mengenakan jubah dan tutup kepala khusus, yang juga berbeda dengan pakaian khas milik publik Belanda.
Sebaliknya, banyak orang Belanda yang kini justru sudah memeluk agama Islam. Tentu kita tidak perlu mengganti kostum mereka dengan kostum Arab Saudi atau Pakistan. Apalagi salah satu fungsi kemeja, jas dan dasi memang terkait dengan faktor alam yang dingin.
Celana jeans konon datang dari daerah barat Amerika, di masa para koboi menggembala sapi. Namun versi lain menyebutkan celana jeans sebenarnya adalah celana para penambang emas di benua Amerika. Konon Levi Strauss, demikian orang menyebut nama penemunya, mencoba membuat celana dari bahan yang tidak mudah robek dengan memesannya dari Genoa. Bahan itu di dunia pemintalan dikenal dengan istilah ‘genes’, yang sekarang orang lebih mengenalnya dengan sebutan ‘jeans’.
Strauss sendiri bukan koboi juga bukan penambang emas, dia hanyalah seorang penjual pakaian yang menjual pakaian buat para penambang emas. Tidak dinyata, celana jeans jualannya laku keras di kalangan penambang, dan kemudian malah menjadi genre tersendiri untuk pakaian bercorak western.
Lalu apakah celana jeans bisa diidentikkan dengan pakaian orang kafir? Dan apakah bila seorang muslim mengenakan celana jeans lantas bisa dikatakan telah mengikuti pakaian orang kafir? Jawabnya begini, ketika Rasulullah SAW menegaskan bahwa siapa saja yang berpenampilan mirip orang kafir maka dia termasuk bagian dari mereka, tidak berarti segala pakaian yang dipakai orang kafir berarti haram dipakai umat Islam.
Sebab sebenarnya Rasulullah SAW dan para shahabat hidup di Mekkah dan Madinah saat itu juga mengenakan pakaian khas orang kafir. Baju panjang atau sering kita sebut baju gamis itu bukan hanya dipakai oleh Rasulullah SAW dan para shahabat saja, tetapi saat itu Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, Utbah dan para gembong kafir Quraisy juga mengenakan baju gamis, lengkap dengan sorban yang melilit kepala. Kostum mereka sama dengan kostum Rasulullah SAW dan para shahabat saat itu dan tidak bisa dibedakan kalau hanya dilihat dari sekilas penampilan.
Kalau demikian kenyataannya, apakah kita akan mengatakan bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat saat itu telah melanggar ketentuan syariat Islam, lantaran pakaian mereka mirip dengan pakaian orang kafir? Jawabnya tentu saja tidak. Kenapa tidak?
Karena sebenarnya yang dimaksud bahwa seorang muslim tidak boleh menyerupai orang kafir itu bukan semata-mata demikian, namun titik tekannya lebih kepada penampilan yang merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh agama tertentu sebagai lambang atau syiar agama tertentu.
Rasulullah SAW sendiri punya banyak pakaian buatan dari beberapa negara yang saat itu masih kafir, seperti Mesir, Yaman, Syam dan lainnya. Bukan hanya modelnya bahkan bahannya pun impor dari negara yang notabene penduduknya masih kafir di masa itu. Dengan demikian, kalau logika itu kita masukkan ke dalam masalah celana jeans, memang kita bisa terima bahkan celana itu awalnya dipakai dan ditemukan oleh orang-orang yang saat itu kebetulan belum atau tidak memeluk agama Islam.
Tetapi sekedar fakta seperti itu belum cukup untuk menjadikan celana jeans itu sebagai kostum atau atribut khusus dan eksklusif milik agama tertentu, misalnya agama Kristen. Celana jeans bukan pakaian khas agama Kristen, maka tidak ada ‘illat untuk mengharamkan celana jeans dengan alasan menyerupai pakaian orang kafir.
Orang juga banyak bertanya, bolehkah kita mengenakan kostum yang merupakan ciri khas dari suku-suku tertentu, yang nota bene dikenal sebagai suku yang bukan muslim. Misalnya kostum suku Indian di Amerika pada masa lalu. Jawabnya bisa beragam. Sebagian mengharamkan, lantaran dianggap bangsa Indian itu bukan bangsa muslim, sehingga terbawa-bawa dalam urusan kostumnya yang tidak boleh diserupai oleh umat Islam. Ada juga yang memperbolehkan
Sumber : https://khazanahquraniyah.com/tidak-boleh-tasyabbuh/
Hal-Hal Yang Boleh Dan Tidak Boleh Terhadap Non Muslim
Berikut ini ringkasan perkara-perkara yang dilarang dan perkara-perkara yang dibolehkan terhadap orang kafir. Sengaja kami paparkan secara ringkas tanpa menyebutkan banyak penjelasan sisi pendalilan dan pendapat-pendapat para ulama agar tersampaikan dengan lebih singkat dan padat. Harapannya agar kaum Muslimin dan juga non Muslim, bisa memahami dengan singkat dan gamblang permasalahan ini.
Perkara-Perkara Yang Tidak Diperbolehkan dalam Islam
• Tidak boleh mengikuti agamanya, mencakup semua ritual dan kepercayaannya
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19).
Allah Ta’ala juga berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun).
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima [agama itu] daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi“ (QS. Al Imran: 85).
• Tidak boleh membantu non Muslim menghancurkan atau merendahkan Islam
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi auliya bagimu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maidah: 57).
• Tidak boleh tasyabbuh bil kuffar, meniru kebiasaan yang menjadi ciri khas kaum non-Muslim
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang menyerupai suatu kaum, ia menjadi bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud no.4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Yang dimaksud menyerupai orang kafir yang dilarang adalah menyerupai mereka dalam perkara-perkara dianggap oleh syariat sebagai tasyabbuh dan yang menjadi kekhususan mereka. Apabila suatu perkara bukan merupakan kekhususan mereka, namun dilakukan orang secara umum maka bukan tasyabbuh. Diantaranya contohnya: merayakan hari ulang tahun, merayakan hari lahir Nabi, meniup terompet, memuliakan hari Sabtu, merayakan imlek, merayakan tahun baru Masehi, dll.
• Tidak boleh menghadiri atau merayakan perayaan kaum non-Muslim
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak melihat az zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan: 72).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan: “az zuur adalah hari-hari perayaan kaum musyrikin” (Tafsir Al Qurthubi).
Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” (HR. Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir no. 1804, dengan sanad hasan).
Ulama ijma akan hal ini. Disamping juga perbuatan ini termasuk tasyabbuh bil kuffar.
• Tidak boleh menjadikannya teman dekat, pemimpin dan orang kepercayaan
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi aliya bagi(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka” (QS. Al Maidah: 51).
Allah Ta’ala juga berfirman:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi auliya dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Al Imran: 28).
Makna auliya adalah: pemimpin; orang kepercayaan; orang yang dicenderungi untuk disayangi; teman dekat; wali. Ini semua makna yang benar dan tercakup dalam ayat.
• Tidak boleh seorang Muslimah menjadikan lelaki non Muslim sebagai suami
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka” (QS. Mumtahanah: 10).
• Tidak boleh pergi ke negeri non Muslim tanpa kebutuhan
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
أَنا بريءٌ من كلِّ مسلمٍ يُقيمُ بينَ أظهرِ المشرِكينَ
“Aku berlepas diri dari setiap Muslim yang tinggal di antara mayoritas kaum Musyrikin” (HR. Abu Daud no. 2645, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarah Tsalatsatil Ushul menjelaskan bahwa dibolehkan safar ke negeri kafir dengan syarat:
1. Hendaknya seseorang memiliki cukup ilmu yang bisa memelihara dirinya dari syubhat.
2. Hendaknya memiliki agama yang kuat untuk menjaga agar tidak terjatuh dalam syahwat.
3. Hendaknya ia benar-benar berkepentingan untuk bepergian.
Dan dibolehkan tinggal di negeri non Muslim dengan syarat:
1. Merasa aman dengan agamanya.
2. Ia mampu menegakkan dan menghidupkan syi’ar agama di tempat tinggalnya tanpa ada penghalang.
• Tidak boleh memuliakan non Muslim
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja“” (QS. Al Mumtahanah: 4).
• Tidak boleh memakan sembelihan non Muslim yang selain Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani)
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
• Tidak boleh terlebih dahulu memberikan salam
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
لا تبدؤوا اليهود ولا النصارى بالسلام
“Janganlah engkau mendahului orang Yahudi dan Nasrani dalam mengucapkan salam” (HR. Muslim no. 2167)
• Tidak boleh memintakan ampunan bagi non Muslim yang sudah meninggal
Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim” (QS. At-Taubah: 113).
• Tidak boleh dimakamkan bersama dengan kaum Muslimin
Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (19/21) disebutkan,
اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ دَفْنُ مُسْلِمٍ فِي مَقْبَرَةِ الْكُفَّارِ وَعَكْسُهُ إِلاَّ لِضَرُورَةٍ
“Para fuqaha sepakat bahwa diharamkan memakamkan Muslim di pemakaman orang kafir atau sebaliknya, kecuali jika darurat”.
• Tidak boleh menjadikannya saudara atau menyebutnya sebagai saudara
Allah Ta’ala berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّـهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al Mujadilah: 22)
• Tidak boleh menzaliminya
Karena zhalim itu haram secara mutlak kepada siapapun, termasuk kepada orang kafir. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maa’idah: 8).
Dalam hadits qudsi, Allah ta’ala juga berfirman:
يا عبادي ! إني حرَّمتُ الظلمَ على نفسي وجعلتُه بينكم محرَّمًا . فلا تظَّالموا
“Wahai hambaKu, Aku telah haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku jadikan kezaliman itu haram bagi kalian, maka janganlah saling menzalimi” (HR. Muslim no. 2577).
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
“Waspadalah terhadap doa orang yang terzalimi, walaupun ia kafir. Karena tidak ada hijab antara ia dengan Allah” (HR. Ahmad no.12549, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 767).
• Tidak boleh menyakitinya atau menganggu orang kafir yang dijamin keamanannya oleh kaum Muslimin, yang sedang dalam perjanjian damai, atau kafir dzimmi
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من قتل مُعاهَدًا لم يَرَحْ رائحةَ الجنَّةِ ، وإنَّ ريحَها توجدُ من مسيرةِ أربعين عامًا
“Barangsiapa yang membunuh orang kafir muahad, ia tidak akan mencium wangi surga. Padahal wanginya tercium dari jarak 40 tahun” (HR. Bukhari no. 3166).
Perkara-Perkara Yang Dibolehkan
• Boleh bermuamalah atau bergaul dengannya secara umum,
seperti: bermain bersama, belajar bersama, bekerja bersama, makan bersama, safar bersama, dan muamalah-muamalah yang lain. Tentunya muamalah adalah perkara yang sangat banyak jenisnya dan luas sekali. Kecuali terhadap lawan jenis, ada adab-adab Islam yang mengatur muamalah laki-laki dan wanita, diantaranya tidak boleh berduaan, tidak boleh bersentuhan, tidak boleh berpacaran, wanita tidak boleh safar kecuali bersama mahram, dll.Karena hukum asal muamalah secara umum adalah mubah, kaidah fiqhiyyah mengatakan
الأصل في المعاملات الإباحة
“hukum asal muamalah adalah mubah”
Allah Ta’ala berfirman:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al Mumtahanah: 8),
Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata,
واستأجَرَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وأبو بكر رجلًا مِن بني الدِّيلِ ، هاديًا خِرِّيتًا ، وهو على دينِ كفارِ قريشٍ ، فدفعا إليه راحلتيهما ، وواعداه غارَ ثورٍ بعدَ ثلاثَ ليالٍ ، فأتاهما براحلتَيْهما صبحَ ثلاثٍ
“Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang dari Bani Ad-Dail dari Bani Adi bin Adi sebagai penunjuk jalan, padahal ia ketika itu masih kafir Quraisy. Lalu Nabi dan Abu Bakar menyerahkan unta tunggangannya kepada orang tersebut dan berjanji untuk bertemu di gua Tsaur setelah tiga hari. Lalu orang tersebut pun datang membawa kedua unta tadi pada hari ke tiga pagi-pagi” (HR. Bukhari no. 2264).
• Boleh berjual-beli atau menggunakan produk buatan non Muslim
Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata,
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من حديدٍ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut” (HR. Bukhari no. 2068).
• Boleh berbuat ihsan (baik) dengannya secara umum (memberi hadiah, memberi bantuan, berkata sopan, bersikap ramah, dll.)
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, ia berkata:
ذُبِحتْ شاة لابن عمرو في أهله ، فقال : أهديتم لجارنا اليهوديّ ؟، قالوا : لا ، قال : ابعثوا إليه منها ، فإني سمعتُ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – يقول : ( ما زال جبريل يوصيني بالجار ، حتى ظننت أنه سيورِّثه )
Aku menyembelih kambing untuk Ibnu Umar dan keluarganya. Ibnu Umar berkata: “apakah engkau sudah hadiahkan kambing ini juga kepada tetangga kita yang Yahudi itu?”. Mereka berkata: “Belum”. Ibnu Umar berkata: “berikan sebagian untuk mereka, karena untuk mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Jibril senantiasa mewasiatkan aku untuk berbuat baik pada tetangga, hingga hampir aku menyangka tetangga akan mendapatkan harta waris” (HR. Tirmidzi 1943, dishahihkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i dalam Shahih Al Musnad 797).
• Boleh menjenguknya ketika sakit
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:
كان غُلامٌ يَهودِيٌّ يَخدِمُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فمَرِض، فأتاه النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يَعودُه، فقعَد عِندَ رَأسِه، فقال له : أسلِمْ . فنظَر إلى أبيه وهو عندَه، فقال له : أطِعْ أبا القاسمِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فأسلَم، فخرَج النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وهو يقولُ : الحمدُ للهِ الذي أنقَذه من النارِ
“Ada seorang Yahudi yang suka membantu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Suatu hari ia sakit, Nabi pun menjenguknya. Nabi duduk di dekat kepadanya lalu mengatakan: ‘Masuk Islamlah anda!’. Lalu orang itu memandang kepada ayahnya yang ada di sampingnya, lalu ayahnya mengatakan: ‘Turuti perkataan Abul Qasim (Rasulullah)’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun keluar dan berkata: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan ia dari api neraka‘” (HR. Bukhari no.1356).
• Boleh menyambung silaturahim dengan kerabat yang non Muslim
Asma’ radhiallahu’anha mengatakan,
أَتَتْنِى أُمِّى رَاغِبَةً فِى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – آصِلُهَا قَالَ « نَعَمْ »
“Ibuku datang kepadaku dan ia sangat menyambung silaturahim denganku. Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin silaturahim dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”. (HR. Bukhari no. 5978).
• Boleh memakan makanan non daging sembelihan hasil olahan non Muslim, baik Ahlul Kitab atau bukan, selama tidak ada zat haram di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am: 121).
Yang dilarang dalam ayat ini adalah daging sembelihan, adapun sayuran, buah-buahan, makanan laut, kue dan lainnya dari orang kafir maka tidak ada masalah selamat tidak ada zat haram. Dalam hadits Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم اشتَرى طعامًا من يَهودِيٍّ إلى أجلٍ ، ورهَنه دِرعًا من حديدٍ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut” (HR. Bukhari no. 2068).
• Boleh memakan makanan daging sembelihan Ahlul Kitab, selama tidak ada zat haram di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka” (Al-Maidah : 5).
• Boleh seorang lelaki Muslim menikahi wanita Ahlul Kitab
Allah Ta’ala berfirman:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“(dan dihalalkan menikahi) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik” (Al-Maidah : 5).
• Boleh bersentuhan kulit, kecuali terhadap lawan jenis
Karena dibolehkan bermuamalah dengan mereka, berjual-beli dengan mereka, dibolehkan menikahi wanita ahlul kitab. Maka konsekuensinya, bersentuhan kulit dengan non Muslim itu boleh. Adapun makna ayat:
فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ
“Sungguh orang-orang musyrik itu adalah najis” (QS. At Taubah: 28)
Syaikh Ibnu Jibrin mengtakan: “najis yang dimaksud disini adalah ma’nawiyah (konotatif), yaitu bahwa mereka itu berbahaya, buruk dan rusak. Adapun badan mereka, jika memang bersih, tentu tidak dikatakan najis secara hissiy (inderawi)” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, Al Maktabah Asy Syamilah).
Sumber : https://muslim.or.id/29520-ringkasan-hal-hal-yang-boleh-dan-tidak-boleh-terhadap-non-muslim.html
Komentar
Posting Komentar